BAB 33 [END]

915 50 14
                                    

Pagi hari yang indah kembali datang. Cuaca cerah kembali tergambar di awal tahun yang bahagia ini. Senyuman orang-orang yang berlalu lalang nampak sangat bahagia. Pasal nya mereka dapat bertemu dengan sanak keluarga dan orang-orang yang tercinta sungguh suatu hal yang sangat di idam-idamkan semua orang.

Tiga hari telah berlalu, sejak hari itu Jani memutus kontak antara diri nya dan Pak Dana. Jani memilih mundur atas apa yang terjadi. Jani tak kuat jika harus mendengar ucapan itu di kemudian hari. Dengan berbekal koper dan tiket yang di genggam nya, Jani akan kembali ke Bandung. Menyanggupi kepindahan tugas nya kembali. Kembali menata hati, kembali bertemu dengan udara Bandung. Berharap bisa melupakan Pak Dana yang sejak awal memang tak di takdirkan untuk nya.

"Kamu beneran mau kembali ke Bandung, Nduk?" Suara Ibu terdengar sambil merapikan koper milik Jani. Bertanya dan berusaha mencegah putri nya untuk pergi.

"Beneran, Bu. Bahkan surat dinas nya udah Jani pegang ini." Jawab Jani sambil menunjukkan selembar kertas berlogo sekolah swasta Bandung itu.

"Tanpa menunggu Le Dana?" Tanya Ibu lagi.

Jani hanya mengangguk, memalingkan wajah nya. Berusaha untuk tegar menyembunyikan air mata yang sejak beberapa hari di tahan nya itu. Jani memilih diam tak mengatakan apapun. Jani merasakan tangan yang merangkul nya dari samping, dilihat nya sang ayah yang sudah tersenyum dengan manis di dekat nya.

"Ayah percaya sama Jani. Mungkin ini jalan hidup mu, Nduk. Jangan membuat hati mu terluka terlalu lama. Lepaskan jika itu bukan untukmu."

Jani yang memang sudah cengeng beberapa hari ini hanya mampu memeluk sang ayah tanpa suara. Pertahanan yang sudah dia bangun sejak tadi benar-benar runtuh. Nyata nya melepaskan Pak Dana lebih berat dari kesakitan nya.

"Terima kasih ayah sudah selalu mendukung Jani." Guman Jani di tengah tangisan nya.

Setelah menangis kurang lebih lima belas menit, Jani kembali tersenyum. Kendati senyum palsu yang ditunjukkan nyata nya Jani merasa itu hal yang biasa saja. Jani akan melupakan semua kenangan itu. Perasaan yang bertahun-tahun saja bisa dilupakan, mengapa yang hanya beberapa bulan tak bisa? Jani berusaha meyakinkan diri sendiri.

"Kamu berangkat naik apa? Mas azam sedang mengantar sayur." Tanya ayah nya sambil mengantar Jani ke halaman rumah nya.

Belum selesai ayah nya bertanya, dengan sigap sebuah mobil berplat AD XXXX itu memasuki rumah Jani. Jani tersenyum, "Itu yah, Jani sudah pesan Grab tadi." Ujar Jani menunjuk mobil yang berhenti di depan nya.

Ayah dan ibu nya mengangguk. Kedua nya memeluk Jani secara bergantian.

"Hati-hati ya, Nduk. Kabari ibu kalau udah sampai sana." Pesan sang ibu sambil melepas pelukan pada Jani.

Jani berbalik dan masuk ke mobil itu. Bunyi klakson dan lambaian tangan dari orang tua nya mengawali awal tahun yang akan menguras tenaga. Sekali lagi dalam hidup nya, Jani harus pergi meninggalkan rumah dengan perasaan yang terluka karena seorang lelaki.

Selepas kepergian Jani untuk menata hati nya. Kedua orang tua nya berbalik hendak masuk ke dalam rumah. Namun langkah nya terpaksa berhenti berkat bunyi klakson yang mengagetkan mereka. Seorang dengan setelan berwarna abu turun dari sebuah mobil range over berwarna hitam itu. Dengan langkah tergesa lelaki itu mendekati ayah dan ibu Jani.

"Assalamualikum ayah, Ibu." Sapa Pak Dana sambil salim pada kedua orang tua yang menatap nya penuh keterkejutan.

"Waalaikumsalam, Le Dana." Suara ayah yang pertama kali terdengar menyambut kedatangan Pak Dana. Sang ibu juga ikut berucap namun nyaris tak terdengar.

ℍ𝕒𝕚, ℙ𝕒𝕜!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang