BAB 26

326 37 12
                                    

Jani masih memperhatikan kedua pasangan yang berpelukan itu. Sekedar memberi kesempatan untuk dirinya sendiri agar tak terjadi kesalahpahaman.

Genggaman pada sumpit yang Jani ambil dari Tio semakin menguat, ketika wanita itu mengecup pipi si pria.

Bunyi kursi yang bergeser mengalihkan fokus Jani, "Mas Tio . . . ."

Dengan keras Tio berjalan sambil menggenggam kedua tangannya sang mengepal. Tak memperdulikan keramaian dan pandangan orang-orang. Serta meninggalkan Jani yang terkejut. Tio berjalan untuk menghampiri manusia iblis itu.

Bugh. . .

Satu pukulan keras, Tio layangkan di pipi kanan Dikta. Wanita yang bersama nya berteriak kaget. Ia mencoba mendorong Tio untuk menjauh, mencoba melindungi lelaki nya yang tersungkur di tanah akibat pukulan Tio.

"Brengsek!" Umpat Tio setelah lega, setelah pukulan yang ia layangkan tepat sasaran.

Wanita yang bersama Dikta itu mencoba memukul Tio. Namun segera dijambak balik oleh Jani yang sudah dengan sigap berdiri disebelah Tio. Niat hati ingin menahan Tio, tapi malah tangannya yang suci ternodai oleh rambut wanita sialan itu.

"Mbak Jani!"

"Reta!"

Ucap keduanya secara bersamaan, saat tanpa sadar kedua mata mereka bertemu. Jani yang menyadari perbuatannya itu segera menarik tangannya untuk melepaskan jambakan di rambut rekan nya itu.

Reta yang terkejut luruh ke lantai, menangis sesegukan seperti sedang di pukuli oleh Jani.

Dikta yang mendengar nama Jani disebut seketika menoleh menatapnya. Wajahnya terluka, terlihat darah mengalir dari sudut bibir kanannya. Wajah yang biasanya tersenyum itu seakan tersirat keterkejutan hingga memucat bagai orang tak berdaya.

Semua orang yang menyaksikan perkelahian itu hanya mampu berdiri sambil melihat. Ada juga yang sengaja merekam momen saat Jani menjambak rambut Reta, maupun saat Tio memukul Dikta. Semua yang terjadi disana tentu dianggap konsumsi publik oleh sebagian orang.

"Jadi ini yang dimaksud penelitian lima hari." Ucap Jani sambil menatap Dikta dengan penuh kemarahan. Perasaan yang Jani rasakan saat ini hanyalah marah dan kecewa. Orang yang dia nanti dan percaya selama ini dengan tega nya mematahkan hatinya.

"Jan, Aku bisa jelasin semua nya. Ini nggak seperti yang kamu pikir."

Satu tamparan Jani layangkan ke pipi kiri Dikta. "Nggak ada yang perlu dijelasin lagi!" Teriak Jani frustasi kearah Dikta yang mencoba memegang tangannya.

Jani mundur satu langkah, dari kejauhan terlihat juru parkir dan keamanan yang berlari ke arah keributan itu. Membawa Tio yang sudah tersulut oleh emosi.

Dikta hendak menyentuh pundak Jani, namun Jani segera menghindar. Untuk terakhir kali nya, Jani meninju wajah Dikta. Dengan kasar membuang gelang couple yang Dikta berikan padanya.

"Bajingan kamu!"

"Jan, dengerin dulu. Jangan pergi, Jan."

Ucapan itu semakin membulatkan tekadnya untuk membunuh Dikta. Namun Satpam yang sudah berdiri di samping Jani mencoba menahan lengan Jani. Yang dibalas dengan dorongan penuh amarah.

"Jangan sentuh saya!"

Jani menatap kedua mahkluk itu dengan jijik. Segera berbalik dan berjalan menjauh meninggalkan mereka. Langkah kaki nya dengan cepat meninggalkan tempat itu, Dikta tentu saja mengejar Jani. Sekali lagi Jani berusaha meronta melepas tarikan Dikta di tubuhnya. Tapi karena Jani perempuan, tenaga nya kalah dan berakhir masuk ke dalam pelukan Dikta.

ℍ𝕒𝕚, ℙ𝕒𝕜!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang