V. THE EYES

46 9 21
                                    

Tinta spidol merah di tangan Hyunji membuat pola melingkar pada dua tempat dalam peta. "Jejak terakhir pelaku ada di sini," paparnya sambil membuat tanda silang. "Jika dia menuju Barat, maka dua desa ini menjadi tempat persembunyiannya; Desa Byeol dan Desa Yuseong. Karena tidak ada lagi pemukiman selain dua tempat ini." Hyunji menunjuk dua lingkaran yang ia buat di awal.

"Kau bilang CCTV jalan hanya sampai jalan utama, kan?" Hyunji mengarahkan matanya kepada Yoongi.

"Benar," jawab sang lawan bicara.

"Kalau begitu, kita periksa kamera pengawas di tempat lain. CCTV toko, blackbox mobil apapun itu. Ayolah, kalian pasti paham dengan maksudku. Kita bisa temukan jejak tersangka dengan cara apa pun."

Ketiga petugas mengangguk setuju tanpa banyak kompromi.

"Kita berpencar." Hyunji menutup spidol merah.

Yoongi mengangkat tangan, izin interupsi. "Kau tidak perlu repot-repot menyebutkan pembagian tim. Aku ambil Desa Byeol. Kopral Kim, kau yang menyetir."

Namjoon hanya melirik. Dalam hatinya, ingin sesekali berpasangan dengan Hyunji. Namun, senior datar itu selalu menyeretnya ikut serta ke mana pun ia pergi. Tampaknya kedekatan Hyunji dan Taehyung bukan hanya kebetulan semata.

Dua mobil dengan strobo melekat di atapnya berjalan beriringan. Mereka tidak buat keributan siang-siang, lampu dan sirine tidak menggaung membuat gaduh. Perjalanan mereka penuh senyap, operasi mengendap-endap. SUV melaju dengan kecepatan tinggi, tapi tetap terkendali. Si hitam ditumpangi Namjoon dan Yoongi, sementara si metalik masih setia mengangkut Taehyung dan Hyunji. Semuanya melaju menuju Selatan, ke arah Dalseong sesuai dengan rekaman jejak tersangka. Hyunji optimis, kali ini usaha mereka menemukan petunjuk pasti berhasil.

Dalam perjalanan berkilo-kilo meter kali ini tingkah pengemudi di sebelah Hyunji agak lain. Biasanya selagi dalam perjalanan, ada saja yang dibicarakan oleh Taehyung. Namun, kali ini pria itu tampak hening. Entah mengapa, tetapi terlihat raut kecewa pada mimik wajahnya. Hyunji merasa perlu tahu kendati bukan haknya. Ia hanya lebih suka melihat rekannya bersikap seperti biasa. Terasa lebih nyaman buatnya daripada berubah diam dan dingin.

"Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" tegur Hyunji.

Akhirnya Taehyung mengulas senyum, nyaris tidak terlihat.

"Ya, sesuatu mengacaukan benakku."

"Seingatku, beberapa jam lalu kau masih bersikap normal. Kenapa tiba-tiba berubah?" Hyunji merasa aneh.

"Ah, aku baru memikirkan hal ini barusan—sebelum berangkat," ujar Taehyung bernada serius. "Detektif Bae, kau ingat kata Kapten Jeon kalau kasus ini mangkrak, kita akan dipindahkan ke divisi yang lebih rendah?"

"Pasti itu cuma gertakan agar kita bisa menyelesaikan kasus dengan cepat." Hyunji menanggapi santai. Tidak dengan Taehyung, helaan napas Sang Letnan terdengar berat seakan penuh beban.

"Jika kasus ini tidak selesai, aku akan berhenti."

"Apa?!" sontak Hyunji.

"Setelah kupikirkan baik-baik, aku telah banyak mengecewakan orangtuaku. Mereka terus-menerus mengalah demi keinginan besarku. Dulu, aku diminta untuk kuliah bisnis agar bisa meneruskan usaha ayahku, tetapi aku menentang keras demi cita-citaku menjadi seorang pahlawan." Taehyung terkekeh. "Aku hanya tidak sanggup membayangkan kekecewaan yang mereka rasakan jika mendengar aku dipindah ke posisi yang lebih rendah. Pemberontakanku dan upaya mengalah ayah-ibuku akan sia-sia. Sebaiknya aku akan mulai menuruti keinginan mereka daripada menyesal di kemudian hari."

Hyunji terlihat tidak baik. Kabar yang didengarnya jauh dari kata menggembirakan. Ia mulai gusar dengan keputusan Taehyung untuk meninggalkan kepolisian, tetapi rasanya hal tersebut masih bisa diperjuangkan. "Walaupun seandainya kasus ini tidak selesai, dunia tetap berlanjut. Jangan begitu. Keputusanmu tidak tepat!" seru Hyunji didorong rasa takut kehilangan.

BLOODY BLOSSOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang