Ways of Falling in Love [1]

263 32 0
                                    

"Enggak tahu Mah, tapi kemarin habis wawancara, aku diminta besok langsung kerja, gitu."


Sebenarnya wawancara kemarin aneh juga. Maksudnya, aku bersyukur aku langsung diterima. Tapi—yang benar saja? Besok aku langsung magang? Syukurlah setidaknya aku bukan pengangguran lagi, tapi aku masih bingung meskipun kedua kakiku sudah membawa diri ini menuju depan gedung kantor tempat magangku yang baru. Kantornya tak besar dan tak juga kecil. Gedung kantor pada umumnya sih. Kemarin kan aku sudah ke sini.


Untung saja tadi pagi aku tidak mengalami kejadian memalukan lagi seperti lusa kemarin. Aduh, apa kabar pria lusa kemarin ya? Imajinasiku sudah menjalar kemana-mana padahal belum tentu kita akan bertemu lagi. Ah, kalau hanya imajinasi sebentar, paling besok juga sudah kulupakan.


Sampailah kedua kakiku, keluar dari elevator menuju ruangan dengan begitu banyak kursi, meja, komputer dan sebagainya. Dibatasi oleh kubikel-kubikel setengah tinggi di setiap timnya. Ada nama divisi di langit-langit di setiap daerah kubikel-kubikel itu.


"Pemasaran ... Pemasaran ...." gumamku sembari menyusuri ruangan besar itu. Belum ramai-ramai amat. Tapi aku menyadari keberadaan seseorang yang familiar di mataku. Pria itu berdiri di depan printer yang dekat dengan daerah  'Divisi Pemasaran'. Divisi untuk aku magang!


Dengan langkah cepat aku mendekati pria itu dan membungkuk sopan. "Selamat Pagi!"


Mulutku juga dibuat untuk memperkenalkan diri dengan cepat dan sopan. Tremor itu ternyata begini rasanya. Pria yang berada di hadapanku ini adalah pria yang kutabrak kemarin lusa! Dan dia ternyata kepala divisiku?! Pria itu membalas perkenalanku dengan sopan dan begitu profesional. Ia bilang namanya Nanami Kento. 


"Rasanya saya seperti pernah melihat anda di suatu tempat, apa anda juga merasa begitu?" tanya Nanami dengan penasaran. Aku berdehum gugup, "Umm—mungkin Nanami-san salah mengingat?"


"Iya, kah?" Nanami memiringkan kepalanya kebingungan. Aku mengangguk canggung. Biarkan ia lupa. Kalau sampai Nanami sendiri mengingat bahwa aku adalah perempuan yang hampir saja jatuh saat berlari menggunakan hak, aku ingin keluar dari kantor ini sekarang juga.


"Omong-omong ini meja anda untuk saat ini. Dikarenakan adanya seseorang yang resign mendadak kemarin, jadi hanya meja ini yang kosong dan dapat ditempati." Nanami mengajakku menuju meja kosong yang berada tepat di sebelahnya. Sedekat itu? Benar! Apabila iya, aku tinggal menyembulkan kepalaku dari balik kubikel dan aku sudah bisa melihat wajah tampannya itu—aduh, aku tidak bisa seperti ini kepada atasanku.


"Terima kasih banyak, mohon bantuannya." Lagi-lagi diriku membungkuk sembilan puluh derajat. Sementara Nanami mengangguk teratur. "Omong-omong anda sudah diberitahu jam kerja kantor ini, kan?"


"Eh? Iya—jam ... delapan saya diminta untuk datang—" jawabku ragu. Apa aku salah?


"Jam delapan bukan jam di mana anda menginjakkan kaki di kantor. Tapi jam di mana anda menerima pekerjaan. Jadi, usahakan untuk datang lebih pagi besok, ya? Bisa dimengerti?"


"Bisa, Pak!" aku lagi-lagi membungkuk gelagapan. Secara tak langsung aku seperti datang terlambat meskipun aku memasukkan tiket absen sebelum jam delapan, tadi. Tapi melihat karyawan lain belum datang meskipun sekarang sudah jam delapan lebih, jujur—membuatku kebingungan.


"Kalau kamu menanyakan tentang kenapa yang lain belum datang padahal sudah jam delapan lebih? Jujur saya sendiri sudah mengingatkan beberapa kali, tapi—pastinya kita punya karyawan-karyawan yang seperti itulah," jelas Nanami seolah-olah ia sanggup membaca pikiranku. Namun aku hanya bisa mengangguk paham dengan sedikit malu juga. Maka sembari menunggu komputerku datang, Nanami memberikanku modul pekerjaan. Katanya aku diminta mempelajari terlebih dahulu sebelum mulai bekerja hari itu. 


Kalau dasar-dasar begini, aku mah sudah tahu! Aku ini'kan pintar! Atau—tidak—


Bodo amat soal itu omong-omong. Yang penting aku bisa menguasai hal-hal dasar dan meningkatkan pengetahuan baru, kan? Kalau begini ceritanya, aku pasti bisa. Kalau ada yang tidak ku pahami, aku bisa tanya Nana—


"Sepertinya saya berhasil mengingat anda siapa," ujar Nanami secara tiba-tiba muncul bersandar pada perbatasan antara mejaku dan mejanya. Aku menoleh patah-patah. Senyum palsuku jadi agak kaku. Kalau sampai ia benar-benar mengingat aku yang hampir jatuh kemarin lusa—!


"Permisi ...! Ini komputer barunya ...!"


"Kita bisa bicara nanti." Nanami memilih untuk pergi setelah mengarahkan kepada para petugas untuk memasang komputer di atas mejaku. Aduh—jujur—aku jadi agak takut.


TBC

a/n : EHE, EHEHEHEHEHEHEH SEMOGA KALIAN SANGGUP MEMAHAMI KETIKAN SAYA YA, YA AMPUN— SELAMAT MENIKMATIII

Ways of Falling in Love [Nanami Kento]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang