CHAPTER 33

48 14 3
                                    


Pemana memang terkenal dengan spot sunrise terindah di laut Flores. Seperti pagi ini saat Sean berjalan di pesisir setelah menghabiskan berjam perjalanan dari kota Maumere. Senyumnya tak kunjung luntur meski tak tidur semalaman. Dia bahkan tak merasa kantuk sama sekali karena disuguhkan pemandangan yang begitu indah.

Tak pernah dia melihat kilauan cantik bagai mutiara berkelip dari permukaan laut. Rasanya langsung menghapus segala beban dan masalahnya.

"Kak Sean!" sambutan hangat dari wanita yang terlihat seusianya nyaris membuat Sean terkejut. Kakinya baru satu langkah berada dipekarangan namun sinyal kedatangannya langsung tertangkap dengan cepat. "Ayo masuk."

Sudah lama sekali Sean tidak berkunjung kesini dan ternyata tak banyak berubah. Hanya cat biru pada bangunan yang baru dimatanya. Terakhir kali dia kemari masih putih.

"Eh Sean, cepet banget datengnya. Padahal tadi mau dijemput."

"Nggak apa-apa bu. Enak jalan sendiri sambil liatin laut." ujarnya menimpali perkataan wanita paruh baya berdaster cokelat dibawah lutut dengan rambut sebahu yang tergerai.

Namanya bu Anita. Beliau adalah salah satu idola Sean karena perjuangan dan kemurahan hatinya mengurus beberapa anak yang kurang beruntung. Bertahun-tahun dia lewati untuk mengurus panti setelah sepeninggalan anak dan suaminya karena insiden kecelakaan.

"Anak-anak masih tidur, bu?"

"Nggak kok, mereka lagi ngantri mandi dibelakang. Kalau tahu kamu udah datang, pasti langsung nggak jadi mandinya." Sean terkekeh membanyangkan anak-anak yang dulunya masih setinggi dibawah pinggangnya mungkin kini sudah setara.

"Kapan-kapan, ajak yang lainnya juga kesini dong."

"Mereka masih sibuk. Nanti kalau punya waktu, aku ajak."

Sean sudah memberitahu mereka perihal keberangkatan ke Pemana. Apalagi Zuri memberikan tiketnya saat di studio Harsa. Jerico menghabiskan 30 menit waktunya untuk mengomel karena Sean terlalu mendadak padahal dia juga ingin ikut ke pulau itu. "Gue meragukan pertemanan kita." Kalimat yang masih terngiang dengan begitu jelas namun Sean hanya membalasnya dengan tawa ringan. Untung saja lelaki itu tetap mau bicara sebelum dia berangkat dari Jakarta.

"Anak-anak ngefans banget sama Flicker. Tiap hari selalu dengerin lagu kalian."

"Ohiya? Nggak bosen gitu bu?"

"Nggak sama sekali. Lagu kalian juga lumayan banyakkan jadi seharian ganti-ganti terus." perkataan bu Anita membuat hati Sean semakin menghanagt. Kepercayaanya terhadap penggemar yang benar-benar jatuh cinta pada karya yang dia buat, memang benar nyatanya.

Your not your not for sale.

Mendengar intro dari Not For Sale melalui pengeras suara di ruang tengah membuat Sean semakin melebarkan senyuman. "Udah mulai tuh." ujar wanita itu seperti memberi sinyal.

Sean melangkahkan kakinya masuk ke ruang tengah melihat beberapa anak yang berdiri di depan televisi besar dengan handuk yang terlampir dimasing-masing pundak. Mereka tak menyadari kedatangan Sean bahkan sampai lelaki itu duduk memperhatikan.

"I don't know what I'm feeling—nana—nana—nana—nanana—so weird—"

Mendengar lirik yang tidak tuntas jutsru membuat Sean tertawa. Lucu sekali. Mereka yang terkejut langsung menoleh ke belakang mendapati Sean yang terpingkal sambil memegangi perutnya. "KAK SEAN!!!!" teriakannya kompak mengundang perhatian yang lain.

CELEBRITY :: parksungso [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang