Ini adalah hari yang paling tidak ditunggu tunggu oleh seorang gadis yang kini tengah menunduk lesu dihadapan cermin.
cantik. satu kata yang menggambarkan gadis ini.
Dengan dress berwarna putih yang membaluti tubuhnya, sedikit polesan make up di wajahnya, rambut yang digelung dan high heels 5cm yang menemani langkah kakinya.
Setelah melalui banyak paksaan, dan inilah akhirnya Dinda hanya menurut mengikuti perintah orang tuanya dengan sangat amat terpaksa.
Dinda menghampiri orang tuanya yang sudah menunggu di depan sana.
Kedua pasutri itu bangkit dari duduknya lalu menuju mobil yang terparkir di depan sana.
"kamu cantik banget nak" ujar wanita itu yang tak lain adalah mamanya.
"jangan sampe kamu malu maluin keluarga kita!" sahut sang papa.
Dinda sama sekali tak berminat untuk menjawabnya. Ia lantas membuka pintu mobil dan mendudukan dirinya di kursi belakang.
15 menit sudah mereka melakukan perjalanan, dan sampailah di sebuah cafe yang ternama.
Dinda hanya mengikuti langkah ke dua orang tuanya itu dengan tangan kanan yang menggandeng adik kecilnya itu.
Sampailah mereka disebuah meja yang mungkin sudah dibooking. Di sana sudah ada sebuah keluarga yang mungkin sudah menunggunya.
Seperti layaknya orang pada biasanya ketika kita bertemu dengan temannya , akan ada sedikit basa basi untuk memulainya.
Dinda menyalami kedua orang tua yang ada di depannya.
"wah anak kamu cantik banget ya am" ujar wanita itu
Ami terkekeh pelan menanggapinya "ah kamu bisa aja fir"
Sedangkan Dinda yang dipuji seperti hanya tersenyum kikuk.
"oh ya putra kalian mana?" tanya Ami
"sebentar lagi sampai katanya" balas Firli yang diangguki kedua orang tua Dinda.
Seorang pria dengan celana jeans panjangnya, kemudian mengenakan kaos dilapisi jaket kulitnya dan tidak lupa dengan sepatu casualnya membuat dirinya tampak gagah.
Andra menoleh kanan kiri untuk mencari keberadaan keluarganya itu, matanya terus mencari hingga ia menemukan wajah cantik bundanya itu. Namun ia masih samar samar disana terlihat ada siapa saja.
Andra melangkahkan kakinya untuk mendekat,
"LO-!'
"KAMU!" teriaknya tak lain kaget.
"Loh kalian sudah saling kenal?" tanya Ferdi yang merupakan ayah dari pria itu
"NGGAK!" sahutnya mereka yang tak diduga barengan
"Andra ayo duduk dulu" perintah bundanya yang diturutinya.
Andra mendudukan dirinya di depan Dinda, ya karena memang hanya bangku itu yang tersisa.
Tangan Andra dari tadi tak bisa diam, tangannya sangat lihai bermain ketikan diponselnya. Entah apa yang sedang ia lakukan.
Setelah merasa selesai Andra menaruh ponselnya di saku jaketnya.
Sebelum lebih lanjut ke acara inti mereka semua memakan hidangan yang telah disiapkan terlebih dahulu.
Tawa canda menghiasi malam ini. Tapi tidak dengan kedua orang itu yang tak lain ialah Dinda dan Andra.
Mereka tampak sibuk beradu dengan pikirannya masing-masing.
Kiranya sudah selesai, Ferdi memulai obrolan yang mungkin tampak serius.
"langsung saja ke intinya, tujuan kita bertemu ialah untuk menjodohkan kalian berdua. Dan ayah harap kalian menerimanya" jelas sang Ferdi.
Dinda terus menerus menundukkan kepalanya. Sangat sulit rasanya untuk mengajak mulut berbicara.
Berbeda dengan Andra, mata tajam itu terus menyorot gadis yang berada tepat didepannya. Tatapan yang sulit diartikan.
"Gimana kalian setuju kan?" tanya Firli
"aku mau ngajak dia bicara sebentar boleh?" ucap Andra kepada semua yang ada dihadapannya
"Namanya Dinda nak" sahut Firli
"ah ya itu pokoknya"
Dinda pun tak memberikan respon apapun. Tubuhnya sama sekali tak bergerak. Hingga cubitan dilenganya membuyarkan lamunan Dinda.
"e iya kenapa" ujar Dinda seperti orang kebingungan
"ikut gue" ucap Andra yang langsung pergi dari hadapan mereka semua.
Dinda berpamitan kepada mereka terlebih dahulu, lalu mengekor dibelakang tubuh pria itu.
Andra menghampiri bangku taman yang ada di cafe itu, lalu mendudukannya disana dan diikuti oleh Dinda.
Tidak ada yang membuka suara obrolan, hanya ada keheningan diantara keduanya.
Andra duduk disebelah kanan bangku itu,. kaki satunya ia tumpangkan dikaki sebelahnya. Matanya menatap lurus kedepan.
Sedang Dinda lagi dan lagi hanya bisa menundukan kepala, jari jarinya saling bertaut, namun hatinya sedang berdisko didalam sana.
"Lo nerima?" tanya Andra memecah keheningan.
Dinda mendongak, menolehlan kepalanya ke sebalah dimana sang empu berbicara, "aku ngga tau" ujarnya lirih.
Pandangan Andra tetap kedepan tak bergerak sama sekali "gue ga mau nikah sama orang yang ragu ragu"
Tangan Dinda meremas ujung dress yang ia kenakan untuk menyalurkan perasaan deg degannya itu.
"em ndra kamu pasti tau kan siapa aku. Aku si cupu disekolah, aku si tukang dibully, aku orang biasa, beda sama kamu."
Dinda menjeda ucapannya. menarik pelan nafasnya lalu ia keluarkan perlahan.
"Kamu si most wanted disekolah, kamu orang kaya, kamu banyak fans, kamu terkenal dimana mana. Apa kamu ngga malu nantinya kalo harus punya istri seperti aku?" lanjutnya.
"gue ga suka orang yang merendah" ucap Andra singkat.
"ma-af"
setelah itu tak ada lagi yang membuka suara. Keduanya sama sama diam.
Dinda mencoba melawan takut untuk untuk mempertanyakan perihal ini.
"emang kamu nerima ndra?"
"Demi Bunda dengan sangat terpaksa" ujar Andra dengan menekan disetiap kata yang dilontarkan. Setelahnya ia bangkit meninggalkan Dinda yang masih mematung di bangku itu.
-
Ga tau mau apa. Sabar menyakitkan,
diam menyiksa, bicara juga percuma.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIANDRA
Teen FictionNikah diumur 18 tahun sama sekali bukan list dalam hidup Dinda.