Sindiran

509 30 1
                                    

Cika menatap dua bayi mungil yang terlelap tidur. Wajah mereka membuat hati Cika menghangat.

Bahkan wajah mereka mirip sekali dengan suaminya, dan tidak ada yang mirip ke dirinya.

Candra Kirana dan Candra Kirani.

Cika menamainya dengan nama itu. Menurutnya sangat unik dan bagus.

Bubun ikut tersenyum, lalu memberikan botol susu pada Cika dan ikut duduk. Kemudian memberikan dotnya ke mulut Kirani yang merengek laper.

"Pak Andra kalau tahu kabar ini, pasti senang." Bubun berseru dengan wajah yang terbinar melihatnya.

Cika tak menjawabnya, membiarkan Bubun mengoceh sendirian.

_

Berhubung cuacanya hari ini bagus, Cika berniat mengajak kedua putrinya jalan-jalan keliling komplek.

"Bi, tolong ambilkan keranjangnya!" Cika berteriak sambil memakaikan baju pada Kirani.

Bayi cantik itu membuat Cika senang. "Wangi bangat kamu, de." pujinya sambil mencium pipi tembam Kirani.

Setelah selesai memandikan Kirani, kini giliran Kirana. "Ade kirani sudah wangi, sekarang giliran kakak Kirana yang harus wangi."

Cika menggendong Kirana dan memandikannya di kolam kecil. Badan Kirana yang gemuk, membuat cika kemberatan.

Bubun datang sambil mendorong keranjang bayi. "Ini, nya." selepas itu, pelayan tersebut pergi ke dapur lagi.

"Cepat besar ya, nak." Cika mencium Kirana setelah selesai mandi.

_

Cika mendorong keranjang bayinya sambil menghirup udara segara yang memang sudah lama tak keluar rumah.

"Oekkkk! Oekkkk!" tangisan Kirana membuat Cika menatapnya, kemudian mengambil sebotol susu dan memberikan ke mulutnya.

Tetangga yang melihat dia, sedikit sinis saat berpapasan ataupun yang berada di rumahnya masing-masing.

"Ehh, jeng. Lihat noh si Cika. Gak punya suami, kasihan bangat. Mana narapidana lagi, ihhh jangan mau berteman sama dia."

Tetangga julid mulai bereaksi.

Cika yang mendengar gosipan itu seketika diam, hatinya sedikit tersentil.

"Dengar-dengar pak Andra gila gara-gara dia. Kasihan bangat ya pak Andra, punya istri gak becus." timpal temannya.

Dada Cika naik turun dengan napas yang senan kamis. Matanya memerah menahan tangis.

"Dasar cewe gak tau malu! Di kasih hati malah minta jantung! Coba bayangin, kalau gak ada pak Andra mungkin dia udah jadi gembel di jalanan! Dih, najis!" sindirnya lagi.

"Harusnya bersyukur punya suami yang mau nerimah apa adanya. Lah ini? Orang malah di pasukin ke penjara!"

"Emang jalang dasar!"

Cukup! Cika sudah tak kuat mendengarnya. Ia segera mendorong keranjang bayinya dan pergi dari sindiran mereka.

Brukk!

"Haduh!" ringis wanita yang tengah menelpon saat Cika tak sengaja menabraknya.

"Gimana sih, mbak! Yang benar dong! Punya mata gak?!" maki wanita itu.

"Maaf, saya gak sengaja."

"Gak sengaja apaan? Jelas-jelas Lo sengaja! Lo kira ini jalanan punya bapak lo?!"

"Saya kan gak sengaja! Kok sewot sih?!" Cika berbalik nanya dengan nada yang mulai meninggi.

"Wahh, ngajak berantam Lo ya! Dasar perempuan hina!" nyinyir wanita itu.

Cika hendak melayangkan tamparan, namun suara Kirani membuatnya tak jadi.

"Urus tuh bayi lo!" setelah mengatakan itu, wanita tersebut pergi dari hadapan Cika.

Sepanjang jalan, Cika menghapus air matanya. Mental remuk.

"Kenapa jadi gini?" gumam cika berlirih.

Cika akhirnya pergi ke taman komplek, mencoba menenangkan suasana hatinya.

Ia melirik ke bawa, tepat pada kedua bayi yang sedang tidur pulas. Hatinya sedikit tenang.

Namun lagi-lagi Cika teringat pada sindiran dan juga hinaan mereka ke dirinya. Cika terisak.

Meratapi semuanya.

•••••

Tbc

Seujung CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang