Hidayah

608 38 2
                                    

Sudah 1 bulan lebih Andra di rawat dirumah sakit, bukan rumah sakit biasa namun rumah sakit Jiwa.

Dokter pernah berkata, bahwa kondisi pasien tang bernama Andra semakin buruk dan jiwanya pun terganggu.

Mau tak mau, Andra di pindahkan ke rumah sakit Jiwa. Biarkan dokter Jiwa yang menangani. Bukan hanya dokter Jiwa, dua pak polisi juga ikut bantu menyembuhkan Andra. Namun sangat sulit.

Seperti sekarang, mereka tengah menenangkan Andra di ruangan. Pria yang sedang memeluk guling sangat erat terus memberontak.

"Pergi kalian! Pergi! Jangan pisahkan kami!" Andra mengira, bahwa sebuah guling adalah Cika, istrinya.

Andra memeluk sangat erat guling tersebut, menatap tajam pada mereka. "Jangan pisahin kami! Jangan bawa Cikaku!!" pria tersebut meraung-raung.

Cika? Selama 1 bulan pun tak engah pada suaminya, bahkan menjenguknya saja tidak. Ia benar-benar tak perduli padanya, bahkan bik Bubun sebagai pembantu yang sudah menasehatinya tetap tak di dengar.

Keras kepala!

Andra tersenyum pada guling, mengusap lembut lalu berkata. "Jangan nangis, Mas ada di sini. Gak ada yang berani pisahin kita. Mas sayang sama kamu, muacchhh!" Andra mencium guling tersebut.

Daniel yang sedari tadi melihatnya benar-benar menahan tangis. "Ya Tuhan karmamu memang luar biasa. Tapi, bisa kah mereka bersatu dan Andra kembali normal?"

"Apa?! Kamu benci, Mas? Jangan, jangan! Jangan tinggalin, Mas! Maafin, Mas Cika." Andra mendelik ke arah guling, sedetik berikutnya melempar gulingnya ke lantai.

Andra menjabak rambutnya prustasi, ia memojokan dirinya di ranjang. Kemudian pandangannya ke depan, melihat mereka satu persatu.

"KALIAN?!" Andra menunjuk mereka satu persatu dengan mata merah. "Kalian jahat! Kalian jahat udah ngancurin hubungan saya!!"

"Pergi kalian!! Pergii!!" teriaknya sembari melempar apa saja yang ada di dekatnya. Dokter dan polisi mencoba menghindar.

Daniel maju dan mencoba menyuruh mereka keluar, dan dia sendiri yang akan menenangkannya.

"Jangan mendekatt!" desisnya. Bahkan Andra pun tak mengenali orang kepercayaannya.

"Bos, tenang lahh ...." Daniel berhati-hati duduk di dekat Andra.

"Bos, istri bos baik-baik saja. Dia aman, bos jangan khawatir," ujarnya lembut.

Mendengar istrinya, Andra bersemangat. "MANA?! DIMANA ISTRI SAYA?!" desaknya. Mata Andra melirik ke semua sudut.

"Kamu bohong! Penipu! Dasar penipu!" merasa di bohongi, Andra memukul tubuh Daniel dengan tenaganya, bahkan Daniel pun merasakan sakit.

"Bos, berhenti bos. Istri bapak memang benar baik-baik saja!"

Andra berhenti memukulinya. Bukannya kembali diam, ia malah menangis.

Daniel membuang napas, entah gusar atau lelah menangani bosnya yang tengah gila.

_

"Bik, emang ada acara besar dimana? Kok mereka pada pergi?" tanya Cika yang kebetulan sedang berada di luar bersama Bubun.

Bubun yang tadinya menyiram bunga, lalu menoleh dan menjawab. "Di Masjid Al-Jannah, nyonya. Kebetulan, di sana kedatangan Ustadzah dari Arab. Katanya sih buat mengisi acara pengajian dan syukuran."

Cika manggut-manggut.

"Nyonya mau datang?"

Cika menggeleng. "Gak ada temannya, Bik."

Bubun terkekeh. "Sama saya, Nya. Nanti kita datang berdua."

"Yaudah, ayo siap-siap!" setan mana yang mendorong, Cika sepertinya nampak semangat untuk datang ke acara tersebut.

'Semoga si nyonya dapat hidayah,' batinnya senang.

_

Cika menggandeng lengan Bubun karena sedikit lelah berjalan, mungkin efek kehamilannya yang sudah pas untuk lahiran dan emang jarak Masjidnya cukup jauh.

"Kalau nyonya cape, kita balik aja ya nya? Kayanya nyonya cape," tawar Bubun sedikit takut kalau Cika tiba-tiba pinsan.

Cika menggeleng cepat. "Gak! Saya mau datang ke Masjid!"

"Dikit lagi sampe, nya." Bubun mencoba membantu.

Setelah sampai, Cika terpakau dengan keindahannya. Dari luar saja sudah seindah ini, apalagi dalamnya?

Bahkan, Masjid yang ada di hadapan Cika pun banyak jama'ahnya yang datang. Masya Allah.

"Ayo, Bik." Cika dan Bubun masuk ke dalam dan duduk di dekat tembok untuk melepas rasa lelah sebentar.

Semua jama'ah berhamburan masuk dan duduk dengan tertib. Salah satu ibu-ibu duduk di dekat Cika dan meliriknya.

"Kandungannya sudah pas ya, Bu?" tanyanya saat melihat perut Cika yang memang besar.

Cika mengangguk." Iya, Bu. Tinggal nunggu lahirnya aja."

"Kesini sama siapa? Suami?" tanyanya lagi.

Ibu itu tak tahu saja, pertanyaannya yang tadi membuat hati Cika mencelos sakit.

"Sama saya." serobot Bubun yang memang tahu dengan permasalahan Cika dan suaminya, bahkan Bubun menutupinya dari tetangga.

Ibu itu mengangguk dan menghadap depan.

Suara bising yang tadi heboh kini mendadak sepi karena datangnya seorang wanita berpakaian gamis berjalan di depan, tepat di podium.

"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh!!"

"Walaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh!" sahut semuanya.

Acara cerama dan pengajian pun di mulai, Cika menyimak semua ucapan Ustadzah itu dengan baik.

_

"Haduu cape bangat!" keluh Cika setelah balik dari pengajian.

Cika memegangi pinggangnya, lalu duduk di sofa. Bubun pergi ke dapur untuk membuatkan minun untuknya.

Perasaan dan juga hati Cika benar-benar tertampar oleh ceramah Ustadzah itu.

'Manusia tempatnya dosa, semua orang juga punya kesalahannya masing-masing. Entah kecil maupun besar, kita tetap harus memaafkannya. Karena apa? Karena kita manusia biasa. Sang pencipta aja memaafkan hambahnya yang berbuat dosa, masa kita sebagai manusia nggak.'

Ucapan Ustadzah tadi membuat Cika tersadar, ia jadi ingat oleh kesalahan suaminya di masalah lalu.

"Apa aku harus memaafkannya?" gumamnya. "Tapi dia?"

Cika jadi bingung sendiri.

••••

Tbc

Seujung CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang