Mas Mantan (16)

2.3K 399 1
                                    

Mas Mantan sudah ready e-booknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mas Mantan sudah ready e-booknya.
Yang mau baca secara lengkap, tim yang nggak sabar nunggu, dan tim hore Bintang sama Arion, bisa langsung melipir ya.
Link ada di bio dan beranda wattpad Mama Alva.

Jangan lupa add kisahnya Dinda ke library kalian ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa add kisahnya Dinda ke library kalian ya.
Di usahakan update setiap hari

Happy reading semuanya.
Enjooy

"Dokter Bintang! Dokter Bintang nggak apa-apa?"

Begitu Tomi sampai dia langsung menyerbu turun menghampiri Bintang yang kini menunduk, menenggelamkan wajahnya ke dalam lutut untuk menahan sisa tangisnya.

Dengan takut Tomi melihat ke arah Arion yang bersedekap, memandang Bintang yang menangis karena ulahnya, sungguh sangat bertolak belakang ekspresi kedua orang tersebut, lagi pula siapa yang nggak akan nangis jika beberapa detik yang lalu mereka baru saja nge-prank malaikat maut, jika Tomi yang ada di posisi Bintang sekarang mungkin Tomi lebih memilih untuk jalan kaki daripada di ajak ngebut nggak karuan seperti tadi.

Tomi hanya melihat mereka berdua sekilas, Arion yang membonceng Bintang dengan gila, melewati jalan terjal berlumpur dan berbatu di samping jurang dengan normal saja Tomi sudah ngeri sendiri, apalagi Bintang yang baru datang ke daerah ini.

"Dokter Bintang, ada yang luka atau apa?" Tanya Tomi lagi karena tidak kunjung mendapatkan jawaban dari Bintang. Dan bukannya Bintang yang menjawab, decihan sinis justru terdengar dari Arion, pria hangat nan ramah pada staf rumah sakit yang di kenal Tomi ini entah kenapa mendadak menjadi seorang yang arogan dan menyebalkan jika berhadapan dengan Bintang, nyaris sama sensinya seperti dokter Amel.

"Kamu mau nugas di sini, atau mau buat drama sih, dokter Bintang! Tubuhmu masih utuh, nyawamu masih melekat, dan aku sudah minta maaf tadi, kenapa masih sesenggukan kayak bocah, sih?"

Mendengar suara tegas dari Arion yang menggelegar dengan nada bariton berat dan bernada perintah tersebut membuat nyali Tomi menciut, bagaimana Bintang akan luluh dengan permintaan maaf dari Arion jika nada bicaranya saja bukannya membuat kita luluh tapi justru membuat kita menciut ngeri.

Tomi merasa dokter Bintang bukan seorang yang menyebalkan, memang dia sedikit kaku menyesuaikan diri dengan tekanan kerja di tempat ini, tapi selebihnya tidak ada yang menyebalkan di diri wanita kecil ini, dan kenapa sikap dokter Amel juga Arion yang sensi terhadap Bintang tentu saja membuat Tomi bertanya-tanya apa yang salah di diri dokter Bintang.

"Minggir!!" Entah apa yang akan di lakukan oleh Arion, pria ini tiba-tiba saja memerintahkan Tomi untuk menyingkir dari sebelah Bintang, tanpa harus di perintahkan dua kali Tomi segera melakukannya, sudah di bilang bukan, Arion mengerikan jika sedang dalam suasana hati yang buruk.

"Apalagi? Mau ngatain aku apa lagi?" Dengan suara sengau karena kebanyakan menangis Bintang bertanya pada Arion yang ada di depannya, mudah untuk Arion ngomel-ngomel dan memintanya untuk tidak menangis lagi, tapi Arion tidak tahu betapa takutnya dia hingga membuat seluruh tubuhnya gemetaran hingga sekarang.

Melihat mata yang menatapnya dengan ketakutan membuat hati Arion sedikit terusik tidak nyaman, tidak, tidak sedikit, tapi Arion tidak menyukai pandangan mata yang seperti ini, menepikan ego dan gengsi yang menutupi perasaan yang sebenarnya, Arion mengalah.

"Aku benar-benar minta maaf, Bintang."

Bintang. Hanya Bintang, tanpa embel-embel dokter yang menandakan jika mereka saling mengenal lama. Dan bodohnya seorang Bintang, kemarahan dan kejengkelan yang sebelumnya begitu besar di rasakan Bintang lenyap begitu saja.

Sekian waktu berlalu, tapi cara Arion memanggilnya tetap menjadi favorit untuk tunangan Indraguna Wiyoto tersebut.

❤❤❤❤

Bintang Pov


"Aku benar-benar minta maaf Bintang."

Aku menelisik wajah yang ada di depanku tersebut untuk menilai seberapa tulus dia meminta maaf kepadaku, dan di saat bersamaan aku merasakan debaran jantungku yang kini mendadak semakin cepat, terasa tidak nyaman hingga aku khawatir pria yang ada di depanku ini akan mendengarnya dan membuatnya besar kepala.

Dengan cepat aku mengusap air mataku, mengalihkan pandanganku darinya dan menatap kemana pun asalkan bukan ke arahnya.

"Saya nggak mau di bonceng sama situ lagi nanti pulangnya." Ujarku cepat, selain karena aku takut dengan cara mengendarai Arion, pria itu juga tidak baik untuk kesehatan jantung dan juga leverku. Dengannya aku selalu deg-degan dan juga merasakan mulas di sertai perasaan aneh yang tidak bisa di jelaskan secara medis. "Tomi, kita tukaran ya." Pintaku penuh harap, hal yang tidak segera di iyakan oleh Tomi tapi justru membuatnya celingukan tidak nyaman saat melirik Arion. Wajah Arion justru terlihat seperti berani mengiyakan apa yang aku minta, berarti dia mengibarkan bendera perang perlawanan terhadap Arion.

Ya, pria menyebalkan tersebut menyalahgunakan wajah sangar dan status militernya untuk mengintimidasi orang lain. Dasar!!

Untuk kesekian kalinya suasana canggung melingkupi kami, tidak ada yang berani bersuara hingga suara motor yang terakhir membawa Ners Susan datang. Sama seperti Tomi tadi yang langsung menghambur menanyakan bagaimana keadaanku, Ners Susan pun melakukannya hal yang sama, tapi kali ini Arion tidak membiarkan Ners yang merupakan fansnya ini mendrama, suara ketusnya yang selalu sukses membuat bulu kuduk meremang karena ngeri kembali terdengar.

"Kalian ini datang kesini untuk cek kesehatan masyarakat, kan! Jadi berhentilah bertanya hal yang nggak penting dan laksanakan tugas kalian dengan cepat dan tepat!"

Arogan, otoriter, Arion pikir kami bertiga ini salah satu anggota militernya, yang bisa dia perintah seenak hati. Sembari melemparkan tatapan kesal padanya aku mengikuti Tomi dan juga Ners Susan masuk ke dalam distrik di ikuti para Tentara di belakangku.

Selama kami menyusuri pemukiman penduduk yang masih begitu tradisional ini aku di buat terpana, aku seperti masuk ke dalam film dokumenter di mana banyak hal menakjubkan tentang suku mereka kini bisa aku saksikan secara langsung, berbeda dengan rumor yang beredar jika mereka, penduduk sangat antipati dengan pendatang atau warga asing, semua hal tersebut tidak aku temui bahkan kepala distrik menyambut kami dengan ramah serta antusias dengan cek kesehatan yang akan kami lakukan, program rutin setiap enam bulan sekali yang di lakukan pemerintah.

Selama aku melakukan pemeriksaan pada setiap warganya di dampingi Tomi dan juga Ners Susan, tidak ada satu pun masalah yang terjadi saat aku melakukan tindakan, mereka semua sudah berpikiran terbuka tentang kesehatan modern walau masih memegang teguh adat mereka. Berita miring yang selama ini beredar di masyarakat luas benar-benar tidak sesuai dengan apa yang aku lihat.

Terlebih saat akhirnya pemeriksaan ini selesai, Anak-anak yang tadinya susah payah di bujuk oleh para Tentara ini justru berakhir dengan mereka yang bermain bersama dengan Prada Pras, Serka Budi, dan juga Arion sendiri.

Keahlian para Tentara tersebut ternyata bukan hanya mengangkat senjata dan menjaga perdamaian, tapi juga mengayomi masyarakat dan memastikan masyarakat nyaman dengan kehadiran mereka sebagai pelindung.

Melihat tawa mereka, tawa anak-anak dan juga Arion membuatku tersenyum kecil, ikut merasakan euforia bahagia mereka yang sulit untuk di tolak.

Ya, memang benar. Pepatah yang mengatakan di mana bumi di pijak, di situ langit di junjung benar adanya, selama kita menghormati tempat di mana kita berada, kita akan tetap baik-baik saja.

"Dokter Bintang, ayo ikut kita main!"

Mas Mantan (Complete On Ebook) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang