"Distrik mana yang kalian tuju kali ini?"
Aku mengerjap berulangkali seperti orang bodoh saat melihat Arion mengambil alih salah satu motortrail tersebut, mulai mencerna apa skenario selanjutnya yang membuatku bergidik ngeri.
Tidak, ini kita nggak pergi ke tempat apapun itu dengan naik motor, kan? Apalagi yang memandu bukan si Mas Mantan ini, kan?
Double combo hal menakutkan untukku, yang pertama aku sudah lama sekali tidak naik motor, yang kedua aku merasa tidak nyaman dengan Arion di sini.Tapi dalam hidupku, segala sesuatu yang tidak aku inginkan justru yang terjadi. Berharapnya aku tidak pergi bertugas dengan kedua hal itu, tapi yang terjadi justru sebaliknya.
Dengan bersemangat Ners Susan bahkan menjawab, fansnya Arion ini tampak senang dengan hadirnya Arion yang sepertinya akan mengantarkan rombongan mini ini. "Distrik 14-15, Komandan! Komandan yang anterin kita, nih?"
Anggukan di berikan Arion atas tanya Ners Susan, "Yippieeee, rela deh saya tugas tiap bulan kalau Komandan yang anterin, berasa tenang gitu hati ini, di lindungi sama Prince Charming jalur Prajurit." nyaris saja Ners Susan terbang saking senangnya mendapati idolanya yang akan mengantarkannya, astaga, melihat antusias yang terlalu berlebihan ini membuatku hanya bisa memutar bola mataku malas.
"Sudah, tunggu apalagi, ayo berangkat!" Aku tidak tahu siapa yang berbicara, tapi aku dan Tomi begitu bermalas-malasan saat menghampiri tiga motor tersebut, sangat jauh berbeda dengan Ners Susan yang langsung mengambil langkah seribu menuju Arion.
"Ners Susan, biar dokter Bintang yang sama Komandan Arion!" Haaah, aku langsung menoleh pada Tomi, pria ini tampak begitu santai saat mendapatkan tatapan tidak setuju Ners Susan, dan pelototan dariku, "di sini beliau yang bertanggungjawab sebagai pimpinan kita, di tambah beliau masih baru, seenggaknya kita harus memastikan keamanan dokter Bintang, dan pasti beliau akan aman jika bersama Komandan langsung."
Heeehhh, apaan sih. "Saya sama siapa saja nggak apa-apa, Tom! Beneran, deh! Saya yakin semua yang ada di sini prajurit handal!" Bahkan jika aku boleh memilih, aku tidak mau naik motor bersama Arion, Tomi. Ingin rasanya aku meneriakkan hal itu pada Tomi, tapi apa daya, apa yang aku katakan tersebut pasti akan menyulut perang antara aku dan Arion lagi.
Motor dan Arion adalah dua kombo kenangan masalalu yang tidak ingin aku ulang. Bahkan aku tidak berani untuk melirik Mas Mantan tersebut, walaupun wajahnya bengis, tapi melihatnya di atas motor sekarang membuatku teringat Arion remaja yang juga menggunakan motorcross saat sekolah dahulu.
"Perawat Tomi benar, dok! Anda baiknya sama Komandan, beliau yang paling handal berkendara di medan ini."
Aku mematung di tempat, enggan untuk pergi berboncengan dengan Arion, apalagi wajah songong Arion yang kini bersedekap saat melihatku keberatan untuk mengiyakan hal ini, dan benar saja tidak perlu waktu lama untuk mendengar suara ketusnya.
"Kamu mau di situ seperti orang bodoh sampai kapan, dokter Bintang? Jika merasa lemah sebagai dokter, jangan datang kesini!"
Damn, Arion! Aku membencimu dari bumi hingga ke bulan.
Melihat tanganku yang terkenal membuat Ners Susan tahu jika aku menahan emosiku, hal yang selalu aku lakukan setiap kali mendapatkan kemarahan tidak jelas dokter Amel. Suasana yang tadi baik-baik saja mendadak menjadi canggung karena mulut Arion yang sangat luar biasa ini.
"Dokter Bintang nggak apa-apa?" Tanyanya sambil mengusap bahuku.
Aku hanya tersenyum masam, walaupun aku tersinggung karena di sebut tidak berguna, memangnya aku bisa apa? "Nggak apa-apa, Ners! Ya, sudah. Ayo berangkat."
Dengan langkah bermalas-malasan aku mendekat pada Arion sementara dua orang rekanku sudah berangkat lebih dahulu, meninggalkan aku hanya tinggal berdua dengan Mas Mantan yang juga tampak sama malasnya sepertiku, "bawa kemari ranselmu!" Hal itulah yang aku dengar pertama dari sosok menyebalkan ini. Tentu saja dengan senang hati aku memberikan ransel berat ini padanya, setidaknya dia cukup gentleman dengan mau membawakan barangku yang berat ini.
Motor ini terlalu tinggi, hal yang tentu bukan masalah untuknya tapi menjadi musibah untukku karena kesulitan untuk naik karena tinggiku yang pas-pasan. Astaga, untuk naik ke atas motor itu tentu saja aku harus berpegangan pada bahunya, skinship yang tidak bisa di hindarkan dan sekarang aku kebingungan bagaimana cara melakukannya tanpa berpegangan padanya.
Tapi telapak tangan itu terulur ke arahku, dengan Arion yang menatap lurus ke depan tanpa melihat ke arahku, "cepat naik atau kita tertinggal terlalu jauh dengan mereka."
Mengesampingkan rasa engganku aku meraih tangan tersebut yang membantuku untuk tetap seimbang saat naik ke atas motor ini, seketika kenangan masalalu yang pernah terjadi di antara kami berkelebat seperti baru terjadi kemarin sore hingga membuatku dengan cepat menggelengkan kepala, mengusir kenangan konyol cinta monyet yang seharusnya tidak boleh mempengaruhiku.
"Kenapa nggak jalan?" Tanyaku saat dia tetap diam di tempatnya, aku bisa melihatnya melirikku dengan pandangan sinis di balik helmnya mendengar pertanyaanku barusan.
"Bagaimana mau jalan kalau kamu sendirinya nggak pegangan? Mau kejengkang di jalan waktu aku tarik gas? Ini bukan di Jawa, dokter Bintang. Di mana jalannya sehalus kulit wajahmu, jika menuruti gengsi membonceng tentara kusam sepertiku, yang ada nggak sampai di distrik tapi kamunya justru sampai ke akhirat karena terjungkal ke belakang."
Aku menelan ludah ngeri, baru ingat bagaimana ekstrimnya jalan saat aku datang ke tempat ini, itu saja sudah termasuk baik, apalagi distrik yang akan kami tuju nanti?
Aku menatap pria yang ada tepat di depanku ini, bahunya yang lebar kini tertutup seragamnya yang tampak gagah membuatku semakin ragu untuk berpegangan dengannya.
Arion, kenapa setelah sekian lama kita harus bertemu lagi sih, tahu nggak kamu dan masalalu kita tuh nggak baik buat kesehatan jantung juga leverku.
Di tengah kebimbangan hatiku mendadak tanganku terasa seperti tersengat listrik saat Arion meraih tanganku dengan sedikit kasar, membawanya untuk berpegangan pada pinggangnya tidak lupa juga dengan kalimat ketusnya yang tidak boleh ketinggalan.
"Pegangan yang kuat, ternyata makin tua bukannya makin cekatan malah makin lelet!"
Aku mencibir saat mendengar hal tersebut, memilih membuang muka dan mengencangkan peganganku seperti yang di katakan olehnya saat motor ini mulai melaju kencang membelah jalanan yang terasa begitu lengang.
15 menit pertama jalanan yang kami tempuh masih normal, dan saat akhirnya Arion mengambil jalan berbelok ke kanan menuju jalan berbatu tanpa aspal, alasan kenapa kami menggunakan motorcross bukan sebuah mobil ambulance terjawab, dan sekarang keketusannya tadi benar terbukti.
Mungkin jika aku tidak berpegangan dengan punggungnya kuat-kuat, aku akan tewas terjungkal dengan sangat konyol.
Di tengah keteganganku dengan jalanan ekstrem serta degdegan dengan cara Arion mengemudikan motornya aku mendengar pertanyaan yang sungguh terasa tidak pas di tanyakan di situasi seperti ini.
"Kamu merasa de javu, dokter Bintang?"
Ya, kenangan 10 tahun yang lalu di mana kami sering berkendara bersama membelah jalanan usai pulang sekolah ataupun weekend kembali terulang, dengan kondisi dan segala hal yang sudah jauh berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Mantan (Complete On Ebook)
RomanceDulu, Arion dan Bintang saling mencintai. Pasangan yang di juluki couple goals di sekolah SMA Dirgantara, Arion seorang Paskibraka dan juga anak basket yang menjadi idola, dan Bintang adalah seorang gadis PMR yang tidak pernah absen dalam kegiatan...