CHAPTER 40

59 13 1
                                    


Halaman belakang sekolah mendadak riuh dengan teriakan dan tawa setelah mereka menerima sebuah e-mail dari salah satu label rekaman musik terkenal. Siapa sangka, tampilnya Sean dan Harsa di cafe itu menjadi daya tarik produser. Mini konser—Ray selalu menyebutnya demikian—yang digelar tiap sore itu, menjadi video yang banyak diunggah orang melalui sosial media. Keberutungan mereka yang tak harus bersusah payah mempromosikan diri.

"Tapi kayaknya gue nggak bisa temenin kalian sampai kesana." ucapan Bima membuat semuanya terdiam.

"Loh kenapa bang?" tanya Ray.

"Alasan gue nggak ikut ekstrakulikuler musik tuh karena nantinya harus bisa masuk sekolah kemiliteran sesuai dengan apa yang jadi harapan orang tua gue. Mulai sekarang harus mulai fokus sama itu."

Sean tahu persis bagaimana rasanya menjadi alat ambisi dari orang tua. Tak bisa melawan meski ingin berontak. Mungkin saja Bima sudah menerima semuanya dan memilih untuk mengikuti perintah orang tuanya menjadi aparat negara suatu hari nanti.

"Gue nggak bisa nahan impian orang tua lo. Good luck!" Harsa sebagai teman sekelasnya yang juga baru mengatahui alasan sebenarnya, menepuk pelan bahu Bima membuat pemuda itu tersenyum lalu mengangguk.

"Thanks. Gue siap jadi penggemar band kalian kalau nanti udah jadi artis terkenal."

"Lebay. Ini kita baru ditawarin doang belum tentu jadi beneran." Harsa memang yang paling realistis sekaligus mesin penghancur imajinasi yang sudah terlanjur melambung tinggi.

"Kita juga harus cari bassist baru." perkataan Sean menyadarkan semuanya.

Kebahagiaan barusan kembali terpotong dengan keheningan yang larut dalam pikiran masing-masing. Dari ekstrakulikuler musik belum menemukan seseroang yang bisa mendekati bakat Bima. Ditambah lagi, mereka belum sempat memberitahu Jerico si anak pintar nan sultan dari sekolah sebelah.

"Udahlah nanti aja dipikirnnya. Mending sekarang kita balik ke lapangan. Bentar lagi final lari estafet." ajakan Ray disetujui semuanya.

Siang ini adalah hari terakhir pekan olahraga bulanan mempertandingan tim yang berhasil melaju ke babak final. Tak usah tanya bagimana nasib kelas X-1 dan juga XI IPA 3, tak ada satupun tim mereka yang berhasil masuk babak semi final.

Lari estafet menjadi yang paling seru untuk ditonton. Secara mengejutkan kelas X-2 tim putri mendobrak masuk hingga harus bertemu dengan juara bertahan XII IPS 1. Sena ada disana sebagai pelari ketiga, nampak gugup namun mencoba menetralkan dengan melompat-lompat sembari meregangkan tangannya.

Sean duduk diantara Harsa dan Ray. Ditengah kerumunan para supporter, pemuda itu masih bisa fokus memperhatikan Sena ditengah sana. Pertandingan sebelumnya tak sempat dia lihat sebab berbentrokan dengan jam pertandingannya.Mungkin ini menjadi satu-satunya hal yang bisa disyukuri dari kekalahan timnya.

Peluit panjang ditiupkan sebagai penanda perlombaan dimulai. Riuh penonton semakin menjadi saling menyemangati temannya di lapangan. Sena juga sudah bersiap meski temannya masih berjarak beberapa meter lagi.

Semua orang terkejut saat Sena berlari dengan begitu kencang meninggalkan lawannya beberapa langkah. Sebagai teman satu angkatan, tentu saja semuanya kompak mendukung kelas X-2 termasuk Sean. Ia bahkan ikut berdiri merasakan ketengangannya. Saat Sena memberikan tongkat pada orang terakhir, gadis itu terjatuh menyusur tanah namun tetap berdiri dan berusaha menyemangati temannya.

Meski begitu, mata Sean tak bisa dibohongi. Ada luka memanjang disikut Sena dan mungkin tak dirasakan gadis itu sangking terlalu bersemangat. Rasanya pasti perih, apalagi dengan debu yang menempel disana.

CELEBRITY :: parksungso [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang