Rencana

895 40 0
                                    

"Semuanya ga nyata kan, Tras?" tanya Nita.

Mendengar pertanyaan kecewa mamanya. Antras menatap bulan yang terlihat setengah dari balkon kamarnya. Antras memang tinggal di rumah yang dulu di tinggali oleh papa dan mamanya.

Namun semenjak papa meninggal dan mama menikah dengan Wira. Antras tinggal sendiri di sini. Sudah satu tahun lamanya sejak kejadian itu. Setelah kejadian dengan Intan.

"Nyata." jawab Antras menatap bulan tajam. Menatap seakan-akan tatapan matanya bisa mengulang waktu dan bisa merubah takdirnya.

"Mama ga pernah ajarin kamu kayak gini Antras. Kamu lelaki brengsek! Siapa? Siapa perempuan itu?" tanya Nita lirih di belakang Antras.

"Dia perempuan tak berdosa yang sudah ku renggut kesuciannya. Dia perempuan pertama yang aku ucapkan maaf setelah mama. Aku baru tahu beberapa hari yang lalu. Kalau dia ibu dari anakku. Mama tau? Namanya Intan. Intan Antari. Sang pemilik hati tabah. Awalnya Antras ga percaya. Sampai pada kemarin di sekolah. Dia di bully ma. Di bully karena kesalahan Antras. Memang dua tahun lalu Antras ngelakuin itu karena obat." jelas Antras panjang lebar.

"Du-dua tahun lalu? Waktu papa kamu masih hidup? Papa kamu pasti kecewa." kata Nita menatap Antras kecewa. "Tapi mama bisa apa? Mama cuma mau kamu bertanggung jawab atas kesalahan kamu Antras." pinta mamanya.

Lemah. Antras memang lemah kalau sudah menyangkut nama papanya. "Akan. Tapi setelah Antras lulus sma. Sepertinya dia di keluarkan dari sekolah. Dia tak sekolah tadi. Dan antras mendengar kabar itu dari Kornelius. Antras datang ke rumahnya. Tapi tidak masuk. Hanya mengamati." kata Antras mengalihkan tatapannya dari bulan ke arah mamanya yang sudah ada di sebelahnya.

"Anak Antras laki-laki ma, dia memberinya nama Inras, Intan dan Antras. Karena dia sudah tau kalau aku adalah ayah dari anaknya. Dia tidak meminta pertanggung jawaban dariku ma, dia diam. Karena Manda. Gadis yang mencintaiku, kupikir dia hanya terobsesi. Ma." kata Antras berlutut di akhir kata sembari menatap mamanya sendu.

"Bantu Antras untuk mengatakan padanya. Pada keluarganya. Antras pasti akan bertanggung jawab. Tapi tidak sekarang. Dua bulan lagi. Antras janji akan menikahinya. Tinggal waktu dua bulan lagi Antras lulus. Sebelum acara perpisahan. Antras sudah akan menjadi suami dari Intan Antari." kata Antras memegang tangan sang mama erat.

Nita tertegun. Dia tau bagaimana anaknya. Antras jarang berkata-kata panjang kecuali itu menyangkut hal penting. Dan sekarang? Ia melihat putranya bersungguh-sungguh.

"Antras, mama bantu. Tapi Antras janji sama mama, demi papa dan anak kamu. Kamu harus bertanggung jawab dengan menikahinya apapun resikonya. Jadilah seperti papamu. Selalu sabar. Dan memaafkan segala kesalahan mama dulu. Dan mungkin sampai sekarang." pinta Nita meminta Antras untuk berdiri.

"Ma, Antras kangen papa." kata Antras menatap bulan lagi. Yang kini sudah terlihat bulat. Awan mendung menutupi setengahnya tadi.

"Mama tau, ayah Wira ga bisa gantiin posisi papa kamu. Tapi dia beneran sayang sama kamu Antras. Bisakah kau terima dia menjadi ayahmu? Setidaknya jangan mengabaikannya." pinta Nita tulus, menatap putra semata wayangnya.

"Antras, ga janji ma. Tapi akan ku coba." jawab Antras setelah hampir 30 detik diam saja mencari kata.

"Ya udah. Besokkan tanggal merah. Kita datangi keluarganya. Guna melamar Intan. Sekalian jujur Antras." kata Nita menatap Antras yakin. Yang hanya di balas senyum tipis. Sangat tipis. Jika saja bulan tak memancarkan sinarnya tak terlihatlah senyuman itu.

"Mama, keluar dulu. Kamu cepetan turun, makan malam udah di siapin sama bibi." pamit Nita.

"Hmm." jawab Antras pendek.

Hanya Aku Yang Tahu. [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang