angin semakin semilir, udara semakin dingin dan langit semakin hitam.
ke lima sejoli itu sudah berkumpul di balkon apartemen Andra.
"ngapain nyuruh kita ke sini bos?" tanya Agam memecah keheningan.
Andre mengedikan bahunya tak acuh "ga tau"
sedangkan ke empat temannya hanya bisa melongo. Andai Andra bukan bos dah kita buang ke amazon, batinnya.
"Lo nyuruh kita kesini tapi Lo gatau gunanya, lawak bener lu bos" sahut Bima
Lain dengan Adit yang sedang mengelus elus dadanya "sabarr anak ganteng ga boleh marah" ujarnya mendramatisir.
"ganteng diliat dari lobang sedotan" bantah Bima tak terima.
"iri bilang boss!"
"najis bener iri sama lo"
"Ya udah b aja ga usah sewot"
"sapa juga yang sewot"
"lo-"
"BRISIKK!" potong Andra cepat.
kedua sejoli yang terus menerus beradu mulut kini diam membisu. stop singanya dah bangun.
"Kalian pulang aja sana!" usir Andra sembari mendorong mereka untuk keluar dari apartemennya.
"Lo buang buang bensin kita aja ndre!" ujar Bima
Andra merogoh saku celananya, dibukanya dompet bermerk itu lalu mengeluarkan 5lembar uang merah.
"Nih buat ganti bensin kalian sana pulang!" ujar Andre sembari melemparkan uang ditangannya ke muka Bima.
Bukannya kesel, Bima justru memekik kegirangan.
"Alhamdulillah rejeki anak Sholeh" ujarnya sembari memunguti uang yang berserakan dibawahnya.
"sinting" balasan sengit dari mulut Andra
"Lo buang buang waktu kita aja anj" kini giliran alan yang protes tak terima.
"iyaa si bos gatau apa kita mau ngapelin jamet digang sebelah" sahut Adit
Bima menonyor kepala curut satu ini "Anj Lo aja sono gue mah ogah"
Andra tak menghiraukan ucapan mereka, ia memilih menutup pintunya setelah mereka semua berada diluar pintu.
Bukannya menghilangkan stress malah menambah stress pikirnya.
Tak mau ambil pusing, Andra melangkahkan kaki mengambil jaket yang tergeletak di sofa.
Ia akan tetap pulang kerumahnya walaupun sedang semarah apa sama mereka.
***
Dinda mengeluh pelan ketika ban sepeda yang dibawanya tampak bocor. Sudah sekitar 10 menit ia berjalan tapi tak kunjung menemukan bengkel yang buka.
tangannya terangkat mengelep eluh didahi yang mengalir setetes tetes.
"gini amat nasib orang jelek" batinnya.
Dinda menepikan sepedanya dipinggiran jalan, lalu mendudukan bokongnya di trotoar. kakinya ia luruskan dengan sedikit memijatnya.
Sebuah klakson motor membuyarkan lamunannya. Dinda mendongak ketika ada sebuah motor berhenti didepannya.
"ngapain" ujar orang tersebut datar.
Mulut Dinda rasanya kelu untuk menjawab pertanyaan sesimple itu. Dinda hanya terbengong tak ada niatan menjawab.
"woy!" teriaknya didepan muka Dinda
Dinda mengerjabkan matanya berkali kali. Lalu mengatur nafasnya pelan pelan.
"e anu itu e" tangannya tak tinggal diam, ia gunakan untuk menggaruk kepalanya yang bahkan tak gatal sama sekali.
"APA?!"
"bocor ya itu bocor" ah dahlah rasanya Dinda ingin menghilang saja dari bumi
"Naik" perintahnya singkat.
Dinda membulatkan matanya tak percaya "HAH?"
Andra semakin dibuat geram "LO BUDEG YA? GUE BILANG NAIK CEPET!"
merasa tak ada pergerakan dari Dinda Andra akhirnya menarik paksa tangan itu. Dinda terkijep tak bisa melawan apa apa.
Di sisi lain Dinda sedang kebingungan, bagaimana caranya ia menaiki motor tersebut. secara motornya yang terlalu tinggi untuk Dinda yang pendek dan dengan Dinda yang memakai rok.
"pegangan pundak gue" ujar Andra peka dengan raut muka Dinda ini.
Dinda memanggut manggutkan kepalanya , lalu ia naik sesuai dengan perintahnya.
Sebelum andra melajukan motornya, Dinda nampak tak tenang dengan pikirannya.
"Em ndra itu sepeda aku gimana?" tanyanya was was.
"nanti gue suruh orang buat ngambil"
"Ndra" panggilnya sebelum Andra bener bener belum menarik pedal gasnya.
"Nanti turunin aku depan halte aja ya ndra, aku ga mau orang orang tambah benci sama aku" Dinda menunduk sembari memainkan jari jari kedua tangannya.
Dinda takut, para fans Andra menyerangnya. Dinda lebih baik memilih sadar diri ia terlalu debu untuk Andra yang berlian.
Andra tak menghiraukan ucapan itu, dengan sekali gas motor itu sudah melajukan dengan kecepatan yang tinggi.
Dinda yang terkejut reflek memegang pundak Andra.
Tidak hanya itu, tanganya pun terangkat untuk memukul punggung Andra. oh tolong ingatin Dinda bahwa yang barusan ia pukul adalah seorang Andra most wanted disekolah.
"ANDRA BISA GA SI PELAN PELAN BAWANYA" Pekiknya seru dikarenakan angin yang terlalu kencang.
Namun tak disangka ada sebuah senyuman tipis dibalik helm fullfacenya. ingat tipis yaa. sekali lagi tipis oke?
-
sebaik baiknya manusia ialah yang bermanfaat bagi orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIANDRA
Teen FictionNikah diumur 18 tahun sama sekali bukan list dalam hidup Dinda.