7
Roda Kehidupan Berputar
Ketika waktu sudah cukup usia untuk sampai ke bulan Oktober di dua tahun berikutnya, Sea tersenyum lebar saat menatap diri di kaca kamar mandi sekolah. Dua tahun sejak sidang, denda, perpisahan, dan lost contact. Semuanya menghilang. Hanya tersisa Sea dan makian yang tak tersampaikan pada mereka bertiga yang ditumpahkan pada gadis itu.
Novia tak mengabari lagi, Jim masuk ke SMA Jeff yang mengarahkan siswa mereka masuk jurusan hukum, dan Ali; cowok itu. Dia masuk ke SMA Heviach yang merupakan sekolah swasta penampung anak-anak bermasalah--yang bahkan dihitung dari seluruh siswanya hanya 30 per angkatan. Tak ada sekolah yang mau menerima Ali karena peran mayornya dalam perundungan Tom, sementara Jim diselamatkan tampang heroik dan karismatik--serta dalih "ingin berubah" yang mungkin menggetarkan hati pewawancara di SMA Jeff, atau bisa juga karena peran Papanya. Bagi Sea, hal semacam itu tak perlu dipusingkan.
Dari arah pintu, parfum beraroma peach mengenai indera penciuman. Sea segera ber-aduh lirih dan dia menarik semua make up ke dalam pouch bag sambil membatin, "Aku lupa kalau pengecut itu nongkrongnya di kamar mandi jam segini! Sialan."
"Whoopsie." Seorang gadis terkekeh, suaranya membuat Sea mendongak dan mengerjap sejenak. "Emang tahun ini nggak ada rencana mau ngebully lagi? Tumben, perundung ada di kamar mandi. Ada yang mau dirundung di sini?"
"Jullie? Masih kesal karena dipanggil terus di kelas Belanda? Jullie eten een boterham? Jullie zijn een meisje?" Sea tersenyum seraya tertawa kecil. "Harusnya kamu yang takut karena aku perundung dan kita lagi di kamar mandi. Hebat, kuakui, kamu bisa tahan di ... sini."
Senyum Sea menghias bibir. Helai rambut dia gariskan ke belakang dan gadis itu menyilangkan kedua lengan di depan dada. "Masih nggak tahu siapa yang akan menang?"
"Omong-omong." Jullie menghela napas malas. "Satu sekolah ini nggak ada yang pakai aku-kamu, lo. Lo kenapa beda? Karena ..." Jullie mendekat seraya menyilangkan kedua lengan, "..., nggak pengin Victoria part two? Jadinya nggak mau gue-lo lagi dari kelas delapan? Atau, karena apa?"
Wajah mereka berhadapan. Tinggi Sea dan Jullie sejajar. Sepasang mata elang Jullie menatap sepasang mata yang telah menangis tiap libur semester, melihat teman-temannya pergi, dan sendirian menanggung malu di Hachvon tiap detik.
"Aku nggak tahu kalau selama ini punya penggemar rahasia. Kamu pengin dirundung juga, makanya nantangin?" Tangan Sea mendorong pelan bahu kirinya. "Aku ahli soal pukul-memukul di area tersembunyi, bikin kesakitan tanpa perlu kelihatan, dan ngomong yang menyakitkan. Kamu mau jadi seperti temanmu? Kalau mau, aku bisa panggilkan Charlotte juga. Toh, kebetulan ini kamar mandi."
Sea memiringkan kepala dan menyentuh pelan pundak Jullie, dia memiringkan gadis itu ke kaca dan sekarang mereka melihat refleksi masing-masing. Senyum Sea nyengir lebar sambil melanjutkan, "Di sini pas kayak kejadian temanmu. Pas! Eh, aku lupa bilang. Aku juga pandai bersih-bersih. Pakai tenaga atau nggak harus kelihatan. Aku pandai ... soal sembunyi dan menyembunyikan."
"Sinting lo!" Jullie tergagap, dirinya menahan diri untuk kabur. Gadis itu masih menanam dendam kesumat sejak dia lolos dari kasus Tom. "Sea masih kayak setan. Cewek sinting! Sakit jiwa!"
"Memang. Hihi." Sea menarik pouch bag dari meja kamar mandi dan melaluinya.
"Lo bakal bayar perbuatan lo. Roda kehidupan kami bakal naik ke atas dan tunggu giliran lo turun."
"Oh, ya?" Gadis itu membalikkan badan dari pintu keluar. Dia menatap Jullie yang membungkuk seraya meremas ujung roknya erat-erat. "Kapan-kapan aja, deh, Jul."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong
Teen FictionDemi masa depan yang baik, Sesilia harus menghilangkan keterlibatan yang tidak disengaja dalam dunia Demian yang melanggar etika dan hukum. Sayangnya, perjalanan Sesilia dan teman-temannya yang bernasib sama dikelilingi orang-orang jujur (yang entah...