Asmaradhana 1
"Ma, tangkap!"
Menoleh terkejut, aku spontan menengedahkan kedua tangan dan menangkap benda yang dia lempar. Bola matanya berkilat sebelum dia tertawa sambil mengacungkan ibu jari.
"Mantap!"
Aku mendengus. "Untung gitarku nggak jatuh. Kalau sampai kejadian, aku nggak akan sungkan buat habisin kamu. Itu jauh lebih mantap!"
Bukannya merasa bersalah, kini dia malah mengeraskan tawa hingga matanya hanya tersisa segaris. Sebuah ceruk kecil muncul di pipi kiri, membuatnya terlihat semakin tampan. Mengalihkan perhatian darinya, aku menatap benda yang tadi dia lempar. Sebuah kotak kardus kecil berisi bola-bola cokelat green tea dengan taburan sprinkle di sekelilingnya. Aku langsung mencomot satu dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Enak?" Tiba-tiba saja dia sudah mendekat, membungkuk dan merangkul bahuku dari samping.
"Kapan sih, cokelat nggak enak?" balasku sambil kembali memakan satu butir lagi.
"Ma, aaa ...."
Tanpa keberatan, aku menyuapkan satu butir cokelat itu ke dalam mulutnya. Senyum geliku terbit melihatnya mengunyah sambil mengerutkan kening. Setelah itu lidahnya mengecap-ngecap.
"Nggak enak banget."
Aku tertawa. "Lagian udah tahu nggak suka green tea, masih aja minta."
Dia mengerucutkan bibir, kemudian duduk bersila di lantai, tepat di depanku. Tangannya meraih gitar yang tadi kugeletakkan di sofa, lalu memainkannya.
Oh mengapa~
"Stop!" Dari belakang, aku membungkam mulutnya dengan telapak tangan.
Dia menepis tanganku dan berdecak. "Aku mau nyanyi."
"Aku nggak mau nyakitin kupingku."
"Jahat kamu, Ma."
"Lebih jahatan kamu kalau tetep nyanyi, Dhan."
Aku hanya tertawa ketika dia mengubah posisi menjadi menghadapku, kemudian meletakkan gitar di atas pahaku.
"Nggak asyik ah!"
"Manusia kan emang nggak sempurna, Ardhana." Aku menepuk-nepuk bahunya. "Suara sama muka kamu itu nggak sejalan. Kamu harus terima dengan lapang dada."
Dia malah senyum-senyum sambil meninggikan badan dengan bertumpu kedua lutut. "Berarti kamu mau bilang walaupun suaraku merusak telinga, mukaku ganteng, ya?"
Aku membalas tatapan matanya di jarak dekat begini. "Iya, kamu ganteng."
Sudut bibirku terangkat ketika melihat kedua daun telinganya memerah.
"Nggak seru, harusnya kamu yang salting!" gerutunya.
Tertawa, aku mendorongnya menjauh. "Lagian, Tuan Playboy kok saltingan."
"Aku salting cuma sama kamu."
"Nah itu, ngapain salting ke aku? Giliran sama para penghuni asrama putri kamu aja, nggak salting. Aturannya kan kamu udah terbiasa sama aku."
Dia berdiri dan menatapku dalam diam. "Mantan-mantanku nggak ada yang kayak kamu."
"Iyalah. Mana ada cewek sekuat aku yang nggak pernah baper sama kelakuan seorang Dhana?"
Dia berkacak pinggang. "Halah, dulu kamu juga baper tuh."
"Jaman aku masih polos dan naif, sampai bodohnya mau di-PHP sama playboy kayak kamu. Untung aku cepet sadar."
Dia menipiskan bibir dengan mata menyipit. "Sekarang aku udah nggak playboy."
"Halah baru setahunan ini. Sebelum-sebelumnya juga ganti cewek kayak ganti baju."
Dia menatapku kesal, kemudian membalikkan badan.
"Mau ke mana?"
"Asmara, kini tlah menyakitkanku!"
Dia malah menjawab dengan sebuah lirik lagu. Sambil teriak-teriak, lagi. Aku hanya terbahak menanggapi kelakuan manusia satu itu.
"Friendzone terus sampai mampus!"
Suara itu membuatku menoleh. Terlihat Loka, adik laki-lakiku, melemparkan senyum meledek.
"Berisik!"
Aku melempar bantal sofa ke arah bocah SMA itu, yang langsung ditangkis dengan mudah. Menyebalkan!
***
Sesuai keterangan di atas, ini cuma preview ya. Aku cuma publish 3 bab di sini hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story (On Going)
ContoHanya berisi cerita-cerita pendek berbagai tema. Berasal dari ide-ide random yang sayang jika dibuang, tapi aku belum punya waktu untuk menulisnya dalam bentuk panjang. Kadang publish tamat, kadang hanya preview PDF. Silakan dibaca untuk mengisi ke...