Banyak orang yang bilang kalau kehidupan itu menyenangkan. Hanya karena mereka mungkin berpikir setelah ada masa sulit pasti akan terlahir kebahagiaan, dan begitu juga sebaliknya.. seperti---roda yang berputar.
Aku selalu bertanya pada diriku sendiri, haruskah aku menganggap kehidupan yang kujalani seperti itu juga? Aku bahkan tidak tau hidupku ini akan berakhir seperti apa.
Awalnya aku berpikir kalau pada akhirnya aku pasti akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik, seperti apa yang kakek selalu katakan dulu.
Sejak kecil aku selalu sendiri, tapi saat besar nanti aku pasti akan menemukan kebahagiaan bersama keluarga baruku.
Tapi masalahnya, aku tidak yakin kalau aku akan bisa merasakan hal itu.
Disaat aku hampir merasa tiba saatnya waktu itu akan terjadi, disaat aku hampir berhasil menggapai kebahagiaan itu, rasanya dalam sekejap semesta langsung mengambilnya, dan aku mengalami hal itu sebanyak tiga kali.
Pertama.. saat Tuhan mengambil kakek ku untuk pergi ke surga disaat aku baru saja hampir menyelesaikan pendidikanku di Hogwarts. Kedua... Saat aku tau kalau aku tidak akan pernah bisa hidup bahagia dengan orang yang kusayangi. Ketiga... Saat aku harus rela kehilangan sosok Ibu untuk yang kedua kalinya.
Saking sudah terbiasanya, aku sampai tidak bisa lagi mengekspresikan kemarahan dan rasa kecewaku.
Terbesit dalam benakku... haruskah aku pergi meninggalkan dunia ini saja? Pergi ke kehidupan lain sehingga aku bisa bertemu Ibu dan kakek ku. Mungkin aku akan merasa lebih bahagia jika bisa berada disana.
Tapi, kemudian aku berpikir lagi, haruskah hal itu kulakukan? Apakah Ibu dan Kakekku akan senang jika aku melakukan hal tidak terpuji seperti itu?
Kulangkahkan kakiku menelusuri jalanan kota yang sangat sepi. Hujan turun dengan deras dan aku berjalan dengan ditemani payung yang kupegang dengan erat.
Setelah kejadian itu, aku dan Draco belum berbicara lagi. Aku tau ini sangat berat bagi kami berdua.. hati kami sama-sama hancur. Aku sadar kalau aku tidak boleh egois dengan merasa paling terpukul, karena aku tau dia juga pasti sama terlukanya denganku.
Sejujurnya, Draco berusaha untuk mengajakku bertemu dan berbicara, tapi aku masih belum mau.
Atau mungkin tidak akan pernah mau.
Setelah semua yang terjadi, aku tidak bisa memandang Draco dengan cara yang sama.
Tidak setelah aku mengetahui semua kebenarannya.
Alasan aku tidak ingin bertemu dengan Draco bukan karena aku membencinya, bukan juga karena aku tidak lagi mencintainya.
Tapi karena.. aku tidak tau lagi harus berbuat apa.
Aku marah pada diriku sendiri, atas apa yang sudah kulakukan.
Seharusnya dari awal aku tidak memendam perasaan lebih pada lelaki itu. Seharusnya sejak dulu aku bisa membuka mata dan sadar kalau ternyata Ibuku masih hidup. Jika saja aku bisa bertindak lebih cepat, mungkin saat ini aku masih bisa memeluk Ibuku.
Apakah kalian tau, bagaimana rasanya saat mengetahui bahwa ternyata Ibu kalian masih hidup setelah tidak pernah bertemu dengannya sejak kau lahir?
Apa kalian tau, bagaimana rasanya menyukai lelaki yang ternyata dulu pernah menjalin hubungan dengan Ibu kalian sendiri?
Apa kalian tau, bagaimana rasanya kehilangan sosok Ibu yang begitu kalian dambakan kehadirannya sejak dulu?
Rasanya bahkan aku tidak bisa lagi mencerna semua hal yang sudah terjadi dalam hidupku.
Dan air mataku kembali menetes setiap kali aku memikirkan semua itu.
Rasanya aku ingin menjatuhkan payung ini dan membiarkan setiap tetesan air hujan membasahi tubuhku.
Aku bahkan menolak melihat air mataku terus mengalir sekalipun aku tau aku tidak bisa menyaksikannya.
Hatiku benar-benar hancur.
Sangat hancur.
Sampai rasanya air mata saja belum cukup untuk bisa menggambarkan perasaan hatiku saat ini.
Sejujurnya aku juga merasa sangat khawatir.
Bagaimana kondisi Draco saat ini?
Apakah dia baik-baik saja setelah harus kembali kehilangan Ibuku?
Aku tau apa yang ingin Draco sampaikan, tapi aku sadar kalau aku tidak boleh sampai mendengarnya.
Aku tidak mau merasa bersalah lagi pada Ibuku, hidupnya sudah terlalu hancur hanya karenaku.
Aku harus bisa merelakan Draco meskipun aku tau aku tidak akan pernah bisa melupakannya.
Aku sudah berjanji pada Ibuku untuk tidak pernah menjalin hubungan lagi dengan Draco dan pergi bersamanya ke luar negeri untuk memulai hidup baru.
Tapi.. kenapa semua harapan itu harus sirna? Apakah itu karena Tuhan membenciku?
Dengan langkah gontai aku akhirnya berhasil sampai ke tempat yang kutuju.
Membeli beberapa obat dan alat medis yang kubutuhkan.
Kini aku hanya tinggal sendiri di rumah peninggalan kakek, sementara Draco sudah kembali ke rumahnya sendiri.
Setelah selesai, aku pun kembali ke rumah. Menyimpan payungku di depan pintu dan masuk kedalam rumahku. Mengamati setiap isinya dengan teliti.
Membayangkan kalau dulu Ibuku juga pernah membuat berbagai kenangan di rumah ini membuat hatiku rasanya sesak.
Aku juga ingin merasakan kehangatan rumah ini bersamanya.
Impianku untuk tinggal berdua di rumah ini bersama Ibuku tidak akan pernah bisa tercapai.
Setelah berganti baju dan meminum obat, aku pun mengambil alat yang tadi kubeli. Memakainya sesuai dari anjuran dokter.
Aku mencoba menenangkan pikiranku, berusaha berpikir positif dan menunggu.
Setelah aku melihat hasilnya, rasanya jantungku jatuh dari tempatnya.
Ya Tuhan... Apa yang harus kulakukan sekarang?
Kenapa rasanya cobaan lagi-lagi datang menghantui ku.
Sebenarnya apa salahku? Kenapa aku harus kembali di tempatkan pada pilihan yang sulit?
Tatapanku bahkan tidak bisa terlepas dari alat panjang kecil berwarna putih itu.
Sekelilingku rasanya berputar, kepalaku terasa begitu pening begitu melihat hasil yang ada di dalam alat itu.
Aku Hamil.
***
Neks part end 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
My Handsome Daddy • [Draco malfoy] ✔️
Fanfiction•finished• •dia sangat menyayangiku, dan dia selalu mengabulkan semua yang aku inginkan• -Athena Isabelle- ♪♪♪♪♪♪ •dia gadis kecilku, dan hanya aku yang bisa memilikinya• -Draco Malfoy-