Malam ini bintang cukup banyak dengan bulan purnama yang bersinar dengan terang. Cuaca yang begitu cerah dan Kumatani bersyukur akan hal itu. Jika hujan ia tidak bisa membayangkan ada kucing liar kedinginan yang tidak terjangkau uluran tangannya. Sungguh pria yang berhati lembut bukan?
"Hei Kumatani, kau sudah pulang rupanya." Nekota tiba-tiba datang, ia berusaha biasa saja padahal ia tidak ingat sejak kapan ia mulai canggung dengan Kumatani.
"Iya tadi tidak ada hambatan dan reka ulang jadi bisa cepat selesai." balas Kumatani. "Kau sendiri tidak ke bar?"
"Aku tutup hari ini, anakku sakit. Ini aku pergi untuk membelikan kompres dan bahan makanan." balas Nekota.
"Anakmu yang mana?"
"Anak laki-lakiku, Matataro."
"Souka."
Nekota terdiam beberapa saat, menggaruk belakang lehernya dengan gugup.
"Ada apa denganmu?" tanya Kumatani.
"Ah tidak apa-apa." balas Nekota.
"Jujur saja padaku."
Nekota menghela nafas. "Anakku susah disuruh makan dan minum obat, kalau seperti itu aku tidak tau kapan bocah itu akan sembuh."
"Mantan istrimu mana?"
"Dia di luar kota, mempersiapkan pernikahan di rumah calon suaminya."
"Aku ikut denganmu." Kumatani menarik tangan Nekota menuju rumah duda tersebut.
.
Sampai disana Kumatani langsung memasak dan Nekota diminta membantu saja karena walaupun bisa memasak Nekota menghabiskan waktu lebih lama di dapur dibanding Kumatani.
"Aku akan membujuknya makan, kau makanlah dulu." ucap Kumatani dan melenggang begitu saja menuju kamar anak Nekota.
Sesampainya disana Kumatani bisa melihat bocah itu terkejut dengan kehadirannya.
"Kuma-nii.."
"Kau harus makan dan minum obatmu Matataro."
Bocah itu langsung menggeleng. "Pahit."
"Nii-san sudah buatkan bubur yang enak, minum air gula ini jika kau merasa buburnya pahit." balas Kumatani lagi.
"Tapi--"
"Jika kau sakit dan tidak minum obat kapan mau sembuh? Jika kau sakit terus tidak akan bisa sekolah dan bermain di luar karena terkurung terus disini."
"Tapi pahit Kuma-nii."
"Paksa walaupun sedikit, nanti kalau kau sembuh ayo main ke apartemenku. Disana kucingnya banyak."
"B-benarkah?"
Kumatani mengangguk. "Ayo sekarang makan ya."
Pemandangan itu tak luput dari penglihatan Nekota. Ia mengintip dari luar dan ia tersenyum melihat akhirnya sang buah hati mau makan. Bocah itu juga tampak senang saat disuapi oleh Kumatani.
'Syukurlah.'
.
Ketika Kumatani keluar dari kamar anak Nekota ia sedikit terkejut mendapati ayah anak itu berada di depan pintu.
"Kau tidak jadi makan?"
"Tentu saja jadi, ayo makan bersama." ajak Nekota lalu menarik tangan Kumatani menuju meja makan. Ia tentu tidak mau pria itu kabur lagi darinya.
"Terima kasih untuk hari ini Kumatani, aku susah sekali membujuknya makan."
"Itu karena kau selalu menuruti apa kemauannya, dan ketika dia bilang 'tidak' pun kau langsung menurut padahal kau bisa saja sedikit memaksa." balas Kumatani.
Nekota tertawa. "Kau sudah sangat cocok menjadi sosok orangtua ya."
Kumatani mengunyah makanan dan menelannya dulu sebelum ia kembali bicara. "Aku selalu berhubungan dengan anak-anak dan orang dewasa yang prilakunya masih seperti anak kecil jika kau lupa."
"Ikketeru Daga. Kalian kulihat cukup dekat." ucap Nekota.
"Ya aku tidak mau oranglain menodai kepolosannya, aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri."
"Hanya adik?"
Kumatani mengangguk. "Hanya adik."
Dalam hati Nekota merasa bersyukur, ternyata hubungan mereka tidak seperti apa yang ia pikirkan. Tapi untuk apa ia harus bersyukur? Apa perasaannya pada Kumatani mulai tumbuh? Entahlah ia sendiri tidak mengerti.
T
B
C
![](https://img.wattpad.com/cover/284432333-288-k843669.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kucing Dan Beruang
FanfictionKeseharian Kumatani bersama member Maman Together yang diam-diam menaruh hati padanya