03. Sekolah Baru dan kejadian memalukan

3 3 0
                                    

Setelah acara pengenalan diri aku melangkah menuju tempat duduk yang di tunjuk oleh pak Anggar, wali kelas 1A, aku duduk di samping seorang wanita berambut orange, ku tebak itu adalah wig yang sengaja ia pakai untuk menutupi rambut aslinya yang entah bagaimana bentuknya.

"Kinaya." Ucap ku memperkenalkan diri.

"Rashel." Katanya tersenyum ramah kepadaku. Dari sekilas aku menatap nya dia wanita yang modis terlihat dari penampilan nya yang tidak biasa, dan kalau boleh aku tebak lagi dia anak orang kaya terlihat dari tas branded yang terpampang di atas meja, meskipun aku tidak mengerti tentang fashion lebih jauh sedikit banyak nya aku tau mana yang asli dan mana yang kw. Jadi aku simpulkan tas Gucci itu adalah barang branded asli.

"Pindahan dari mana?" Tanya-Nya

Aku menyebutkan sekolah ku sebelumnya. selanjutnya ia bertanya alasan aku pindah, kenapa memilih sekolah disini, tinggal di mana? Aku menjawab sekenanya, Rashel orang yang cukup Kepo dari penilaian ku. Aku bukan orang yang sepenuh nya pendiam atau pemalu tapi untuk ukuran orang yang baru  dikenal tentu rasanya masih canggung. Tapi Rashel memecahkan kecanggungan itu bagi ku. Aku kira kami akan menjadi teman yang baik kedepannya.

Hari pertama di sekolah baru aku habiskan hanya berdiam diri di kelas, karena tiba-tiba saja perut ku rasanya kram seperti tumpukan tali melilit perut ku yang membuat ku tidak bergairah untuk menjelajahi sekolah baru ku ini.

Sebelumnya Rashel mengajak ku ke kantin bersama salah seorang temannya yang bernama Kinkaa, tapi karena alasan perut ku yang sangat sakit plus nyeri ini aku menolak ajakannya. Ia menyarankan aku untuk pergi ke UKS aku menggeleng "ini cuma nyeri haid, sudah biasa aku bisa mengatasinya." Jelas ku.

Ini hari pertama ku sekolah di sini, bagaimana bisa aku langsung terbaring di UKS pikir ku.

"Kalau ada apa-apa panggil kita ya." Ucap nya sebelum pergi dan akupun mengangguk mengiyakan.

Meskipun aku bilang aku bisa mengatasinya, namun rasa sakit ini benar-benar terasa sangat sakit. Seperti jarum yang di tusukkan ke dalam perut ku, nyeri. Aku meringis kesakitan menahan nya.

Kelas berikut nya aku memperkenalkan diri dengan bersusah payah menahan sakit dan nyeri ini. Sebisa mungkin aku menahan agar raut wajah ku tidak terlihat meringis menahan sakit. Benar-benar hari yang buruk bagi ku ketika harus menahan sakit setiap bulannya sebelum masa nya tiba.

Setelah kelas selesai aku melangkah mencari sosok Arkan, adik ku itu berbeda kelas dengan ku, dia baru menginjak SMA berdasarkan info darinya sekarang ia duduk di kelas 1B, aku akan menertawakan Nya karena mendapat kan kelas B sementara aku yang selalu ia ledekin karena otak ku tak sepintar otak nya bisa meraih kelas A, kelas predikat terbaik dalam angkatan.

Aku menyusuri koridor untuk mencari keberadaan kelas Nya. Ternyata sangat jauh jaraknya dari kelasku. Aku mengutuk diri kenapa tidak menyuruh Arkan saja yang menghampiri kelas ku. Berjalan menyusuri koridor yang di penuhi dengan kakak kelas yang tentu saja akan ramai karena ini sudah jam pulang, itu sangat memalukan. Aku baru menyadari setelah sampai di sini. Iya aku harus melewati kelas tinggi untuk sampai di kelasnya Arkan. Menyebalkan! Rutuk ku sendiri.

Diantara mereka mulai memperhatikan aku, memandang aneh lalu mereka tertawa, Aku merasa sedang masuk ke kandang singa.

Sepanjang aku berjalan selama itu mereka tertawa, ah aku mengingat mimpi ku tadi pagi aku melirik kebawah kedua sepatu ku sama persis artinya aku tidak salah memakai sepatu seperti dalam mimpi ku tadi pagi.

Masih terus berjalan meskipun mendengar tawa sumbang dari samping kanan kiri ku, melihat mereka menertawakan sambil melirik arah rok belakang ku, aku menyadari sesuatu. Oh Tuhannn ternyata hari ini dia datang, padahal prediksi ku akan datang beberapa hari lagi seperti biasanya. aku berusaha menutupi nya yang tentu saja itu sia-sia ku lakukan. tidak peduli dengan mereka aku ingin cepat sampai di kelas Arkan, ah kenapa koridor ini sangat panjang padahal aku merasa sudah setengah berlari. Tuhan aku sangat malu.

Tiba-tiba sebuah jaket di lilitkan pada pinggang ku oleh seseorang dari arah belakang, merasa terkejut aku berhenti dan mematung, siapa yang melakukan nya? Tidak mungkin Arkan dia tidak pernah membawa jaket ke sekolah dan bagaimana mungkin dia datang dari arah belakang ku sementara aku akan menuju kelasnya. Bodohnya aku masih berharap itu Arkan, mau di letakkan di mana wajah ini jika itu ternyata bukan Arkan.

Aku belum bisa melihat nya sampai sebuah bayangan itu menghampiri ku dan merangkul ku untuk berjalan. Aku hanya memandang siluet nya dari bawah tanpa berani menadahkan kepala.

Dari bayangan saja aku sudah tau itu bukan Arkan dan dia adalah seorang pria. Aku mencium parfum dengan aroma Citrus yang lembut namun menyegarkan dari pria di samping ku. Aku menyukai Nya. Aku masih belum sanggup mengangkat kepala ku, samar-samar ku dengar 'siapa? Pacarnya?'

Setelah keluar dari kerumunan orang dia melepas rangkulan nya dari pundak ku, aku pun memberanikan diri menatap nya.

Seketika aku terperangah menatapnya, wajah nya sempurna benar-benar sempurna. Aku benar-benar kehilangan kata-kata untuk mendeskripsikan kekaguman ku, sadarkan hamba Tuhan, jangan biarkan hamba berekspektasi dia adalah malaikat. Ini manusia, Tapi tidak kah dia terlalu sempurna untuk ukuran manusia?

"Tidak mau berterima kasih." Katanya  datar. Tapi suara itu sangat lembut terdengar di telinga ku.

Aku menetralkan kekaguman ku, meskipun aku sedikit gugup "te terima kasih." Ucap ku dengan terbata.

"Tidak masalah." Dia sedikit tersenyum yang membuat aku terhipnotis dengan lesung pipitnya, aku benar-benar sudah gila hanya karena senyuman kikir itu, kedua pipi ku sekarang aku tebak sudah merona.

Dia hendak melangkah pergi setelah aku tidak angkat bicara lagi, "jaket nya.." dalam keadaan seperti ini aku masih sepenuhnya sadar, jaket nya masih melilit di pinggang ku.

"Pakai aja." Kata nya singkat selanjutnya berlalu pergi begitu saja.

**

Naya benar-benar berang pada Arkan, setelah Naya bersusah payah mencari Arkan ke kelasnya hingga terjadi insiden yang memalukan itu, adik nya itu ternyata sudah pulang duluan tanpa menunggu Naya dan sekarang dengan santai bermain game di ruang tamu. Benar-benar adik tidak berperasaan rutuk Naya.

"Toh kan kakak udah pulang juga, nggak di culik juga kan." Ucap Arkan saat Naya mengungkap kekesalan.

"Siapa juga yang mau culik kak Naya." Sebelum Arkan melanjutkan kata-kata nya sebuah pulpen mendarat di kepalanya.

Belum puas Naya memukul Arkan dengan kemoceng sebelum itu Arkan sudah berlari menyelamatkan diri. Keduanya berlarian di ruang tamu, Arkan yang sangat gesit membuat Naya kesulitan mengejar Nya, tidak bisa memukul nya sedikit pun. Jadilah Naya melempar benda apapun yang dapat mengenai Arkan.

"Adik tidak tau diri kamu Arkan!" Rutuk Naya.

"Jangan harap aku akan mengampuni mu!"

"Kak Nay, kak Nay ini butuh penjelasan." Arkan berusaha menenangkan. Namun Atensi Naya terlanjur pada tahap emosi.

"Nayaaaa! Arkan!" Suara bariton itu sangat nyaring, siapa lagi yang punya suara keras dan menggelegar itu jika bukan ibu nya.

"Apa yang kalian lakukan!" Melihat barang-barang yang berserakan di lantai mulai dari bantal dan buku-buku yang berserakan membuat raut ibu Nya merah padam, seperti akan meledak sebentar lagi jika Naya dan Arkan tidak bisa menyiramnya.
Tamatlah riwayat mereka jika sudah berurusan dengan ibu.

..

ITS LOVE ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang