12 | Abandon

2.8K 152 7
                                    

Suasana ini benar-benar menyiksa Arabella. Dia berdiri di tengah keluarga asing. Apalagi alam menuntutnya harus diterima di keluarga ini yang membuatnya ingin mati saja. Aura mereka seperti dari kalangan atas. Padahal Arabella sudah terbiasa berjumpa dengan para kolega bisnis ayahnya. Tapi ada apa dengan keluarga ini? Bukankah Aldrich hanyalah dosen magang?

Arabella berusaha menarik senyum termanisnya saat wanita di kursi roda itu menanyakan siapa dirinya. "Ara.. Arabella, Nyonya." Jelas sekali suara itu bergetar karena gugup.

Wanita itu tersenyum. "Cantik sekali."

"Ah! Ini, Nyonya. Saya hanya punya ini untuk Anda," ucapnya lirih sembari menyerahkan papperbag dari tangannya.

Wanita itu menerimanya. Ia buka dan mulutnya merekah. "Ini untukku?"

Arabella mengangguk kecil. "Paman Aldrich bilang jika Ibundanya suka cookies cokelat sedangkan adik perempuannya suka blueberry."

"Pam-?" Pria seumuran Aldrich itu disenggol lengannya oleh sang ayah.

Aluna menyerobot dan mengintip isi papperbag itu. Dia ambil satu toples yang ternyata berisi cookies dengan buah blueberry. Gadis itu tersenyum lebar sembari mengucapkan terima kasih.

"Untuk Daddy?"

Arabella menegang.

Aldrich langsung menyahut, "Tidak usah. Kalau mau aku belikan di toko kue."

Semua orang tertawa karena ucapan Aldrich.

"Ayo masuk! Kita sarapan dulu," ucap wanita di kursi roda itu.

Arabella digiring masuk oleh Aldrich. Dalam setiap langkahnya, decak kagum terus berbunyi dalam hati. Rumah ini sangat mewah. Apa pekerjaan ayah Aldrich hingga bisa memiliki rumah semegah ini? Arabella terus berpikir.

Semua orang kini melingkari meja makan, kecuali Piero. Pria itu bilang masih kenyang karena roti dan akan makan lagi nanti. Jadilah keluarga Maximilian bersama Arabella disana.

"Aku sudah tidak sabar. Perkenalkan, namaku Alfred Maximilian. Adik dia," ucap pria yang Arabella pikir seumuran dengan Aldrich.

Wanita baya itu tersenyum. "Aku Dasha, Mommy Aldrich. Selamat datang di rumah kami."

"Terima kasih, Nyonya," jawab Arabella.

"Apa kau belum mengenalku?" Pria tua itu malah main tebak-tebakan.

Arabella menjawab, "Ayah Paman Aldrich?"

Pria yang tak lain Erick Maximilian itu tertawa. "Ya. Aku ayahnya. Erick Maximilian."

Arabella terdiam sejenak. Dia seperti pernah mendengar nama itu. Kedua bola mata beriris abunya bergulir menatap Aluna.

"Aku Aluna. Anak perempuan satu-satunya disini. Maaf ya, aku memang sangat manja pada kedua kakakku. Aku harap kamu tidak cemburu," tukasnya lancar.

Pipi Arabella memanas karena kalimat terakhir gadis itu.

"Silakan dinikmati. Tidak usah sungkan," ucap Dasha padanya.

Arabella mengangguk. Aldrich membantunya mengambil makanan. Semua orang disana berpura-pura tidak memperhatikannya.

"Ehem!" Deheman Erick membuat semuanya menoleh. "Namanya tadi siapa?"

"Arabella, Tuan."

"Hm, Arabella. Nama keluargamu?"

Ah! Sudah pasti orang tua akan mempertanyakan keluarga.

"Rexford, Tuan."

"Rexford?!"

Aldrich begitu cekatan menggenggam tangan Arabella. Tentu saja gadis itu kaget dengan suara Erick.

ALIENATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang