tigapuluh satu

53 2 0
                                    

31

"Bola voli yang dipukul bisa jatuh ke tanah karena ada gravitasi. Seperti ketika gue mandang lo, dari mata bisa turun ke hati. Inikah yang namanya gravitasi cinta?"---Reyes Delvin Anderson.
.
.
.

Aisha sudah sampai di kelasnya. XI MIA 4. Meski begitu teman-teman di kelasnya  sudah berbeda. Kali ini ia sudah tidak sekelas lagi dengan Feyla dan Tiara.

Sebisa mungkin Aisha mencoba melupakan masa-masa suramnya ketika kelas sepuluh. Hidup akan terus berjalan.

Untung saja kejadian kemarin luput dari pengawasan Jovita. Ia mendesah lega. 
Aisha melirik ke barisan meja belakang.  Ada seseorang yang terlihat tengah asyik mengobrol dengan temannya.

Tiba-tiba orang itu menoleh, membuat meraka terlibat kontak mata. Secepat mungkin Aisha membuang muka. Lalu menenggelamkan wajahnya di atas tas yang ia taruh di meja.

-----------------

"Nih, moga aja bener." Seorang gadis menyodorkan selembar kertas berisi penyelesaian soal ke cowok yang duduk di hadapannya.

Mata obsidian Reyes menatap dan meneliti isi dari lembaran itu dengan saksama. "Oke, sekarang gue mau ngasih lo pertanyaan, dan lo harus jawab!"

Cowok itu menyodorkan kembali lembaran kertas itu pada Aisha.

"Kenapa bola voli kalo dipukul jatuh bisa turun ke tanah?"

"Karena ada gaya gravitasi," jawab Aisha datar.

"Kenap---"

Belum selesai ngomong, sudah diserobot dulu oleh Aisha.
"Eh, kok pertanyaannya merembet ke Fisika sih?"

"Bisa nggak, buat nggak motong pembicaraan orang lain!?" tukas Reyes sedikit geram. Matanya menatap Aisha. Membuat nyali cewek itu menciut. Bibirnya terkunci rapat.

Reyes menetralkan detak jantungnya dan kembali melanjutkan ucapannya, "kenapa tiap kali gue liat elo, dari mata bisa turun ke hati?"

"Lakasut eh ma-maksud lo?!" latah Aisha yang memelototkan mata.

Lalu dahinya mengkerut, pikirannya menebak bahwa ini hanya sekedar prank. Seperti kebanyakan yang pernah ia lihat di Youtube. Jika iya, Aisha harus mencari jawaban yang bisa mematahkan prank itu.

"Karena ya nggak mungkinlah bisa turun ke ginjal." Kalimat ini hanya ia ucapkan dalam hati.

Dan ketika hendak bersuara, yang keluar hanya, "karena... ada... eng...."

"Eng apa?"

"Engga tau," tuturnya sembari menggeleng.

"Karena ada gaya gravitasi cinta!"

Secepat kilat Aisha memalingkan wajahnya ke arah lain. Menghadap ke tatanan rak buku paling ujung. Pipinya terasa memanas.

"Rey, becanda lo nggak lucu!" ketus Aisha tiba-tiba. Jangan salah, ia bukan tipe yang mudah takhluk dengan rayuan gombal.

Reyes tidak menyangka respons cewek di hadapannya tak sesuai ekspektasi. Menganggap bahwa ucapannya hanya candaan belaka.

"Siapa bilang gue becanda, Sha?" Cowok itu menatap Aisha dalam.

Aisha menjadi kikuk, "emm... trus apa?"

Reyes menelan ludah sebelum kembali menjawab.

"Itu pertanyaan sekaligus pernyataan, sekali lagi gue kira lo tau penyebabnya apa."

Keadaan menjadi hening.

Aisha menundukkan kepala pura-pura fokus menatap buku. Seolah tulisan deretan angka itu lebih menarik ketimbang cowok di hadapannya padahal ia tak begitu paham soal Trigonometri. Reyes juga menjadi diam. Sesekali menolehkan pandangannya ke sekitar rak buku. Lalu sesekali melirik cewek di hadapannya.

Hai, Mas AtletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang