Mas Mantan (12)

2.3K 505 27
                                    

"Sorry!"

Aku mengerjap mendengar permintaan maaf darinya, setelah apa yang terjadi seharian ini di antara kami, perdebatan yang seperti tidak ada usai dan damainya, sekarang tiba-tiba saja mendengar ucapan permintaan maaf dari Arion walaupun sekedar kata sorry yang bahkan nyaris tidak terdengar.

Mata tajam itu membalas tatapanku yang keheranan, sebelum akhirnya aku memilih mengalihkan pandanganku kembali ke beberapa luka sayatan yang yang harus aku jahit sedikit.

Aku berharap apapun yang aku tangani sekarang hanyalah luka luar yang akan sembuh dengan cepat walaupun meninggalkan bekas, bukan luka dalam yang akan berakibat fatal hanya karena pria ini terlalu bebal tidak mau segera berobat.

Kini bahkan aku mulai menimbang dan berpikir untuk memintanya rontgen atau CT Scan, khawatir jika ada luka dalam di tubuhnya, tapi memikirkan jika dia akan kembali menyemburku seperti tadi membuatku menahan diri.

Mungkin lebih baik aku sekarang menutup mulutku rapat-rapat, dan menyimpannya untuk nanti. Nasib baik Arion sekarang mau di ajak bekerja sama. Sekarang bukan waktunya untuk menceramahinya tentang segala hal yang tidak di sukai pria ini, prioritasku sekarang adalah mengobatinya dan secepatnya berlalu dari hadapannya yang sangat tidak bersahabat ini.

"It's oke, Komandan Arion!" Hanya itu tanggapan yang aku berikan padanya. Suasana yang mendadak hening hingga suara geretan benang dan juga detik jam usang di kantor ini terdengar jelas membuat semakin canggung keadaan.

Berdebat tidak nyaman. Tidak ada suara seperti ini juga terasa kaku. Entahlah, masalalu kadang memang menyulitkan seseorang saat bertemu kembali.
Lama kami terdiam, aku yang tenggelam dalam tugasku mengobati luka luarnya, dan Arion dengan pikirannya yang tidak aku tahu apa, hingga akhirnya aku kembali mendengar suaranya kembali memecah kesunyian.

"Cincin yang ada di jarimu." Aku berhenti sejenak, melihat kemilau cincin yang di sematkan oleh Indra di jari manis tangan kiriku, cincin yang pernah terlepas tapi kembali di pasangkan olehnya dengan penuh drama di Bandara, rupanya barang mungil ini tidak luput dari perhatian Arion. "cincin pertunangan atau pernikahan?"

Aku tersenyum masam, rasanya sungguh malas menjawab pertanyaan ini, cincin ini mengingatkanku tentang sikap posesif Indra yang begitu erat menggenggamku juga mengaturku sedemikian rupa untuk menjadi seorang yang seperti dia inginkan. Bukan hanya karena sikap Indra hingga aku enggan membahasnya, tapi aku juga benci terhadap diriku sendiri yang sama sekali tidak bisa mencintainya.

Astaga, memikirkan bagaimana hidupku kedepannya dengan Indra jika sampai pernikahan di antara kami terjadi sudah membuat kepalaku pening. Cinta adalah hal yang aku inginkan di dalam pernikahan nanti, tapi rasa itu justru satu-satunya hal yang tidak aku miliki untuk Indra betapa pun sempurnanya dia.

"Menurutmu cincin apa, Komandan?"

Aku kembali menatapnya, melihat bagaimana ekspresi sosok prajurit yang menyebalkan ini saat aku berbalik bertanya.

Dan kembali saat aku melihat Arion sekarang aku rasanya melihat sosok Arion yang dahulu aku kenal bersembunyi di balik kerasnya sikap dan caranya berbicara, dan hal ini sangat tidak sesuai dengannya. Arion dahulu adalah sosok murah senyum yang hangat, tipe boyfriend material dan kakak kelas yang menjadi idola, tidak seperti sekarang yang sekeras batu karang bahkan bibirnya tidak segan menyakiti hati orang lain.

Kenangan masa SMA kami mau tidak mau kembali berkelebat di dalam benakku. Mengingat bagaimana manisnya pria ini saat bersamaku dahulu membuatku tersenyum tanpa sadar.

Ya kebersamaan yang berakhir dengan perpisahan. Akhir yang tidak bahagia, dan aku baru tahu betapa Arion kesal terhadapku atas mimpi yang berusaha aku kejar juga wujudkan.

Arion tidak menjawab pertanyaanku, prajurit yang tampak berantakan dengan lukanya ini hanya diam saat menatapku, menunggu jawaban atas tanya yang dia berikan dan tidak aku jawab.

"Ini cincin pertunangan, Komandan Arion. Lalu bagaimana dengan dirimu sendiri, apa sudah menikah? Jika sudah, Siapa wanita beruntung yang menjadi Ibu Persitmu?"

Aku bisa melihat urat leher Arion yang menegang di saat tangannya mengepal, emosi yang berusaha dia redam terlihat begitu jelas. Aku tidak berbicara omong kosong tentang wanita yang menjadi pendampingnya adalah wanita yang beruntung mengingat bagaimana manisnya Arion pada sosok yang di cintainya.

Posesif tapi menggemaskan.
Caranya mencintai dan menyayangi pasangannya tidak berlebihan tapi menunjukkan betapa besar arti wanita itu untuknya.
Untuk sejenak aku merasa iri dengan wanita yang beruntung tersebut, hatiku bahkan terasa sedikit tercubit membayangkan pria yang terlihat keras ini memperlakukan wanita yang di cintainya penuh kelembutan.

Indra memang mencintaiku.
Memperlakukanku sebaik mungkin, dan rasanya sangat keterlaluan saat aku sekarang merasa iri pada wanita yang berhasil menempati hati Arion.

"Ingat, Bintang. Beberapa detik yang lalu kamu baru saja bilang jika kamu menyesal pernah menjalin hubungan dengannya, bahkan mempertanyakan kepada dirimu sendiri kenapa dahulu mau dengannya, dan sekarang kamu larut pada kenangan manis masalalu yang sebelumnya nyaris tidak pernah kamu ingat!"

Bukan aku tidak mengingat Arion sama sekali, pria yang kini menjelma menjadi seorang Perwira Muda di Kemiliteran ini adalah cinta pertamaku, seorang yang mengejarku dengan gigih dan seorang yang pertama kali mengenalkan cinta kepadaku.

Bukan sekedar cinta monyet, tapi Arion adalah cinta pertamaku. Mimpi menjadi dokter adalah hal yang aku dapatkan darinya saat aku mendengarnya ingin berkarier di Militer seperti Ayahnya, tapi baru saja aku mendengar dari bibirnya, betapa dia membenciku karena terlalu berambisi meraih mimpiku.
Mimpi untuk menjadi orang yang berguna untuk mereka yang ada di sekelilingku. Dan mimpi karena dirinya.

"Ibu Persit yang aku tunggu sepertinya tidak akan menjadi milikku."

Kalimat Arion begitu lirih, sangat jauh berbeda dengannya beberapa detik lalu saat dia berbicara dengan nada tinggi denganku. Dan dengan kurang ajarnya aku sedikit senang mendengar jika pria ini belum menikah.

Hal yang sungguh konyol aku pikir mengingat bagaimana pria ini begitu membenci pertemuan kami sekarang ini.

"Kenapa harus lega, Bintang! Apa yang membuatmu lega saat mendapati Arion belum menikah. Daripada memikirkan hal ngawur tentang mantan pacar yang sudah putus bertahun-tahun lalu, pikirkan dan renungkan cara agar saat kamu kembali, kamu bisa mencintai Indra. Indra yang tunanganmu, dia yang harus kamu pikirkan. Bukan Arion dan segala kenangan cinta remaja kalian yang sudah berakhir sekian tahun lalu."

Kelegaan yang aku rasakan menguap seketika, sudut hatiku yang rasinal berbicara dengan keras menamparku dengan kenyataan. Aku sekarang bukan remaja belasan tahun yang mengagungkan perasaan serta emosi, tapi aku adalah wanita dewasa di mana seharusnya aku berpikir dengan jernih, bukannya larut dalam masalalu.

"Sudah selesai!" Ucapku saat akhirnya lebam terakhir sudah aku obati. Tanpa banyak berbicara aku segera mengemasi semua barang-barangku, berada lebih lama di di dekat Arion dan segala masalalu kami tidak baik untuk perasaanku. "Ini anti biotik harus di habiskan, jika merasa demam dan keringat dingin segeralah ke rumah sakit, dan akan lebih baik jika Anda rontgent juga CT untuk memastikan tidak ada luka dalam."

Aku bergegas pergi, tapi saat aku ingin melangkah keluar dari kantornya, aku masih mendengar gumaman pelan Arion. "Siapa sangka, cinta lama bertemu di medan tugas."

Mas Mantan (Complete On Ebook) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang