6
Mawar Putih
Hujan berlalu melewati rindangnya taman mawar putih di belakang rumah Sea. Terduduk di teras belakang, gadis itu manyun, memikirkan pertemuannya dengan Charlotte seminggu sebelum mereka semua menerima surat penerimaan SMA, saat upacara penghargaan medalis olimpiade tingkat nasional. Di pangkuannya, sebuket mawar putih dengan kartu ucapan Mama Jim, dia pegang erat-erat sampai air matanya lepas.
Sesaat itu, Sea merobohkan diri ke punggung kursi malas. Tangkai pohon wisteria dan bunga-bunga berpusat ungunya jadi pusat perhatiannya, gadis itu menatap sang putik dan matanya menjelajah masuk, hingga semesta memutar ingatannya soal perbincangan dengan Charlotte.
"Halo."
Sea mendongak dari ponsel. "Eh, Charlotte. Hai."
"Soalnya susah, ya?" Suara anak-anak di sekeliling membuat mereka saling mendekat, mencoba mendengar satu sama lain.
"Nggak juga."
"Aku benci dengan hafalan di tengah-tengah soal."
"Aku juga."
Jas merah marun Hachvon dan hijau mint SMA El meramaikan kursi medalis yang kebanyakan seragam merah muda khas SMP negeri. Berpusat lagi ke empu cerita, tatapan itu menambah kengerian tak sehat antar keduanya. Semua orang di sekitar kursi medalis Biologi (di Terals, anak SMP sudah bisa memilih mapel seperti yang tersedia untuk anak SMA) SMP tak berani mengusik.
Charlotte mengulurkan tangan terlebih dahulu. "Selamat, medali emas."
"Kamu juga, Cha. Selamat." Sea melirik medalinya. "Tuh, kamu juga emas."
"Yah, kita sama meski tidak sama." Perlahan jabatan tangan itu dilepas. Charlotte menduduki kursi sebelah Sea dan mengabaikan satchel cokelat Jerman yang belum dipindah. Senyum Sea menghiasi tatap Charlotte sepersekian detik.
"Ah, maaf, tasku di kursimu." Kekehan tawa Sea terdengar lirih. "Aku nggak menyangka kita bisa duduk sebelahan."
Insting Charlotte melihat itu sebagai makian. Sea meremehkan kemampuan dan mengejeknya, seolah dia tak bisa hadir meraih medali dan atau dia merasa Sea bisa menguasai dirinya seperti yang dia lakukan di kasus Demian. Kepalan tangan Charlotte meremas ujung rok.
"Ya, kebetulan sekali. Barangkali kita di sini untuk semakin meramaikan Terals sejak kemarin, Sea."
"Haha, betul. Ramainya tidak ada yang suka, tapi sekarang kita agak lega, 'kan? Mungkin pemberitaan akan jauh lebih baik." Manik mata Sea tertuju pada keningnya, mencoba membuat Charlotte tak nyaman. "Lagipula, cuma pengecut yang kalah sebelum berusaha. Nih, buktinya kita bisa dapat medali emas dan mengalahkan anak-anak malas."
Kiasan kalimat pertama itu setengah terbalut dan Charlotte menangkapnya. Dia menghina Papanya yang menarik semua berita sejak aliansi investasi Papa dengan beberapa tokoh investasi andalan pemerintah lain hendak mengajukan gugatan pencemaran nama baik (serta menggendong jaksa dan pengacara kondang negeri, tentunya).
"Benar sekali. Aku yakin anak sepintar kamu bisa lebih-lebih lagi di SMA!" Kontan dialog itu terhenti. Keduanya muak dan mengalihkan pandang.
Apinya adalah pemberitaan besar-besaran tentang kasus ini membuat tensi di antara para pejabat yang tujuannya tak bersandingan jadi gelisah dan saling menyerang--terutama para anak yang terbiasa dimanja itu dilibatkan semuanya di balik nama orangtua mereka. Sementara asapnya adalah rasa-rasa geram dicemarkan di hadapan publik dan koreknya adalah Papa Charlotte bersama aliansi Pers Terals yang idealis.
Sea dan Charlotte tak perlu mewakili hubungan Papa mereka, tetapi melihat rangkaian peristiwa yang menarik perhatian Terals di Oktober ini, mereka harus melakukannya. Terlepas dari apa masalah yang sebetulnya antara bapak dua anak itu, keduanya makin pecah sejak Charlotte memprovokasi berita perundungan itu sehingga saat ini telah meluas di kalangan SMP sampai SMA swasta hingga negeri di ibukota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong
Teen FictionDemi masa depan yang baik, Sesilia harus menghilangkan keterlibatan yang tidak disengaja dalam dunia Demian yang melanggar etika dan hukum. Sayangnya, perjalanan Sesilia dan teman-temannya yang bernasib sama dikelilingi orang-orang jujur (yang entah...