Seorang laki laki mengendarai sepeda motor sportnya dengan sangat cepat. Hal itu membuat pengendara lainnya memberikan sumpah sarapah.
"anakk setannn"
"Astaghfirullah bocah jaman sekarang bisanya cuma ugal ugalan"
"Santai anjing"
"gue sumpahin didepan ketabrak becak"
begitulah kira kira dan masih banyak umpatan lainnya.
Andra Mahendra. Anak laki laki berumur 18 tahun yang sangat gagah. Memiliki badan yang tinggi wajah yang tampan dan hidung yang sedikit mancung. Namun ada satu sifat yang tidak banyak menyukainya yaitu kedinginannya. Namun bukan apa hal itu malah menambah kegagahannya seorang Andra.
Wanita mana yang tidak mengidamkan pria itu?
Andra menjabat sebagai ketua Basket di sekolahnya. Memiliki 4 teman yang juga menjadi anggota inti tim basket itu. Mereka semua bisa dikatakan most wanted dalam sekolahnya.
Agam dengan kekocakannya, Bima dengan ketengilannya, Adit dengan keplayboannya, dan Alan dengan anehannya.
Andra memencet tombol klakson dimotornya ketika sudah sampai didepan gerbang sekolah yang bernama SMA CENDEKIA.
Salah satu satpam membukan gerbang. Lalu membungkukkan badannya.
Dan asal kalian tau sekarang sudah jam 9 dan ya seorang Andra baru datang? Ia pikir itu sekolah punya kakeknya apa.
Betul. Jangan salah, sekolah itu memang punya kakeknya. Dan ya Andra sekolah dengan sesuka hatinya tidak ada satupun guru yang berani menegurnya bahkan kepala sekolahpun tidak berani.
Anak teladan bukan?
Andra berjalan dengan tegak, kedua tangan dimasukan kedalam saku celananya. Mulutnya terus mengunyah permen karet yang sudah menjadi candunya.
Dengan santainya ia memasuki kelas XII IPA 3 ketika sudah ada guru yang sedang mengajar. Tak ada salam ataupun basa basi lainnya.
"Andra kamu punya mulut bisa ucapkan salam kan?" ujar Bu Rima didekat papan tulis.
Andra memberhentikan langkahnya ketika hendak duduk. Membalikan badannya menatap Bu Rima dengan muka masamnya. Setelahnya mengedikan kedua bahunya dan mendaratkan bokongnya disebelah Alan.
Bu Rima selaku pengajar guru matematika itu hanya mengelus dadanya sabar.
***
Bel istirahat berbunyi, lorong lorong kelas mulai terdengar ricuh murid murid. Kantin yang tadinya sepi kini menjadi desak desakan.
"Din kantin kuyy" ajak Bella kepada teman sebangkunya itu.
Dinda menengok ke arah samping kanan tepat bela duduk. "kamu aja sana aku bawa bekel" ujarnya menolak ajakan Bella.
Bella sudah mengira pasti jawaban Dinda akan menolaknya "Yakin nih, ga butuh apa apa lagi? bekel Lo udah cukup?"
"Cukup Bella, udah deh sana kamu sama Fira aja ke kantinnya" Dinda mendorong pelan punggung Bella.
"Yaudah kalo Lo butuh sesuatu tinggal chat kita ya Din" kini giliran Fira yang bersuara dengan menarik tangan Bella untuk keluar kelas.
Bella dan Fira sudah hilang dari pandangan Dinda. Kini dikelas hanya ada seorang Dinda.
Mengambil bekal dari dalam tasnya. Kemudian dibuka tempat kotak kecil bergambar beruang. Berisi sekitar satu centong nasi dan telur mata sapi buatannya tadi pagi.
"Untung aku ngga bisulan tiap hari makan telur" monolognya sebelum akhirnya memulai makannya.
Tak lama kemudian bel masuk kembali berbunyi. Sontak semua murid kembali menuju kelasnya masing masing.
Jam pelajaran terus berlalu hingga tak terasa bel pulang sudah berbunyi.
Dinda mulai memasukan buku bukunya kembali ke tas. Sedangkan Bella sudah siap untuk pulang.
"Din gue sama Fira duluan ya" pamit Bella dengan beranjak dari tempat duduknya.
Aktivitas Dinda berhenti sejenak. Mulutnya menarik membuat lekungan yang sangat manis. "Iya kalian hati hati ya"
"Lo gak mau bareng kita aja Din?" tanya Fira yang sangat prihatin dengan kondisi Dinda.
Bella dan Fira memang sudah mengetahui apa yang dialami sahabatnya itu. Tapi mereka juga sama sekali tidak bisa berbuat apa apa.
"Gausah Fira kan aku bawa sepeda" tolaknya
"Yaudah deh kita duluan, Lo pulangnya hati hati Din" ucap Fira dengan tangan dan mulut yang digerakkan membentuk kisbay.
Dinda hanya tersenyum geleng geleng. Sahabatnya ini ada ada saja.
***
Sesuai yang sudah dibilang tadi pagi hari ini Dinda akan telat pulang.
Dinda mengayuhkan sepedanya menuju ruko ruko yang ada di pinggiran jalan.
Dinda mulai menghampiri ruko satu persatu, tidak lupa dengan tas yang masih setia di punggungnya.
"Permisi, ibu apa disini membutuhkan karyawan?" tanya Dinda sopan kepada pemilik ruko itu.
"Maaf dek kita belum membutuhkan"
Dinda membungkukan sedikit badannya tanda permisi dengan raut wajah tersenyum. Keringat di dahi mulai bercucuran diakibatkan panas dan letih.
Hal itu tak membuat Dinda putus asa. ia kembali berjalan ke ruko sebelah sebelahnya.
Setengah jam berlalu namun nihil, disini tidak ada yang sedang membutuhkan karyawan. Dinda kembali dimana tempat sepedanya ia parkirkan.
Ia berkecamuk dengan pikirannya sendiri. Bagaimana ia bisa mendapatkan pekerjaan. Stok tabungannya kini sudah mulai menipis. maka dari itu ia harus cepat cepat mendapatkan pekerjaan untuk melanjutkan hidupnya.
Dari dulu Dinda selalu mengikuti berbagai macam perlombaan. Dan tentunya dia mendapatkan berbagai penghargaan dari sekolahnya yang berbentuk uang, mendali ataupun lainnya.
Uang tersebut tidak Dinda sia siakan. ia tabung yang sekarang berguna untuk mencukupi kebutuhan sehari harinya dengan sang adik.
-
Sudahkah kalian bersyukur hari ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
DIANDRA
Teen FictionNikah diumur 18 tahun sama sekali bukan list dalam hidup Dinda.