22 | Stench?!

2.5K 115 4
                                    

Aldrich merenggangkan tulang-tulangnya. Tangannya meraih remot dan memencet salah satu tombol sehingga gorden disana terbuka. Ia turunkan kakinya tepat di atas sendal selopnya. Pria berbadan liat itu berjalan menuju jendela. Cuaca cerah. Burung-burung beterbangan kesana-kemari.

"Paman sudah bangun?"

Aldrich menoleh begitu mendengar suara istrinya. Pria itu berjalan mendekat dan duduk di tepi ranjang, mengamati istrinya. Tangannya terulur mengelus sisi wajah sang istri. Arabella mendusel, menikmati belaian sang suami.

"Aku mau olah raga? Kamu ikut?"

Arabella menatap wajah suaminya. "Biasanya Ara hanya zumba atau yoga, tidak pernah ke gym pakai alat."

"Aku ajari."

Tak butuh banyak persiapan, keduanya sampai di ruang olah raga. Arabella mengedarkan pandangannya mengamati ruangan ini. Setelah berbulan-bulan tinggal disini, rasanya Arabella baru pertama kali kesini. Banyak sekali alat gym, mulai dari treadmill, spin bike, lat pulldown, bench press, dumbbell berbagai ukuran, barbell dan masih banyak lagi. Tidak heran jika Aldrich dan keluarganya punya tubuh yang yeah goals!

"Paman sering olah raga?"

Aldrich mengangguk. "Paling jarang seminggu 2 kali."

Arabella mengangguk. Wanita itu sudah mengenakan legging dengan sport bra berwarna senada. Sepatu sneakers juga membungkus kakinya.

"Sini, stretching dulu!"

Arabella mengikuti gerakan Aldrich. Menolehkan kepala, merentangkan tangan, angkat kaki, hingga squad. Ternyata selama ini squad Arabella salah. Dia baru tahu saat suaminya membenarkan.

"Sekarang lari 15 menit. Baru kita pakai alat," kata Aldrich.

Mereka pun berlari di atas alat yang berputar sendiri itu. Dalam hati Arabella tersenyum. Seromantis ini suaminya? Mengajaknya berolahraga bersama?

"Tegakkan punggungmu! Kalau membungkuk, nanti bisa cedera." Aldrich mengajarinya menggunakan thigh machine. Alat ini membantu mengencangkan otot paha. "Buka lebih lebar seperti saat kita bercinta, Sa–"

"Aaa!"

BRAK!

"Sakit?"

Arabella menggeleng. "Hanya kaget."

"Fokus kalau berolahraga."

"Bagaimana bisa fokus kalau mulut Paman seperti itu?!"

Aldrich terkekeh. Arabella memilih memakai eliptical machine, sedangkan Aldrich memakai lat pulldown. Setelah mengatur bebannya, ia menoleh pada istrinya.

"Nanti kalau mau berhenti, pelan-pelan. Jangan langsung tiba-tiba. Nanti kakimu bisa sakit."

Arabella menoleh dan mengangguk. Ia pelankan langkahnya saat melihat suaminya mulai menarik besi yang tersambung dengan beban melalui kabel. Salivanya menjadi batu saat ia coba menelannya. Punggung itu, Arabella ingin merabanya, memeluknya.

"Berhenti menatapku, Sayang! Kau tidak ingin kita bercinta disini, kan?"

Buru-buru Arabella membuang muka. Aduh, wajahnya memerah. Malu sekali ketahuan, padahal pria itu tidak menatapnya. Arabella kembali mengayunkan kakinya. Ia tersentak saat tiba-tiba pria itu berada di sampingnya.

"Apa kau suka tubuhku berotot, Sayang?"

Apa-apaan sih manusia ini! pekik batin Arabella.

"Kulihat Papa juga bertubuh seperti ini," tutur Aldrich sembari mempush otot bisepnya dan menepuknya.

Arabella memelankan langkah kakinya lalu memencet tombol stop. Ia menoleh pada suaminya. "Memangnya kalau aku tidak suka kenapa? Mau kamu hilangkan ototmu?"

ALIENATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang