7. MENERIMA

17 2 0
                                    

Dinda mendudukan dirinya kembali dihadapan keluarga yang sedang bersenda gurau. Di hadapannya sudah ada pria yang terus menerus menatapnya.

"Gimana apakah kalian menerima?" Tanya Gilang.

Keduanya saling terdiam. Matanya saling menatap.

"Kita terima" Ujar pria dihadapannya membuat Dinda membelagakan matanya tak percaya.

Berbeda dengan para kedua ora tua mereka, mereka nampak tersenyum bahagia.

Dinda rasanya ingin sekali protes. Namun entah kenapa mulutnya sangat susah diajak berbicara.

"Kamu yakin kan Din?" Tanya Firli

"i-iya saya terima tan" balas Dinda dengan suara yang gugup.

"Alhamdulillah" ucap mereka semua kecuali kedua calon pengantin itu.

Firli tersenyum hangat "oke biar kita yang urus, kalian tinggal nunggu beres aja".

Dinda memanggukan kepalanya sebagai jawaban.

***

Kedua sejoli itu kini sedang menikmati semilir anginnya malam. Setelah acara pertemuan tadi Andra disuruh untuk mengantarkan Dinda pulang.

Lebih tepatnya si dipaksa.

Tak ada pembicaraan apapun, hanya ada suara bising kendaraan yang saling berderum.

Dinda menautkan kedua alisnya kala ia tersadar kalau ini bukan arah jalan rumahnya.

"Andra kamu mau bawa aku kemana, ini bukan jalan rumahku" ujar Dinda.

Andra nampak mengabaikannya,

"ih Andra kamu denger gak sih aku ngomong" ucap Dinda yang sudah nampak sedikit kesel.

Lagi dan lagi Andra mengacuhkannya, ia malah memarkirkan motornya di pinggiran trotoar jembatan.

"Turun" ujar Andra sembari melepas helm.

Dinda menaruh raut muka bingung, ia celingak celinguk mengamati sekitar.

Disitu terlihat banyak anak muda yang mungkin sedang berpacaran. Lalu untuk apa Andra membawanya kesini?

"Ih Andra aku ga mau ya diturunin disini, aku bilingan Tante Firli loh" ancam Dinda yang justru membuat Andra terkekeh.

"Bilang aja kalo Lo berani" tantang Andra membuat dinda memanyunkan bibirnya.

Andra memilih turun terlebih dulu setelahnya menarik tangan Dinda untuk turun.

Mau tak mau Dinda akhirnya menururi Andra. Andra membawanya ke pembatas besi jembatan itu. Melihat hamparan sungai dari atas.

Kedua tangan itu masih saling bertautan tanpa mereka sadari.

Dinda sadar akan hal ini. "Ndra" panggilnya pelan.

Andra menaikan salah satu alisnya sebagai jawaban 'kenapa' mungkin.

"Tangan" ujar Dinda sembari melirik ke tangan mereka yang bergandengan.

Andra sontak melepaskan "sorry".

Keduanya diam. Sama sama menikmati angin malam ini.

Andra menoleh ke gadis disebelahnya, ia terlihat sangat cantik. Rambut yang sedikit berterbangan dikarenakan angin, muka polos yang membuat dirinya terlihat lucu, dan dengan bulu mata yang sangat lentik.

Andra melepaskan yang dikenakan saat melihat bibir gadis itu bergetar layaknya orang kedinginan. Lalu dikenakannya pada punggung Dinda.

Sang empu yang diperlakukan seperti itu terlihat kaget. Ndra kok dilepas, nanti kamu kedinginan" ujar gadis itu.

Andra menggelengkan kepala sebagai jawaban ngapapa.

"Lo udah punya pacar" tanya Andra to the point.

Dinda menggeleng gelengkan kepalanya.

"Gebetan?" Tanyanya sekali lagi

Dinda masih menggeleng sebagai jawabannya.

"Pdktan?" ujarnya sekali lagi

Dindapun merasa gemes sendiri "engga Andre, emang kamu yang pacarnya ada dimana mana"

Andra menampilkan wajahnya tak terima. Bagaimana bisa ia difitnah seperti itu.

"Sok tau" balas Andra sengit.

"Ndra kalo boleh tau apa alasan kamu nerima perjodohan ini?" tanya Dinda dengan sedikit gugup.

"Demi bunda"

"Selain itu?"

"Ngga ada"

"Lo gausah ngarepin apapun dari gue" lanjutnya.

Dinda terdiam sesaat. Jujur rasanya sakit. Ya walaupun Dinda juga sama terpaksa demi orang tuanya, tapi Dinda akan belajar mencintainya kelak.

Setelah mereka berargumen dengan pikiran masing masing, Andra mengajaknya pulang karena hari semakin larut malam.

Baru saja beberapa langkah, Dinda meringis seperti orang kesakitan membuat Andra panik.

"Lo kenapa?" tanya Andra

"Kaki aku sakit ndra" Jawab Dinda sembari memegangi kakinya.

Andra baru sadar kala yang dipakai Dinda itu high heels. Sontak Andra menjongkokkan tubuhnya. Tangannya tergerak memijat kaki Dinda.

Disisi lain Dinda malah merasa tak enak.

"Ndra udah aku gapapa" ujarnya sembari memerintah Andra berdiri.

"Lepas" Perintah Andrea singkat.

"ngga usah ndra"

"Ck, nurut aja" decak Andra

Mau tak mau Dinda melepas high heelsnya. Andra menuntun tangan cewe itu menuju motornya lalu tangan satunya ia gunakan untuk membawa high heelsnya.

"Nanti beli sandal didepan" ujar Andra yang diangguki Dinda. Setelahnya Andra menancapkan gasnya dengan kecepatan sedang karena udara semakin dingin.

Dan benar saja Andra membelikannya sandal ketika menemukan toko yang masih buka.

-

Jangan berharap apapun kepada siapapun terkecuali kepada sang Pencipta.



DIANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang