BAB 2

914 95 38
                                    


Kantin-kantin fakultas terasa ramai saat minggu pertama masuk setelah libur semester seperti saat ini. Gerai bakso, gerai soto, nasi ayam, nasi uduk ramai akan mahasiswa kang makan yang sudah rindu dengan masakan ibu kantin. Banyak mahasiswa luar kota yang berjejer berbaris mengambil makanan pesanan nya dan berseda gurau bersama dengan teman-teman terdekat nya.

Tak terkecuali Jani, Duduk bersama Dikta dan teman-teman lainnya sambil menikmati semangkok bakso kampus di bawah rimbun nya pohon beringin. Suasana sejuk menambah kenikmatan yang tiada tara, terlebih bagi Jani yang telah maraton setengah kilo meter tadinya.

"Seriusan lu, Jan?" Pekik salah satu temannya, sesaat setelah Jani menyelesaikan kalimatnya yang dipenuhi cerita kepahlawanannya itu.

"Gila sih, Pacar aku baik banget. Udah bisa menyelamatkan hidup orang lain." Ucapan Tio yang dihadiahi sorot mata tajam dari Jani.

"Bisa nih menyelamatkan hidupku nantinya, Ya kan?"

Godaan meluncur dari bibir Satya, yang bersiap mengambil duduk tepat disamping Jani, ia adalah seorang ketua angkatan. Bapak dari anak-anak jurusan Bahasa Indonesia angkatan 2020. Banyak disegani mahasiswa baru maupun seumurannya. Bukan karena prestasi akademik yang gemilang, melainkan wajahnya yang lebih matang dari teman seusianya menjadikan dia bapak-bapak beranak delapan puluh tiga.

"Kalian berdua bisa diem gak sih? Ribut aja soal Jani." Kalimat penuh perintah akhirnya keluar dari mulut Dikta yang sejak tadi duduk didepan Jani.

"Pawang nya marah gaiss," Seru Satya sambil berlalu membawa sendok yang entah sejak kapan sudah berada di genggamannya.

Jani yang paham akan situasi ini segera menutup mangkoknya dengan kedua tangannya, Alhasil bulatan daging milik Tio menjadi santapan empuk Satya.

"Duit mu kemana sih, Sat? Hasil Ngepet kurang?" Sentak Tio yang kehilangan salah satu belahan jiwanya bernama bakso itu.

"Belum di transfer sama emak, Ti. Minta dikitlah gitu aja marah-marah." Bujuk Satya dengan rupa memelas yang jujur sangat tak cocok dengan wajahnya.

"Masalahnya baru hari ini aku doyan makan, kenapa kamu habisin juga sih Sat! Heran bener sama rupamu itu."

"Minta bakso sebiji aja sampe rupa segala, gak jadilah aku Ti." Ujar Satya pura-pura ngambek pada Tio yang semakin jengkel menatap kehadirannya.

"Yaudah makan gih, Kasihan liat orang miskin macam gini" Jawab Tio seraya menyodorkan Mangkok bakso yang masih penuh itu.

"Nah, Gini dong. Terimakasih Pangeran ku!" Satya berucap dengan sangat antusias lengkap dengan sepasang mata yang berbinar.

"Jijik sumpah!" Ceplos Jani menimpali ucapan yang dilontarkan oleh Satya barusan,

Tio yang sudah kebal dengan kalimat menjijikkan dari Satya tak mengidahkan hal itu. Memutar mata malas, seraya menyeruput es cendol buatan ibu kantin sejuta umat. "Nanti Cendol nya pesenin satu sekalian ya, Ti."

"Mripatmu kuwi! Dadi manungsa kok maruk tenan. Ealah Sat!"

"Hahaha, Katanya Pak Kewirausahaan kemarin minimalkan modal, raih untung sebesar-besarnya. Bukankah ini salah satu implementasinya?" Satya mencoba melucu dengan dahlil ala kadarnya.

Jani hanya tertawa melihat interaksi dari kedua teman koplak nya ini, "Ya kali, Aku kere kamu kaya dong bos ku."

"Nah itu cita-cita ku. Membuat anak Bupati kaya menjadi kere selamanya!" Tawa menggelegar dari mulut Satya sambil mengunyah bakso hasil palakan dari Bestie nya itu.

ℍ𝕒𝕚, ℙ𝕒𝕜!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang