Sad

1.2K 48 8
                                    

Happy reading🦋
•••••


Cika terbangun dengan keadaan pusing, bahkan tubuhnya seakan tak berdaya. Wanita itu sakit.

Mengingat ia punya tanggung jawab pada si kembar, Cika langsung beranjak pergi ke dapur untuk menyiapkan. Sarapannya.

"Shtttt!" Cika mengumpat saat darah keluar kembali dari hidungnya. Ini sudah sekian kalinya Cika membersihkannya.

"Bundaaa ...!!"

Teriakan melengking si kembar mampu membuat Cika cepat-cepat membersihkan darah tersebut.

Bisa gawat, kalau Kirani sampai melihatnya, salah satu putrinya ternyata punya phobia.

Cika berbalik, tersenyum padanya dan menyembunyikan rasa sakit yang semakin lama semakin menjalar.

"Masak apa?" Kirani buru-buru duduk di kursi samping Kirana dan mereka menatap bundanya dengan tatapan polosnya.

"Roti bakar, nak."

Cika mengambil rotinya yang sudah selesai, kemudian menyodorkan di hadapan mereka berdua.

"Yeayy!! Roti gosong!!" serunya.

Cika terkekeh melihat tingkah mereka yang aktif di usianya.

_

"Baby, apa kau mau ke kantor?" Ana berjalan manja ke arah Andra dengan riasan yang sudah full makeup.

Andra hanya tersenyum, sambil membenarkan dasinya di depan cermin.

"Kau mau menikahiku kapan?" bisik perempuan itu.

Sang pria menarik napas dalam, lalu mencium pipi Ana sekilas sebelum berbalik ke arahnya.

"Secepatnya."

"Cih, selalu itu Mulu yang keluar dari mulutmu!!" dengusnya, lalu duduk di atas kasur dengan wajah di tekuk.

Andra tersenyum menatap Ana, kemudian mendekatinya dan berjongkok di hadapannya.

"Sabar ya, honey. Aku pasti akan cepat menikahimu," bujuknya mencium kedua punggung tangan Ana.

Mendapat rayuan yang menurutnya moodboster, hati Ana seketika luluh padanya. Wanita itu membalas senyumannya.

"It's okeyy!!" balasnya. Kemudian mengantarkan Andra ke depan rumah.

"Kamu jaga rumah, dan diam jangan kemana-mana." Andra berucap padanya sambil mengelus puncak kepala Ana.

"Iya, sayang. Udah sana pergi," balasnya.

Andra mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil dan pergi keluar dari halaman apartemennya.

_

"Gimana dok?" Cika membenarkan posisinya sambil menghadap sang dokter.

Sekian lama mengeluh, Cika memutuskan periksa ke dokter. Ia jadi deg-degan dengan hasilnya.

Dokter menatap selembar surat putih, sesekali melihat Cika dengan tatapan sulit di artikan. Yang membuat sang empu tak paham.

"Jadi begini, Bu. Melihat tes pemeriksaan tadi, ibu sepertinya terkena tumor. Gejalanya yaitu sakit kepala dan lainnya."

Cika menyimak penjelasan dokter dengan hati teriris dengan pisau. Betapa hancur dirinya saat terkena penyakit yang tidak di inginkan.

"Saya mau rawat jalan aja, dok. Kasihan anak saya masih kecil," balasnya ketika dokter menyaranin untuk di operasi atau di rawat inap.

"Ini, resep obatnya ya, Bu. Jangan sampai telat, jika telat tumor yang ada di ibu semakin bertambah dan akan bisa membunuh ibu."

Cika mengangguk paham, lalu izin pamit keluar dari ruangannya.

Wanita itu menyimpan suratnya dengan baik, agar kedua putrinya tak mengetahuinya.

Bibirnya yang tipis, semakin tipis kalah tersenyum miris mengingat nasibnya. Sang suami yang seakan lupa, dan orang-orang yang ia kenal seakan hilang.

Cika hanya punya kedua anaknya, ia berharap gak terjadi sesuatu yang buruk padanya.

_

"Bos," sapa Daniel saat berpapasan padanya.

Daniel menatap heran saat Andra melewati dirinya begitu saja. Biasanya, dia menyapa balik, tapi ini?

"Ada apa?" gumamnya bingung.

Tok!! Tokk!!

Mata Andra yang tadinya fokus pada laptop, kini beralih ke pintu. "Masukk!!"

Seseorang yang di luar, pun masuk dengan sopannya. Daniel. Dia Daniel, pria itu sempat curiga pada Andra lantaran tadi.

"Duduk," titahnya sembari memijit keningnya yang terasa pusing.

"Ada apa bos?"

"Gak ke balik?" Andra bertanya dengan alis terangkat satu.

"Kalau saya lihat-lihat, keknya bos lagi banyak pikiran. Betul?"

Andra mengangguk kecil, ia menarik napas pelan sebelum berbicara.

"Ana meminta saya untuk cepat menikahinya. Tapi entah kenapa, saya masih belum siap."

Daniel diam mencerna omongan Andra, untuk hal ini ia sudah biasa.

"Tapi ----"

Mata Daniel beradu pandang pada Andra saat Andra hendak bicara.

"Saya heran, semenjak ketemu dengan bocah kembar dan mamanya anak itu. Pikiran saya selalu pusing," lanjutnya.

Otak Daniel bekerja dengan cepat. 'Apa itu Cika? Istrinya si bos?' batinnya.

"Kemarin, dia sempat cekcok sama Ana."

"Hah?" Daniel melongo.

"Ana di tampar olehnya. Ya saya gak terimah lah, dia saya bentak."

'Whatt?!' mata Daniel melotot.

"Bos, apa kau tak ingat sesuatu?"

"Ingat apa?" Andra berbalik nanya.

"Ingat masa lalumu mungkin."

"Ak----"

"Sayang ...!!"

Andra dan Daniel mendadak berhenti ketika suara Ana terdengar dari luar. Daniel memasang wajah datar. Pengacau.

"Hey!" Ana tersenyum manis sambil menenteng kotak bekal.

"Wow, bawa apa Beby?" Andra beranjak dari kursinya dan mendekati Ana.

"Makanan kesukaanmuuu," bisik Ana manja dengan tangannya yang sebelah mulai nakal meraba dadanya Andra.

"Ekhem!" dengan sengaja Daniel berdehem tak suka Padanya. Sungguh, Daniel telah menyesal karena sudah melibatkan Ana saat Andra masih gila karena istrinya.

Dan sekarang? Ia seperti makan buah simalakama.

"Saya permisi!" ketus Daniel keluar dari ruangan.

'Manusia gak danta!' judes Ana yang tahu padanya.

••••

Flow Pena0716

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Seujung CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang