BAB 15

339 48 6
                                    

Lagi-lagi masih untaian kata yang berhubungan dengan hari. Jani baru saja selesai dengan ujian nya. Semua tugas sudah beres. Baik yang berasal dari dosen maupun komunitas yang sejak semester tiga di lakukan nya. Tugas-tugas yang menggunung perlahan mulai melembah. Tak ada lagi beban, liburan menunggu Kartu Hasil Studi nya akan berjalan dengan lancar semester ini. Mungkin makan-main-tidur-makan-bantu ayah-makan-menggoda kakak iparnya akan menjadi kebiasaan yang segera Jani rasakan.

Jani melihat para adik tingkatnya yang lalu lalang menyapa nya. Wajah tanpa semangat jelas tercermin di wajah-wajah mereka. Namun tidak semua yang ada di pandangannya cemberut, Jani masih melihat wajah dengan senyum sumringah dari keempat temannya.

Mereka berdiri di depan ruang kelas, menunggu Dikta yang masih berkutat dengan pekerjaannya di dalam sana. Kebiasaan Dikta adalah tak akan pernah mengangkat kepala nya dari lembar ujian sebelum waktu ujian habis. Jani sudah mengetahui itu sejak Sekolah Dasar. Dikta perfeksionis dan Jani amburadul. Sangat cocok jika dipertemukan sebagai teman.

Sebenarnya Dikta sudah menyelesaikan lembar jawaban sedari tadi. Bahkan saat Jani belum selesai, Dikta sudah selesai mengerjakannya. Tapi sesuai dengan prinsipnya tak akan dikumpulkan sebelum waktunya. Ia akan mengoreksinya berulang-ulang hingga sebuah nilai A tercetak di lembar jawabnya.

Kalau Jani hanya cukup sekali koreksi, langsung dikumpulkan. Jani memang sesantai itu saat menghadapi ujian.

Ponsel Jani bergetar, notif dari grup WhatsApp komunitas masuk secara bersamaan.

'Pejuang Hati Om Dana'

Kak Gu : P

Ciyelah yang udah selesai ujian, gimana? Kepala masih aman kan?

P

Jangan cuekin dong gais.

Satyaa : P = Atheis bang.

Sandy : Buset, apa apaan Mas?

Kak Gu : Pak Dana ngajakin kalian makan nih ntar. Tapi kali ini dirumahnya.

Jani membelalakan mata nya. Terkaget dengan pesan yang dikirimkan Kak Gu itu. Jani masih berusaha membaca dengan jelas. Sesaat kemudian, dengan semangat empat lima Jani membalas.

Jani : Eh, Beneran Kak? Serius? Kapan?

Tio : Semangat amat neng.

Kak Gu : Ahahaha, Nanti malam kalian kosong nggak?

Ritakk : Aku sama ayang Satya kosong. Ya gak yang?

Satya : Siap yang. Apa sih yang nggak buat kamu.

Sandy : Sialan! Jauh-jauh deh kalau mau bermesraan kayak gitu.

Tio : Serik tanda tak mampu!

Kak Gu : Beneran bisa kan?

Jani : Aku bisa Kak.

Sandy : Aku udah ada janji sih, Mas. Tapi buat makanan gratis bisa lah di batalin.

Kak Gu : Oke, siap. Jam tujuh ngumpul ya!

Pesan Kak Gu itu dibalas dengan satu kata oleh mereka semua. 'Ya,' menjadi kalimat pamungkas pembahasan mereka.

"Nanti sama aku aja, Jan." Suara Tio hendak mengklaim Jani untuk bersamanya ke rumah Pak Dana. Yang jelas diangguki Jani. Dengan siapa lagi dia akan kesana kalau bukan bersama dengan Tio. Rita sang teman yang selalu lengket dengannya, sudah melupakan sahabat nya karena ayang Satya nya itu.

ℍ𝕒𝕚, ℙ𝕒𝕜!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang