"Gimana, Tante? Ada revisi lagi nggak?"
Lusi menempelkan ponsel di telinga, sembari berbaring miring. Kedua saudaranya-Desi dan Sari-sudah terlelap di ranjang mereka, ranjang bertingkat tiga yang bagian paling atas kosong karena dulu pemiliknya adalah Rena. Sedangkan Ela yang menempati ranjang di atas punya Lusi, sedang keluar bermain dengan Zia, adik mereka yang masih kecil. Dulu Lusi menempati bagian paling atas yang sekarang juga kosong. Tapi karena Lili sudah pindah tinggal bersama suaminya, Lusi menempati bekas Lili-ranjang paling bawah.
Malam ini, Lusi baru menyelesaikan desain cover yang dipesan oleh seorang penulis di bernama Princessa, atau yang kini lebih ia kenal sebagai Bita. Ya, Bita istrinya Bian, yang Lusi panggil 'Tante', sedangkan istri-istri para abang lainnya ia panggil 'Kak'. Princessa adalah salah satu penulis yang selalu memakai jasa cover Lusi setiap kali ingin menerbitkan buku. Melalui Princessa juga, nama Lusi jadi cukup terkenal di kalangan penulis yang bernaung di bawah Starlight Publisher. Hal yang sangat disyukuri Lusi karena ia akhirnya direkrut sebagai pembuat cover freelance di penerbitan itu.
"Udah bagus semua. Tahu sendiri kan saya selalu cocok sama desain kamu? Kamu selalu bisa bikin cover sesuai mau saya."
"Makasih, Tante." Lusi mengulum senyum, mendengar bagaimana antusiasnya Bita memuji. "Kalau gitu, nanti file-nya aku kirim ke surel ya."
"Siap." Lalu terdengar suara percakapan di seberang sana sebelum Bita berbicara, "Ini Kia mau ajak kamu makan malam sama keluarga besar kami. Besok malam. Bisa kan?"
Lusi mengerjap. "K-keluarga besar?"
"Iya. Orang tua kami sangat ingin ketemu sama adik angkatnya Panji dan Kia. Mau ya?"
Lusi menghela napas. "I-iya, Tante."
"Syukurlah kalau begitu. Sekarang kamu tidur, ya. Jangan begadang terlalu malam."
"Iya, Tante."
Setelahnya, sambungan telepon terputus. Lusi kembali mengembuskan napas berat, membuka beberapa pesan Whatsapp yang baru masuk ke nomornya.
Om Panji
lusi besok mlm ada waktu? mama masak kesukaan lusi
Dan ternyata benar apa yang tadi dikatakan Bita, bahwa ibu dari Panji ingin bertemu dengannya. Ada satu alasan kenapa Panji dan para abang yang lain sedikit lebih mengistimewakannya dibanding anak-anak lain di panti. Karena Aditama, ayah kandung Lusi, adalah sahabat SMA orang tua mereka. Mengetahui bahwa Tama meninggal karena kecelakaan bis naas, membuat orangtua para abang sangat bersedih. Mereka jadi memperlakukan Lusi seperti anak sendiri.
Awalnya Lusi khawatir ada yang salah sangka karena Panji yang dingin, datar, irit bicara serta cuek dengan sekitar itu terlihat begitu mempedulikannya. Terlebih, ia takut dianggap orang ketiga dalam rumah tangga Panji dan Kia. Tapi setelah mendengar penjelasan dari mulut Kia sendiri, Lusi jadi paham. Panji memperlakukannya dengan sangat baik, karena merasa senasib. Orang tua kandung Panji juga mengalami hal yang sama seperti orang tua Lusi, meninggal karena kecelakaan transportasi. Karena itulah Panji menganggapnya adik.
Setelah membalas pesan Panji, pandangan Lusi terfokus pada pesan dari Irene yang baru saja masuk. Sebuah pesan suara dan ... share lokasi? Lusi mengernyit. Meski begitu, ia tetap memutar pesan suara itu.
"Lus, tolongin gue. Kak Jef marah karena mergokin gue nugas berdua sama Robi tadi sore. Dia jadi nyeremin, Lus. Gue dibawa paksa ke apartemen dia. Gue lagi di toilet pas kirim chat ini. Lo bisa ke sini kan? Cuma lo yang bisa gue andalkan. Kakak sama ortu gue nggak jawab telepon. Gue takut diapa-apain sama Kak Jef. Serius, gue takut banget. Tolongin gu ... i‐iya, Kak, bentar!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story (On Going)
Historia CortaHanya berisi cerita-cerita pendek berbagai tema. Berasal dari ide-ide random yang sayang jika dibuang, tapi aku belum punya waktu untuk menulisnya dalam bentuk panjang. Kadang publish tamat, kadang hanya preview PDF. Silakan dibaca untuk mengisi ke...