"Argghhh!" Naya mengeluh karena suara berisik yang berasal dari lantai bawah. kupingnya terasa panas mendengar suara perdebatan di bawah sana. Baru beberapa jam mereka pindah ke rumah ini tapi rumah ini serasa sudah mau pecah karena keributan yang di buat oleh penghuni Nya.
Naya bangkit dari tidurnya, memakai kacamata, menguncir rambutnya asal lalu turun ke lantai bawah. Karena matanya tidak lagi bisa tidur di tengah kebisingan yang terjadi.
Di bawah ia mendapati adik dan ibunya sedang beradu mulut, lebih tepatnya ibunya sedang mengomeli adiknya Arkan, karena Arkan menjatuhkan Gucci kesayangan Ibu.
"Sudah berapa kali Ibu bilang, bawa dengan hati-hati. Tapi lihat yang kamu lakukan sekarang!" Dengan mata menyorot tajam ibu Mirna, Ibunya tampak memarahi Arkan.
"Arkan udah hati-hati, Bu. Gelas aja yang mau jatuh." Tegas Arkan membela diri.
"Ibu nggak lihat kehati-hatian mu, yang ibu lihat kamu membawanya sambil memainkan ponselmu."
Arkan seakan tak mau kalah dengan argumen ibunya, dan menjawab dengan berbagai alasan. Memang dasarnya Arkan tidak pernah mau di salahkan, bahkan ketika berbuat salah sekalipun.
"Itu Gucci kesayangan Ibu, kamu tahu. Pemberian dari orang yang mungkin nggak akan Ibu jumpai lagi." Ibu menatap sendu pada Guci yang sudah berderai karena ulah Arkan.
Sejenak Arkan tampak menyesal dengan perbuatannya, mendekati ibunya mengucapkan kata maaf dengan pelan. "Maaf, Bu. Salah Arkan bawa gucinya sambil mainin Handphone."
Ibu diam, tercenung sejenak entah apa yang di pikirannya. Melirik Arkan sejenak yang menatapnya dengan tatapan penuh penyesalan. Tanpa aba-aba Ibu melayangkan pukulan pada bahu Arkan.
Plakk!
"Aww.. Sakit, Bu," keluhnya.
"Tau sakit. masih lalai lagi, ga dengerin Ibu lagi!"
Arkan mengangkat tangannya memohon maaf dan berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi dan berjanji akan mengurangi uang jajan untuk bisa mengganti Gucci yang pecah tersebut.
"Sudahlah, Sudah hancur mau bagaimana lagi. Tapi Ibu tetap marah padamu karena ceroboh. Sekarang angkat kaki mu satu dan pegang kedua kuping mu. Itu hukuman dari Ibu."
Arkan tanpa banyak bicara menuruti perintah Ibunya. Hukuman Ibu adalah mutlak tidak bisa dibantah sama sekali. Sudah menjadi kewajiban jika anak-anak nya melakukan kesalahan. Maka, Ibu akan memberikan hukuman agar tidak lagi terulang kembali kesalahan yang sama. Peraturan itu sudah ada dari mereka kecil yang salah tetap mendapatkan ganjarannya tanpa membedakan. Bahkan saat Ibu salah pun ia akan menghukum dirinya sendiri. Ini menunjukkan bahwa tidak ada toleransi dalam kesalahan, bahwa berani berbuat maka harus berani mempertanggung jawabkan kata Ibu.
Saat Naya sampai di bawah dan melihat Arkan mengangkat satu kaki sambil memegang kedua telinganya, Naya tidak bisa menahan tawanya. Bersusah payah ia melewati Arkan tanpa menyemburkan tawa, pada akhirnya Naya tetap mengeluarkan tawa kecil. Arkan menahan kesal karena jelas kakaknya sedang meledeknya sekarang.
"Ini lagi!" Naya yang sedang minum menyemburkan air di gelasnya.
Ibu yang berjalan dari dapur menatap Naya garang. "bukannya bantu Ibu malah tidur sampai siang. Anak Gadis mana yang tidur sampai jam segini. Mau jadi apa kamu!"
Arkan meleletkan lidahnya saat marah Ibu berbalik pada Naya dan Naya berbalik menatap kesal. "Lelah, Bu." Naya memutar kursi untuk duduk.
Ibu menahannya "bantu Ibu sekarang!"
Naya mengeluh dalam hati, dengan berat hati Naya mengangkat kardus-kardus yang berisi barang-barang untuk kemudian disusun berdasarkan tempat seharusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ITS LOVE ?
RandomBinar Kinaya seorang siswi DHS yang jatuh hati pada sosok Shaka. Laki-laki ramah, baik, punya tatapan teduh dan laki-laki yang menolong nya di hari pertama di sekolah baru. Dari sinilah perasaannya tumbuh. Dan Arshaka Abrisham, laki-laki ramah,pinta...