"Tanda tangan di sini," seru Bu Don, wali kelas 11-0. Terdapat empat orang yang terlibat di ruang kepala sekolah. Ini adalah wujud harapan si Konselor kemarin. Ini juga mimpi buruk bagi gadis itu. Harga dirinya tak beralas kaki, bersimpuh di bawah langit-langit yang dahulu memuja.
Gadis itu membeku, mengerjap dua kali, dan menekan pena ke kertas. Bibir bawahnya yang tergigit nampak akan menyerah; kernyitan dahinya menyelaraskan diri dengan peluh yang diseka punggung tangan, jantungnya berdetak tak wajar. Sea meletakkan tangannya di badge nama dan menyadarkan tubuh ke punggung sofa, sekali lagi mengigit bibir bawahnya cemas.
Surat Pernyataan Pindah Sekolah.
"Kami selaku orang tua tidak akan menelantarkan Sesilia, ini demi yang terbaik," tutur wanita paruh baya di sebelah Sea. Wanita itu tersenyum tipis sebelum akhirnya memecah keheningan dengan berdiri dari sofa. "Terima kasih juga, Pak Kepsek. Putri saya tidak akan jadi sehebat ini kalau bukan karena didikan Hachvon sejak playgroup."
Pak Kepsek menganggukkan kepala dengan senyum cerah. "Kami akan mendoakan yang terbaik untuk Nak Sesilia, semoga masalahnya cepat selesai."
"Kalau begitu, kami pamit," tutup Mama. Mereka berdua memberi anggukan hormat. Tangan Mama lekas merangkul pundak Sea di saat Pak Sopir membuka pintu ruang kepala sekolah. Ini saat terakhir, menit-menit formal terakhir Sea mengenakan kemeja putih dengan rompi merah berpinggiran garis emas.
Lorong sekolah tak diisi siapa-siapa, hanya apa-apa berupa piala dan medali perunggu yang Sea berikan sebulan terakhir. Biologi, perunggu mewakili Terals. Gadis itu meremas pelan genggaman tangan Mama sambil mengelap genangan air yang hendak melintasi pipi memakai punggung tangan. Ditariknya napas dongkol atas kejadian yang tiba-tiba dilimpahkan padanya.
"Habis ini kita ke kantor polisi untuk memenuhi panggilan."
Sea tersenyum mengiakan. "Aku sudah hapal naskah yang diberikan Pak Hen. Aku jago menghapal."
"Mama tidak akan meragukan itu, tapi kalau kamu ditinggal di rumah sendiri bersama Nanny Abe sebulan ke depan, apa kamu bisa?"
Napas terhela berat dari mulutnya. Sea membanting tubuh ke kursi mobil dan bertanya balik, "Buat apa? Biar aku ditemani Papa lagi kayak interogasi waktu itu? Supaya Papa jadi mencak-mencak hipertensi? Buat apa? Apa Mama nggak bisa mikirin aku di atas bisnis di Singapura itu? Sekali? Sekaaali?"
"Sesilia," potong Mama di saat bibir Sea hendak terbuka lagi, "enough with this talk. Kamu mature enough to understand, bisnis keluarga kita tidak boleh berhenti. Kamu tahu resiko apa yang harus Mama tanggung supaya menyerahkan Alanta ke Papa. Investasi ke perusahaan lain harus jalan, itu tugas keluarga kita. Kita memang akan kelimpungan, repot! Tapi, dari situ, kamu dan Matthew bisa ongkang-ongkang kaki." Mama mendengus pelan, kemudian mengalihkan pandang ke arah mobil yang telah berjalan lima menit ini.
Mama melanjutkan, "Papa marah begitu karena detektifmu tidak objektif. Ya, jangan menyela! Kalau kamu nggak dibela begitu, kalau pengacara kita nggak segera bertindak, sekarang kasusmu sudah maju ke pengadilan, penentuan jumlah hukuman. Mau?"
Gadis itu tentu menunduk dan menggeleng pelan. "Mama tidak pernah mengajari aku," cicit Sea membalas.
"Mengajari apa, Sayang?" Mama menahan buncahan perasaan yang hendak menjulang. "Apa kerja keras Mama dan Papa tidak pernah berarti di mata kamu?"
"Berarti, Ma." Sea mengapit bibir rapat-rapat. Jemarinya yang menilin telah bosan dimainkan sepuluh menit suntuk, maka Sea mengucapkan kata-kata ajaib yang membuat Pak Sopir itu membelokkan setir segera ke bahu jalan menuju Kantor Kepolisian Metro Terals. Mama menganga, matanya membulat sempurna, dan sebelum bisa berkata apa-apa: Sea membuka pintu mobil dan berlari dengan sepatu flat, menghindari pertanyaan Mama yang baru saja terlintas di benak dan tak terucap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong
Teen FictionDemi masa depan yang baik, Sesilia harus menghilangkan keterlibatan yang tidak disengaja dalam dunia Demian yang melanggar etika dan hukum. Sayangnya, perjalanan Sesilia dan teman-temannya yang bernasib sama dikelilingi orang-orang jujur (yang entah...