Dinda kini sedang berkutit didapur, ia sedang mencuci piring bekas sarapan tadi pagi.
Ya dinda memang belum sempat mencucinya setelah sarapannya, karena ia rasa sudah terlalu siang.
Dinda sudah berganti pakaian mengenakan daster. Dari dulu Dinda menag sering mengenakan pakaian itu kala dirumah. Karena menurutnya simple.
Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, jam sekolah sudah bubar dari 2 jam yang lalu, namun sampai saat ini Andra masih belum menampakkan batang hidungnya.
Tak mau berpikir lama, Dinda memilih untuk memasak untuk makan malam.
Selang beberapa menit, ia mendengar langkahan kaki yang sudah pastikan itu adalah suaminya.
"Kamu dari mana aja ndra, kok baru pulang?" tanya Dinda.
"bukan urusan Lo"
"Loh urusan suami kan juga urusan istri"
Andra menajamkan bola matanya, istrinya ini pandai sekali menjawab.
"Lo itu harusnya sadar diri! Lo siapa hah?!"
"Istri kamu" ujar Dinda polos.
"Istri? haha. Gue ingetin sekali lagi Lo itu cuma istri diatas kertas! PAHAM!"
Dinda memejamkan matanya, hatinya sakit. Sakit banget. Tapi apa daya memang betul kok ia harus sadar diri.
***
Dinda saat ini sedang dibuat khawatir, pasalnya ketika ia memasuki kamar, Dinda menemukan Andra yang sedang merintih.
Dengan tekat yang kuat, Dinda mendekatinya lalu mengecek suhunya.
Dan, ternyata suaminya ini demam gesss.
Dinda dengan gesit keluar dari apartemennya, ia segera menuju ke apotik. Kiranya sudah mendapatkan apa yang dibeli Dinda kembali dengan membawa bubur dan obat.
"Ndra, bangun dulu makan bubur"
"eghhhh"
"Ayo ndra, aku bantuin"
Andra menurut saja, rasanya juga sangat lemas untuk membantah.
Dinda dengan telaten menyuapi Andra, setelahnya ia juga memberikan Andra obat penurun panas.
Dinda bangun dari duduknya, ia hendak membawa mangkuk ke dapur namun tangan kekar suaminya itu menariknya.
"ehh" ujar Dinda yang tak seimbang membuat dirinya terduduk lagi di ranjang.
"Jangan pergi" ujar Andra yang sudah membaringkan tubuhnya, entah sadar atau tidak dengan ucapannya.
"Aku mau naruh ini bentar ndra"
"Gak mauuuu"
Hahhh? Dinda dibuat cengo. Apa ini benar suaminya?
"Ya Allah ndra sebentar aja"
"Ish gak ya gak"
Dinda akhirnya pasrah, ia hanya menaruh mangkuknya diatas nakas. Setelah itu entah apa yang akan dilakukan.
"Elus eluss"
Lagi dan lagi, Dinda hanya menampilkan wajah lugunya.
"Ihhh Lo denger gak sih! elus elus!" pintanya dengan nada yang kesal.
Dinda mengerjapkan matanya beberapa kali, dalam hatinya ia merapalkan doa doa, agar jin yang memasuki suaminya itu segera keluar.
Tangan Dinda akhirnya terangkat mengelus rambut hitam itu.
"Lo baring sini"
"ah gak, nanti aku malah ketiduran disini" tolak Dinda sopan.
"Pokoknya Lo baringan sini titik!" ujarnya penuh penekanan.
Tanpa menunggu aba aba andrapun menarik istrinya untuk dibawanya berbaring.
Kiranya sudah, Andra mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Dinda. Tangannya memeluk pinggang istrinya, lalu kepalanya ia sembunyikan diantara kedua belahan dada istrinya itu.
HELPPPP DINDA CEPATTTTT!!!!!
"Ndra ini beneran kamu kan?" tanyanya di sela sela mengelus rambut Andra.
"Hmmm"
"Kok kamu jadi manja si ndra?"
"Manja sama istri sendiri emang ga boleh?"
"Ya boleh si, tapi kamu aneh"
"Tidur cepet!"
"Yaudah kamu lepasin dulu dong" Ujar Dinda sembari mencoba melepaskan tangan Andra dari pinggangnya.
"Gak mau"
"Loh katanya kamu suruh aku tidur, yaudah lepas aku mau ke sofa"
"Lo tidur disini"
Fiks, Dinda semakin yakin kalo sumainya ini sedang kerasukan jin.
Dinda akhirnya menurut saja, sebelum ia bener bener menutup matanya ia tersenyum sinis.
Sadar Dinda, Lo gak usah berharap lebih, batinya.
Setelah dirasa Dinda tertidur, Andra membuka matanya. Memang dirinya ini belum sepenuhnya tidur.
Andra mendongakkan kepalanya, lalu dicium kening istrinya itu.
"Maaf"
Setelahnya Andra kembali mengeratkan pelukan hangat itu dan menyusul istrinya ke alam mimpi.
Semua orang bisa berubah kapan saja, jadi jangan heran kalau tiba tiba semuanya terasa berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIANDRA
Teen FictionNikah diumur 18 tahun sama sekali bukan list dalam hidup Dinda.