Part 12

0 1 0
                                    

Tanpa sadar aku menabrak seseorang saat berputar kedepan, untung saja seseorang tersebut menggenggam erat tanganku sebelum tubuh ini menghantam jalan yang keras.

Namun saat aku mendongak, mata ku membulat sempurna melihat siapa pria yang ada di hadapanku saat ini

Aku berdiri kikuk baru kali ini melihat pria di hadapan ku ini di luar sekolah, berpakaian santai dengan celana selutut dan hodie yang dipakai sampai menutupi kepalanya. Sehingga kulit nya yang putih terlihat kontra dengan pakaian nya yang berwarna gelap, Terlihat keren batin ku. Sementara tangannya menenteng kantong kresek yang ku yakini berisi barang belanjaan dari supermarket yang berada ujung jalan.

Mengerjap cepat aku kembali pada kesadaran ku. "Maaf, kak." Aku membungkuk meminta maaf karena sudah menabrak Nya.

Kak Arza memerhatikan penampilan ku sekilas "ternyata ada manusia lebih tangguh dari ayam." sejenak aku bingung dengan ucapannya. "Bahkan Ayam tidak berjalan tanpa alas kaki pada malam hari." sindir nya.

Aku terkesiap, menunduk dan melihat kedua kakiku yang telanjang tanpa alas kaki. Aku sangat malu. Semua gara-gara Arkan, karena terlalu emosi mengejar Arkan aku lupa tidak memakai alas kaki sama sekali.

"Itu.. aku sedang mengejar adikku yang berulah, aku lupa tidak membawa sendal." Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, merapat kaki dengan rasa malu.

"Memang adikmu bocah yang harus dikejar?"

"Umur Nya bukan lagi bocah tapi tingkahnya melebihi bocah." gerutu ku.

Dia terkekeh pelan "apa kaki mu tidak sakit?"

Aku menunduk melihat kaki ku yang telapaknya sudah kemerahan karena menginjak jalanan yang keras bahkan berlari sekian lama. Merutuki diri kenapa mengejar Arkan sampai tidak memerhatikan diri sendiri. Bukan hanya sakit tapi juga malu.

Sejenak kami berdiri berhadapan dengan rasa canggung. Tanpa di duga kak Arza meraih lenganku dan menuntun ku pada sebuah kursi tidak jauh dari kami berdiri.

Aku mengikuti langkah nya dan duduk di kursi di sebelah nya dengan canggung.

"Kaki mu memerah." kak Arza melihat ke arah kaki ku.

"Ah, Iya." Aku meringis melihat kaki ku yang memerah.

"Jika kamu berjalan lagi, aku yakin kaki mu akan kebas."

"Tidak apa, kak. di rumah nanti aku kompres dengan air panas."

Aku melihat nya melepas sandal miliknya "pakai lah." perintahnya.

Aku yang merasa tidak enak menolak dengan halus, bagaimana mungkin aku memakai sendal miliknya sementara dia akan bertelanjang kaki menggantikan ku.

"Rumah ku dekat, Pakai atau kaki mu kebas dan tidak bisa berjalan esoknya." Ia berdiri setelah menyerahkan sendal miliknya padaku. Tanpa menunggu persetujuan ku kak Arza sudah melangkah pergi tanpa mengindahkan protes ku.

Dengan terpaksa aku memakai nya, Sendal kulit yang empuk itu terasa nyaman di kaki ku. Dari jauh aku memanggilnya, kak Arza menoleh "terima kasih, kak. Besok saya kembalikan."

"Tidak usah, buang saja." balasnya datar kemudian melangkah pergi semakin jauh ke arah sebuah belokan.

Yang membuat aku tidak percaya adalah ternyata kami satu kompleks, anehnya aku tidak pernah melihatnya selama ini atau aku yang kurang memerhatikan lingkungan ku?

**

Minggu pagi aku sudah menunggu di sebuah halte, tampak ramai karena akhir pekan biasanya orang akan pergi ke tempat perbelanjaan atau tempat hiburan menikmati akhir pekan yang selalu di nanti oleh para pekerja maupun pelajar seperti ku. Di tempat aku duduk di dominasi oleh orang-orang paruh baya hanya satu diantaranya anak kecil berumur sekitar 6 tahun. Dia tersenyum pada ku dan aku membalas senyum nya.

ITS LOVE ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang