BAB 3

729 94 35
                                    

Sudah tiga kali mereka bertemu dengan Kak Gu di kelas, Itu tandanya sudah 3 minggu Pak Dana Absen dari kelas itu. Digantikan Kak Gu membuat penampilan kelas layaknya Kafe tongkrongan anak-anak sekelas. Mereka semua berdiskusi dan bersenda gurau tanpa sungkan dan tanpa rasa kaku. Kak Gu yang baik hati dengan murah hati memberikan seluruh pengetahuannya kepada para mahasiswa.

Semua tertawa, kelas menjadi menyenangkan terasa mengalir tanpa rasa canggung. Bahkan Makhluk makhluk yang tertidur tak pernah diusik untuk dibangunkan. Semua tugas serasa mudah, kerja tanpa dipaksakan. Intinya mereka semua tak bekerja di bawah tekanan.

"Oke Dek. Kelas saya Akhiri. Selamat Sore." Ujar Kak Gu menutup kelas Kritik Sastra sore ini.

"Sore, Terima kasih Kak." Jawab para Mahasiswa dengan serempak.

Para makhluk kelaparan mulai berhamburan keluar, segera menuju ke kantin untuk sekedar mengisi perut mereka yang mulai berkampanye. Ruangan yang ramai, seketika sepi. Hanya tertinggal Asisten dosen dan dua penanggung jawab mata kuliah.

"Em, jadinya ini gimana kak? Bapaknya gak akan ngajar kah?" Tanya Jani membuka kegiatan evaluasi sore itu.

"Aku belum tahu sih, Jan. Kapan bapaknya mulai ngajar. Emm, mungkin nanti aku tanyakan ke beliau langsung ya." Jawab Kak Gu sambil menulis isi evaluasi dalam sebuah note book bersampul coklat tua.

"Kalau bisa jangan mepet ya kak kabarnya. Tahu sendiri aku orangnya suka panikan." Balas Jani.

"Siap tuan putri."

"Dari kamu gimana, Dik? Ada tambahan usulan apa gimana?"

"Dari aku gak ada, Kak. Jawab aja pertanyaan dari Jani." Dikta berucap dengan malas, tahu sendirilah apa yang laki-laki itu pikirkan kalau bukan rapat apalagi.

Jani dan Kak Gu terkikik mendengar penuturan Dikta, Sebagai sesama lelaki tentu Kak Gu paham apa yang sedang dirasakan Dikta kala melihat posisi duduk Jani yang berada disamping dirinya.

Waktu berlalu, diskusi sore itu akhirnya membuahkan hasil keputusan. Hari ini, Pak Dana akan masuk ke ruang kelas untuk pertama kali nya. Semua mahasiswa begitu antusias, namun tidak dengan Jani. Lingkaran hitam di bawah mata nya menjelaskan keadaannya saat ini. Dengan langkah gontai, akhirnya dia duduk di meja tengah bergabung bersama teman-temannya yang lain.

"Wah Jani, Nyenyak banget nih tidurnya?" Sindir Satya sesaat setelah Jani duduk.

"Serah kamu Sat, Ngantuk banget astaga." Ketus Jani.

Tawa menggelegar dari teman-temannya, namun ada satu orang yang diam-diam berdiri menghampiri Jani yang menelungkupkan kepala nya di atas meja.

"Sakit Jan?"

Jani mendongak, namun kembali menelungkupkan kepalanya lagi "Mbuh!"

"Yah, ngambek." Seloroh Dikta saat menyadari tabiat sahabatnya sejak kecil itu.

"Aku marah sama kamu, bisa-bisanya online gak di balas." Bentak Jani kepada Dikta yang hanya cengengesan di depan Jani.

Sekedar Informasi Dikta itu orang yang pendiam, hanya bisa menunjukkan senyuman di depan Jani dan keluarganya. Kalau di depan orang lain dia akan berubah menjadi kanebo kering.

"Nampaknya masalah rumah tangga gais." Tio kembali bersuara dan pura-pura tak melihat kejadiannya.

"Ya maaf, Jan. Kan aku udah bilang kemarin kalau ada urusan. Bukannya kamu biasanya gapapa. Udah terbiasa dengan kehadiranku ya?"

ℍ𝕒𝕚, ℙ𝕒𝕜!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang