Yang mau tahu siapa Arion, baca Baby For You, ya.
Lengkapnya ada di e-book.
(Promosi terselubung😆😆)"Kenapa sih kamu harus ambil tugas di Papua sana?"
Aku yang sedang mengemas beberapa pakaianku langsung menoleh ke arah sumber suara, wajah marah, kesal, bercampur dengan dongkol terlihat di wajah pria yang berprofesi sebagai Brigadir Polisi di dekat tempat tinggalku ini saat melihatku berkemas.
Aku hanya melihatnya sekilas, terkadang aku lelah sendiri dengan sikapnya yang selalu marah-marah tidak jelas jika aku tidak menuruti apa yang dia ucapkan.
"Di sini juga ada Rumah Sakit yang kompeten dan bagus untuk kariermu, kenapa harus pergi sejauh ini? Ini Jawa-Papua loh, Bin!"
Aku sama sekali tidak menoleh saat suara darinya semakin meninggi, bukan hanya dia yang menentang rencanaku ini, tapi juga Papa dan Mama, mereka semua menolak mentah-mentah rencanaku untuk pergi ke Papua hingga tidak menegurku sama sekali.
Tapi tekadku sudah bulat, aku ingin mencari pengalaman baru di luar zona nyamanku, di tempat yang benar-benar membutuhkan pertolongan seorang dokter yang pasti akan mengasah kemampuanku sebaik mungkin sebelum aku serius mengambil kuliah lanjutan untuk spesialisku nanti.
Dan sepertinya karena gerakan tutup mulut orangtuaku tidak berhasil sama sekali menggoyahkanku, kedua orang tuaku memanggil pria ini untuk mencegahku, hal yang sebenarnya sia-sia mengingat selama ini aku dan dirinya tidak pernah satu pemikiran.
Dia yang hobi sekali mengaturku, dan aku seorang Bintang Juwita yang tidak pernah mau di atur, aku seorang yang bebas dan tidak mau terikat. Diriku adalah milikku sendiri dan tidak ada yang berhak mengaturku. Apalagi di tambah dengan sikapnya yang mengaturku seolah aku adalah miliknya, itu justru membuatku semakin tidak menyukai lawan bicaraku ini sekali pun orang lain selalu berkata betapa sempurnanya pria yang berceloteh tanpa henti di sebelahku ini.
Di mataku, dia tidak lebih dari seorang pria ditaktor yang akan mengurungku dengan segala hal kolot yang tidak masuk di akalku. Bahkan aku sungguh berharap, di antara banyaknya wanita yang kagum pada sosok Brigpol ini, ada yang berhasil memikatnya, sungguh aku rela jika hal itu terjadi.
"Bintang, bisa nggak sih kamu dengerin aku sekali ini saja!" Cekalan kuat aku dapatkan darinya. Mungkin kesal dan muak karena aku terus menerus mengacuhkannya, sama sekali tidak memedulikannya yang berbicara membuat amarahnya meluap, "selama ini kamu selalu seenaknya dalam bersikap, nggak pernah satu kali saja kamu dengerin aku sebagai calon suamimu, kita ini sudah tunangan, Bintang. Setelah Kakakmu satu tahun menikah, kita juga akan menikah, lalu kenapa kamu nggak pernah anggap dan dengar semua ucapanku! Belajarlah untuk menjadi istri dan wanita yang penurut, bukan seorang wanita pembangkang yang tidak sesuai dengan calon istri seorang Polisi!"
Ini adalah salah satu hal yang aku tidak suka darinya, sikapnya yang arogan seolah aku berada di bawah kuasanya. Status tunangan di antara kami benar-benar mencekikku hingga sulit bernafas. Dia merasa aku tidak pernah mendengar ucapannya, tapi sebagai seorang pria, dia tidak pernah berusaha untuk memahamiku.
Di pikirannya aku harus menjadi seperti yang dia inginkan tanpa peduli jika semua itu tidak membuatku bahagia. Bahkan sama seperti orangtuaku, dia selalu menentang segala hal yang aku inginkan, dan tidak pernah mendukungku meraih mimpi.
Menurut orangtuaku dan dirinya, kuliah spesialis sama sekali tidak berguna karena pada akhirnya aku hanya akan menjadi Ibu Bhayangkari yang diam di rumah mengurus anak serta menunggu suamiku pulang. Mungkin kesamaan dalam berpikir itu yang membuat Orangtuaku memilihkan dia menjadi jodohku.
Perjodohan kolot di jaman serba modern ini.
Aku melepaskan tangannya perlahan, tersenyum kecil padanya menyembunyikan kekesalanku padanya.
"Indra, dengerin aku baik-baik." Aku berbicara lambat padanya, berharap aku hanya akan berbicara sekali ini saja tanpa mengulangi ucapanku pada sosok Indraguna Wiyoto yang dunia kenal sebagai tunanganku ini.
"Kita terlalu jauh berbeda, kamu menginginkan seorang wanita penurut yang diam di rumah dan itu sangat bukan diriku. Aku ingin hidupku berguna, Ndra. Aku ingin menggapai mimpiku sebelum aku mantap menikah, kenapa sesulit ini untuk mengerti diriku. Jika kita terus menerus berada di perahu yang berbeda, sepertinya kita memang tidak bisa bersama."
Perlahan aku melepaskan cincin yang melingkar di jari manis tangan kiriku, cincin yang tersemat di sana semenjak 6 bulan lalu. Cincin yang mengubah pertemanan kami sedari SMP menjadi sebuah ikatan menuju jenjang yang serius.
Wajah tersebut tampak mengeras, tidak menyangka jika aku akan melakukan hal ini padanya, apalagi saat aku membuka tangan tersebut dan meletakkan cincin pertunangan kami. Aku mengembalikan cincin tersebut, memutus hubungan yang memang sedari awal tidak aku inginkan ini.
"Indra, kita temenan dari SMP hingga sekarang, kita saling kenal baik buruknya satu sama lain, tapi menurutku kita hanya cocok sebagai teman saja, bukan sebagai pasangan seperti yang di usulkan oleh Mama dan Papa."
Pria yang biasanya begitu banyak berbicara ini sekarang terdiam membisu, menatap nanar cincin yang ada di telapak tangannya yang terbuka.
Aku menghela nafas berat, berucap pada Indra seperti sekarang dan menyakiti hatinya bukan hal yang mudah untukku. Jika bisa dipaksakan aku akan lebih memilih menjalani semuanya, tapi ternyata hatiku memang tidak bisa di paksakan.
"Enam bulan kita mencoba bersama sebagai pasangan, tapi selama enam bulan ini bukannya kita menemukan kecocokan tapi kita justru terus menerus bertengkar, aku yang tidak bisa menjadi seperti yang kamu inginkan, dan aku yang merasa terpenjara dengan semua tuntutanmu itu, Ndra. Aku juga ingin pasangan yang mendukungku meraih mimpiku. Tapi kamu nggak bisa lakuin itu."
"Kenapa kamu semudah ini mengucapkan kata berakhir, Bin? Kamu nggak mikirin perasaan keluarga kita? Mikirin perasaanku?" Suara lirih itu terdengar, selama ini aku menganggap Indra sebagai teman, dari dulu hingga sekarang, sekeras mungkin aku berusaha mengubahnya menjadi perasaan sayang terhadap pasangan, tetap saja tidak bisa. Bahkan saat di awal rencana perjodohan ini, aku tidak menyangka jika Indra mempunyai perasaan lebih dari teman terhadapku. "Aku ngelakuin semua ini karena aku sayang sama kamu, Bintang. Aku sayang sama kamu, sampai nggak rela kamu jauh dariku. Aku nggak rela lihat kamu dengan orang lain. Kenapa kamu nggak pernah mikir semua ini dari sisiku, Bintang."
Mendengar semua yang terucap dari Indra membuatku tahu jika aku sudah keterlaluan dalam membuatnya terluka. Tapi aku pikir, cepat atau lambat kita memang harus berpisah dan tidak bisa bersama.
"Semakin kita melangkah ke depan, semakin kita melukai satu sama lain. Untuk apa hubungan macam ini, Ndra! Lebih baik hentikan sekarang sebelum luka itu membusuk dan semakin menyakiti kita, kamu seorang Polisi yang hebat, mudah bagimu menemukan seorang yang sesuai dengan apa yang kamu inginkan. Dan wanita itu sepertinya bukan aku, Indra."
Aku hendak melangkah pergi, sudah tidak tahan dengan perbincangan yang menyesakkan ini, walaupun aku tidak mencintainya, tapi tetap saja mengakhiri hubungan bukan sesuatu yang menyenangkan, di saat aku mendengar pertanyaan yang sedikit mengusik memoriku.
"Kamu mutusin hubungan kita bukan karena 'Dia', kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Mantan (Complete On Ebook)
RomanceDulu, Arion dan Bintang saling mencintai. Pasangan yang di juluki couple goals di sekolah SMA Dirgantara, Arion seorang Paskibraka dan juga anak basket yang menjadi idola, dan Bintang adalah seorang gadis PMR yang tidak pernah absen dalam kegiatan...