"Will you marry, me?"
Selama aku bersama dengan Indra, hari ini adalah puncak segala kegilaan dan juga tingkah posesifnya padaku, entah apa yang ada di otaknya sekarang ini saat melamarku di tengah keramaian Bandara.
Banyak orang memegang kamera ponselnya dan mengarahkannya pada kami berdua, berdesis mengatakan jika apa yang di lakukan Indra adalah hal yang begitu romantis. Dan ekspresiku sekarang yang melotot ingin melumat Indra karena ulahnya ini justru di anggap sebagai raut wajah terkejut yang sukses mendapatkan kejutan ini.
Astaga aku ingin menangis sekarang ini. Mungkin hal yang di lakukan Indra akan terasa manis jika dia lakukan oleh dua orang yang saling mencintai, tapi sungguh aku tidak menginginkan lamaran ini dan melamarku di tengah keramaian seperti ini justru menurutku adalah bentuk keculasan Indra, aku sudah memutuskan hubungan di antara kami karena memang tidak ada harapan untuk bahagia untuk kita berdua, dan sekarang dia justru berbuat nekad di tengah keramaian ini.
Aku benar-benar kehilangan kata sekarang di depan Indra, tidak tahu lagi bagaimana aku harus menghadapinya yang mendongak menatap penuh harap padaku sembari memegang tanganku erat masih dengan membawa cincin yang tempo hari aku kembalikan kepadanya.
"Bintang, aku janji. Mulai sekarang aku akan mendukungmu meraih semua mimpimu, aku nggak akan halangin kamu pergi dan tetap di sini buat nungguin kamu, tapi please, jangan tinggalin aku."
Gumaman yang mengganggu telingaku mulai terdengar di sekelilingku, membisikkan kata-kata yang kurang nyaman padahal mereka sama sekali tidak tahu duduk perkaranya.
"Oooh, ternyata si cewek ngambek karena nggak di izinin pergi."
"Duh, nyesel Mbaknya kalau sampai nggak nerima Masnya yang sudah ngalah sama egonya."
"Mbaknya keterlaluan banget kalau sampai nggak mau sama Masnya, udah di bela-belain buang harga dirinya dan merendah kayak gitu."
"Iya, kebangetan banget Mbaknya kalau sampai nolak."
"Demi apa di lamar Pak Pol dengan cara semanis ini dan hatinya nggak luluh, fiks Mbaknya harus periksa hatinya yang mungkin sudah mati."
Semua kalimat tersebut berdenging di telingaku, sungguh Indra selalu bisa membuatku tidak nyaman dengan segala tindakannya. Aku benar-benar tidak ingin menyakitinya, tidak mau membuatnya yang merupakan teman dari lama terluka, dan kenapa membuatnya mengerti jika kami hanya cocok sebagai teman bukan sebagai pasangan begitu sulit di mengerti olehnya.
"Indra..... " Erangku pelan. Ingin sekali aku mengumpatnya sekarang, tapi aku tidak mau mempermalukannya.
"Please, Bintang." Mohonnya lagi.
"Terima!"
"Terima!"
"Terima!"
"Terima!"
Entah siapa yang memulai, tapi melihat lamanya aku terdiam di hadapan seorang pria yang melamarku membuat seruan menyemangati itu tiba-tiba muncul terdengar begitu keras, jika sudah seperti ini, apalagi yang bisa aku lakukan terhadap Indra?
Sebisa mungkin aku tersenyum walaupun pasti tidak terlihat tulus, meraih tangannya dan menggenggam balik tangannya. Aku tidak menginginkan hal ini, tapi aku tidak punya pilihan lain lagi melihat wajah ketar-ketir Indra yang takut aku akan menampiknya di saat semua orang yang tidak kami kenal ini mendukungnya.
"I will, Ndra!"
Hela nafas kelegaan Indra terdengar seiring dengan tepukan tangan meriah dari mereka yang melihat pertunjukan picisan ini. Senyum merekah penuh kebahagiaan terlihat di wajah Indra saat dia kembali menyematkan cincin yang bagiku simbol penjara ini di jemari manisku.
Aku hanya bisa meringis miris melihat Indra begitu bahagia dengan kata iya yang baru saja aku ucapkan. Indra, kenapa kamu membuat dirimu kesulitan? Kenapa di antara banyaknya wanita yang memuja kesempurnaanmu kamu harus memilihku yang tidak mencintaimu?
"Cincin ini milikmu, dan hanya pantas untuk kamu kenakan, Bintang. Jangan pernah di lepas lagi sampai aku menggantinya dengan cincin pernikahan, ya!"
Aku membisu, sama sekali tidak menjawab saat Indra membawaku ke dalam pelukannya. Dekapan ini terasa hangat, sikapnya begitu manis, tapi kenapa hatiku tidak bisa tergerak untuk mencintai pria yang mencintai dan di restui orangtuaku ini?
Aku tidak suka dengan sikap posesif dan pemaksa Indra, tapi aku lebih tidak suka dengan hatiku yang tidak mau tergerak untuk mencintai Indra, kenapa sesulit ini sih membalas perasaan pria yang mencintaiku?
Kenapa kamu nggak bisa ngasih sedikit saja hati untuk mencintai Indra, Bintang!
Pelukan dari Indra mengendur, hingga akhirnya pelukan itu terlepas dan membuatku kembali menatapnya. Pria di depanku ini bukan seorang yang jelek dan hanya mengandalkan seragamnya, tapi dia seorang yang tampan dan berprestasi sejak dari zaman sekolah dulu, tapi sekarang saat melihatnya aku hanya merasakan rasa bersalah dan kesal kesal karena tidak bisa membalas cintanya kepadaku.
Binar bahagia di mata Indra begitu jelas terlihat saat dia menatapku sekarang ini, pegangannya di bahuku seolah meyakinkan dirinya sendiri jika aku menjawab iya atas tanyanya barusan.
"Jaga diri baik-baik di sana ya, Bin."
Aku mengangguk pelan, pasrah dengan semua jalan takdir yang harus aku lewati penuh dengan drama ini.
"Kabari aku begitu sampai, dan tolong jika ada waktu selalu sempatkan untuk kirim pesan, ya."
Aku tidak tahu pasti keadaan di sana, tapi tidak ingin memperpanjang masalah aku memilih mengiyakan. Sebagai seorang Aparat Negara, sudah pasti Indra jauh lebih mengerti keadaan di sana dari pada aku.
"Di sana daerah yang rawan konflik, Bintang. Alasan kenapa aku, dan kedua orangtuamu melarang kamu pergi ke sana karena kondisi masyarakat yang tidak stabil. Tapi kamu bersikeras untuk pergi, pilihan apa lagi yang bisa aku buat selain mendukungmu jika tidak ingin kehilanganmu, Bintang."
Mendengar apa yang di ucapkan oleh Indra barusan entah kenapa aku merasa kekhawatiran yang di rasakannya terlalu berlebihan mengenai daerah rawan konflik yang baru saja di singgungnya, aku berpikir di tanah Indonesia di mana sekarang aku bisa hidup begitu nyaman terdengar tidak masuk akal jika sampai masih ada tempat di mana mereka memberontak hingga baku tembak seperti jaman perang dahulu.
"Sebisa mungkin saat aku ada cuti atau waktu bebas aku akan menengokmu di sana!" Aku ingin protes pada Indra, apa yang di rencanakannya tersebut terdengar berlebihan, tapi belum sempat aku memberikan protesku, dia sudah lebih dahulu menyela. "Aku janji hanya melihat keadaanmu dan tidak akan mengganggu apapun yang kamu lakukan di sana apalagi memaksamu untuk pulang! Bahkan jika kamu mau, kamu boleh anggap kehadiranku tidak ada di sana."
Seketika kepalaku berdenyut nyeri mendengar apa yang di ucapkan oleh Indra ini, aku tidak suka dengan sikap posesifnya yang terkesan pemaksa, tapi aku lebih membenci diriku yang tidak bisa mencintainya setelah semua hal yang dia lakukan padaku.
Tuhan, jika memang Indra jodohku, gerakkan hatiku agar bisa mencintainya sama besarnya seperti mencintaiku. Jangan siksa aku dengan rasa bersalah seperti ini karena akan terus menerus menyakiti dia karena tidak ada rasa.
❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Mantan (Complete On Ebook)
RomanceDulu, Arion dan Bintang saling mencintai. Pasangan yang di juluki couple goals di sekolah SMA Dirgantara, Arion seorang Paskibraka dan juga anak basket yang menjadi idola, dan Bintang adalah seorang gadis PMR yang tidak pernah absen dalam kegiatan...