BAB 14

328 50 5
                                    

Cahaya bulan dan bintang menghiasi malam yang bagi Jani cukup bersejarah ini. Pasalnya sang kakak yang tak pernah sekali pun menyinggung soal perempuan, tiba-tiba datang ke rumah dengan menggandeng tangan seorang gadis. Senyum tercetak jelas di wajah kedua orang tua Jani. Tiga puluh tahun usia Saka akhirnya mau membawa calon menemui keluarga, setelah konflik tiga tahun yang lalu.

Saka yang pernah akan menikah dahulu, harus menelan pil pahit. Pasalnya sang calon istri pergi mengejar lelaki lain. Sedikit trauma yang di rasakan Saka, namun ntah mengapa kali ini kakak Jani berhasil melawan ketakutannya untuk tidak menikah. Mungkinkah ini yang dinamakan jodoh? atau mungkin inilah takdir yang Tuhan berikan untuk sang kakak? Terlepas dari semua itu Jani merasa sang kakak benar-benar tulus kali ini.

Saat ini, dengan senyum malu-malu kedua nya duduk di hadapan sang Ayah. Kali ini sang ibu juga sudah berpakaian rapi. Jani yang sejak tadi tersenyum tak pernah melepaskan tatapan dari gadis itu.

"Jadi ada apa Saka?" Ucap Ayah mengawali pembicaraan malam ini.

"Saka mau mengenalkan pacar Saka ke keluarga kita, Yah." Jawab Kak Saka dengan mantap, tanpa ada sedikit pun rasa takut di hadapan sang ayah itu.

"Hanya mengenalkan saja?"

Saka bingung dengan ucapan sang ayah, kemudian segera mengangguk sebagai jawaban yang ia berikan.

"Wah, bawa pulang aja. Anak orang cuman kamu kenalin ke keluarga kita apa untungnya?"

"Maksud Ayah?"

"Ayah cari mantu bukan cari pacarmu!"

Saka yang sejak tadi tergugup akhirnya mengangkat suara, "Saka akan menikah bersama Niken."

Ayah masih menunjukkan raut muka sangar nya. Sedangkan ibu terlihat menatap ku dengan senyum mengembang di wajahnya. Jani yang memang sejak tadi bungkan, diam-diam memperhatikan calon kakak iparnya itu. Terlihat jelas raut ketakutan di wajahnya, dengan menggenggam tangan Kak Saka kedua nya memang benar sedang mencari restu.

Sekian menit berlalu, namun masih hening.

"Mas, takut." Bisik Niken sambil mendekatkan diri nya pada Saka. Hal ini tentu tak luput dari perhatian Jani. Kedua kakaknya ini memang benar-benar imut sekali. Membuat Jani sempat membayangkan, mungkin inilah yang akan dia lakukan bersama Dana nanti? Segera dipukul pikiran gila nya. Jani tak mau gila sendiri.

"Oke kalian boleh menikah, ayah setuju." Ujar Pak Gautama yang jelas membuat semua orang bahagia. Kedua orang di depannya juga nampak bahagia, hingga tanpa sadar Saka berteriak di depan keluarga nya.

Sejujurnya Ayah Jani bukan tipe orang tua yang garang. Kepribadian yang humoris dan sering berlakon membuat ayah Jani nampak berkarisma kendati usianya sudah menginjak kepala lima.

"Ibu juga setuju, Le. Udah dari lama ibumu ini pingin mantu." Ujar Ibu dengan lemah lembut, segera mendekat ke arah Mbak Niken yang sejak tadi sudah hampir menangis.

"Terimakasih Budhe."

"Loh kok budhe? Panggil Ibu saja, Nduk."

Mbak Niken jelas canggung, namun detik kemudian segera mengubah panggilannya. "Nggih, terimakasih ibu."

"Kalau Jani sih yang penting Kak Saka gak lupa es krim nya." Celotehan Jani jelas menambah kehangatan malam itu, Jani bahagia asal sang kakak bahagia. Hanya bisa berharap semoga lancar tanpa rasa sakit yang terjadi sebelumnya.

Keesokan hari nya, Jani kembali terbangun. memulai aktivitas Pagi nya seperti biasa. Mandi, Sarapan, dan pergi berkuliah. Namun untuk poin ketiga Jani sedang cuti hingga berakhir pergi mengerjakan tugas di tempat yang sebelumnya pernah mereka semua kunjungi. Ya Cafe Edelweis menjadi tempat pilihan Jani.

ℍ𝕒𝕚, ℙ𝕒𝕜!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang