"Silahkan kerjakan tugas Anda, Komandan Arion. Saya akan menunggu Anda sampai selesai dan akan mulai melaksanakan apa tugas saya. Rasanya kantor ini lebih nyaman untuk istirahat daripada kamar asrama para dokter."
Aku merenggangkan tubuhku yang terasa begitu kaku, kertakan di setiap sendiku membuatku sadar betapa lelahnya tubuhku. Hari ini adalah salah satu hari terberat yang aku alami, dan sepertinya ini bukanlah hari yang terakhir, tapi justru akan menjadi awal hari-hari panjang lainnya selama ada di sini.
Aku melirik Arion yang masih bersandar di samping meja sekilas, ingin tahu bagaimana reaksinya saat mendengar jawabanku barusan, dan tatapan tidak percaya terlihat di wajahnya sekarang melihat aku benar-benar bersiap untuk tiduran di kursi panjang ini.
Arion pikir aku akan pergi seperti tadi siang, oooh tidak, aku tidak akan kalah dengannya kali ini, aku tidak mau di cap sebagai dokter yang tidak becus oleh dokter Andreas jika aku kembali tanpa melaporkan keadaan pria menyebalkan ini.
"Bangunkan saya saat sudah selesai melakukan tugas Anda, Komandan Arion! Hoooaaaam!" Aku menguap lebar, melepaskan rasa kantuk yang bergelayut di pelupuk mataku. "Saya benar-benar capek seharian ini, walau saya dokter payah di mata Anda, nyatanya saya bahkan tidak mempunyai waktu mengistirahatkan pantat saya seharian ini."
Nyaris saja aku merebahkan punggungku di kursi panjang ini, tapi belum sampai aku melakukannya, kembali untuk kesekian kalinya hari ini aku merasakan cekalan di tanganku, mencegahku untuk berbaring dan mungkin saja akan memutuskan tanganku.
"Kamu pikir kantorku ini Hostel?"
"Anda yang memaksa saya melakukan ini, Komandan. Jika Anda menurut dan segera mengatakan dimana yang terluka agar saya bisa obati, maka saya akan segera bisa menyingkir dari hadapan Anda! Tapi Anda sendiri yang membuat semuanya menjadi sulit!" Ucapku santai, aku sudah lelah untuk berdebat dengannya seperti beberapa saat yang lalu.
Jika dia mempersulit semuanya, maka aku hanya bisa mengikuti permainannya.
Dengusan sebal terdengar dari Arion saat dia meninju udara yang kosong, sepertinya dia benar-benar sedang kesal terhadapku tapi dia juga tidak bisa melampiaskannya selain hanya menatapku dengan tajam.
"Katakan Komandan Arion, selama penyerangan yang terjadi, Anda terluka di sebelah mana? Perlu perawatan di Rumah sakit, atau bisa di lakukan di sini saja!"
Tidak menyerah aku kembali menanyakannya, dan sepertinya Arion sudah terlampau lelah berdebat denganku, kali ini dia tidak menjawab lagi.
Satu hal yang tidak terduga justru dia lakukan, "baiklah jika itu maumu. Lakukan dengan cepat dan tepat, lalu enyahlah dari hadapanku!" Haaah, apa coba maksudnya, pertanyaan itu menggantung di benakku, tapi segera terjawab saat Arion tiba-tiba saja melepaskan kaosnya yang terlihat kusam tersebut tepat di depan mataku.
"Sinting lo, ya! Main buka-bukaan nggak pakai aba-aba." Umpatku kesal, nyaris saja satu kebun binatang aku lemparkan padanya, melihat tubuh seorang pria bukan hal baru untuk dokter sepertiku, tapi saat tiba-tiba seperti ini tentu saja aku terkejut.
Tanpa merasa bersalah dia justru duduk di hadapanku, memperlihatkan beberapa bagian yang lebam seperti bekas pukulan perkelahian, dan yang sedikit membuatku terusik adalah bekas luka seperti sabetan pisau yang meleset di beberapa bagian tubuhnya yang sebelumnya tertutup.
Tidak fatal dan parah, tapi cukup membuatku ngilu dengan segala infeksi atau bahkan tetanus membayangkan jika pria menyebalkan ini tidak mau berobat dengan suka rela.
"Kenapa justru menatapku seperti itu dan bukannya segera mengobati? Terpesona dengan tubuh ideal para prajurit?"
Aku menggeleng dengan cepat, geram dengan tingkah narsisnya, jika aku penggemar pria berbadan bagus juga berseragam, aku bisa melihat Indra sepuas hatiku, nyatanya aku juga tidak tertarik hanya karena tubuh indah dan seragam terhormat mereka.
"Percaya diri sekali Anda ini, Komandan Arion. Saya hanya sedang berpikir separah apa perkelahian Anda dengan para separatis itu! Saya kira hanya kontak senjata. Rupanya Anda juga bertarung head to head dengan mereka."
Aku berkata demikian sambil melakukan pemeriksaan dasar, memeriksa tekanan darahnya sebelum mulai mengobati yang lain, dan saat tanpa sengaja aku menyentuh kulitnya, aku merasakan hal yang berbeda, hal yang di khawatirkan dokter Andreas dan juga para Anggotanya. Dan dugaanku semakin menjadi saat tubuhnya terasa lembab dengan keringat.
"Menurutmu mereka hanya menggunakan senjata? Mereka lebih berbahaya dengan kemampuan mereka dalam bertarung jarak dekat, daerah ini milik mereka, mereka tahu setiap sudut hutannya untuk bergerilya, mereka menyerang satu desa utuh dan lari ke tengah hutan untuk memancing kami para penjaga keamana untuk masuk dan menghabisi kami seperti beberapa hari ini terjadi. Jangan heran melihat luka kami seperti ini, nasib baik kami tidak pulang dalam keranda!"
Aku hanya diam menyimak apa yang di ucapkan oleh Arion, mendengar bagaimana tingginya resiko bertugas di daerah ini. Bahkan tidak jarang banyak yang menolak untuk di tugaskan di daerah ini.
Untuk sejenak pertikaian yang sempat terjadi di antara kami sepertinya di lupakan oleh Arion, sementara aku menyiapkan suntikan tetanus juga beberapa barang untuk mengobatinya dia terus berbicara apa yang terjadi pada insiden di hari pertama bertugas.
"Kalau sudah tahu tubuhmu terluka sementara di sini statusmu juga salah satu pemimpin kenapa abai sekali dengan pengobatanmu, Komandan!" Aku mulai menyuntikkan suntikan tetanus padanya, beberapa sayatan dan juga Arion yang mulai demam membuatku khawatir sesuatu yang buruk kepadanya. "Lihat, bahkan Anda sudah mulai demam sekarang bisa saja karena infeksi sayatan atau justru ada luka dalam."
Arion menyeka keringat yang ada di dahinya, wajahnya yang terlihat memerah karena demam membuatnya tidak bisa menampik apa yang aku ucapkan, tapi rasa tinggi hatinya setinggi gunung Himalaya, mana mau dia kalah denganku.
"Nggak usah gedein diagnosa. Aku nggak akan mati semudah ini!" Reflek aku memukul bibirnya dengan keras, membuatnya bersuara keras dengan heboh karena kesakitan, tapi sungguh aku benci dengan kata-kata yang baru saja terucap. "Apaan sih! Sakit, Bodoh!"
Aku menatapnya tajam, mendongak mengalihkan pandanganku dari luka yang baru saja aku bersihkan untuk segera aku jahit. "Jangan katakan hal-hal teledor dan bodoh di depan tenaga medis, Komandan. Siapapun dia yang berucap demikian, tidak ada satu tenaga medis pun yang akan menyukai kalimat tersebut. Hal kecil yang sering di anggap remeh itulah yang biasanya membuat kami para tenaga medis kerepotan."
Ya, aku benci dengan kalimat tersebut seolah menyepelekan hal kecil yang sebenarnya bisa menjadi sangat fatal bagi tenaga medis yang menangani. Aku mendongak menatapnya, mengalihkan pandanganku dari luka yang aku jahit, menunggu balasan dari Arion yang aku kira akan menjawabku seperti sebelumnya dan memulai perdebatan lagi, tapi aku keliru, pria ini justru berucap sebaliknya.
"Sorry."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Mantan (Complete On Ebook)
RomanceDulu, Arion dan Bintang saling mencintai. Pasangan yang di juluki couple goals di sekolah SMA Dirgantara, Arion seorang Paskibraka dan juga anak basket yang menjadi idola, dan Bintang adalah seorang gadis PMR yang tidak pernah absen dalam kegiatan...