tigapuluh lima

42 1 0
                                    

35

Sebelum baca, tebak dulu, di bab ini siapa yang confess?

"Cinta buta bisa merusak persahabatan yang sudah terjalin lama. Kenapa? Karena cinta bisa membuat orang-orang rela melepas logika demi ego untuk bersama dengan orang yang dicintai, meski pada akhirnya itu adalah salah,"--- Tiara Zefanya.
.
.
.

Jam menunjukkan pukul 20:00 Saatnya untuk makan malam. Setelah membantu ibunya memasak. Aisha juga membantu menyiapkan hidangan ke meja makan. Sementara Shila masih berada di kamar, sedang belajar. Semuanya sudah tertata rapi. Tinggal memanggil kedua anggota keluarganya untuk ikut menikmati makan malam.

Aisha memanggil Shila, dan ibunya memanggil ayahnya.

Menu-menu yang dimasak malam ini, adalah menu-menu favorit Aisha. Yang notabene-nya seafood, terutama olahan udang. Mereka benar-benar menikmati hidangan yang tersaji. Seperti Aisha yang sibuk menekuri udang yang ada di piringnya.

Lima belas menit telah berlalu, acara makan sudah selesai. Kini Aisha ingin sekali mengobrol dengan kedua orang tuanya. Mumpung mereka masih berkumpul.

"Ma, Pa... hari ini Icha punya kabar bagus lhoh," ucapnya sambil tersenyum, tanda bahagia.

"Kabar bagus apa, Cha?" sahut mamanya setelah meletakkan gelas minum.

"Icha terpilih buat mewakili lomba melukis se-kabupaten." Binar antusias kentara sekali saat mengucapkan itu.

"Oh, ya bagus itu," sahut ayahnya yang sebelumnya hanya terdiam dan fokus memakan buah.

"Selamat ya Kak!" ucap Shila antusias.

"Makasih Shil," balas Aisha pelan.

-----------------

Aisha menutup pintu kamarnya pelan. Bukan, bukan itu reaksi yang Aisha harapkan. Ternyata orang tuanya hanya berpihak kepada Shila-adiknya. Buktinya ketika Aisha bersuara, tak ada yang antusias mendukung. Usaha apalagi yang harus Aisha lakukan? Demi bisa membuat mereka bangga?

Aisha melemparkan dirinya ke kasur. Terpejam sebentar, kemudian melirik ke arah jam dinding. Ternyata baru menginjak jam sembilan malam. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Aisha terbangun. Lalu menuju meja belajarnya. Menyalakan lampu dan menyiapkan berbagai alat untuk menggambar. Ia ingin kekecewaannya malam ini, bisa sedikit terobati.

Dalam menjalankan pensilnya untuk membuat sketsa, tiba-tiba ia teringat seseorang yang seharian tadi di kelas mengganggunya. Sampai-sampai memaksa mengantarnya ke ruang kesenian. Padahal Aisha tidak meminta. Gadis itu tersenyum geli. Sambil menggeleng pelan. Sebelum kemudian, ia merenung.

Mereka tidak terikat dalam hubungan apapun. Hanya sekedar teman belajar. Itupun karena Reyes disuruh guru BK untuk membantunya belajar. Aisha menghela napas pelan.

Bahkan kini ia menjadi bingung mau menggambar apa. Gadis itu meraih HP yang terletak di nakas, tak jauh dari tempat duduknya. Jarinya membuka aplikasi berbalas pesan. Membuka salah satu kontak seseorang yang sedang menari-nari dalam benaknya. Riwayat chat terakhir adalah sudah hampir 6 bulan berlalu. Dan chat itu masih Aisha simpan.

Tangannya kembali mengetuk profil itu. Tiba-tiba saja ia menemukan sebuah ide untuk digambar. Ya, dia akan menggambar kartun cowok sedang memegang bola voli.

------------

Minggu pagi, di kafe dekat taman kota.

Sudah beberapa hari Reyes tidak mendapati pesan dari Ara. Rupanya cewek itu benar-benar ingin membahas suatu hal yang penting. Saat ini mereka berdua sudah duduk di sebuah kafe yang lumayan ramai pengunjung.

Hai, Mas AtletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang