VI. Teman

329 37 11
                                    

Rabu, 30 Agustus 2017

-

-

"Hua! Ini gimana!"

Terdengar sebuah teriakan keras di dalam kelas kosong di Universitas Lima Dasar.

Air mata yang menetes secara dramatis menyerang lantai keramik berwarna putih secara cepat tanpa jeda waktu yang lama. Tangan melayang ke rambut di kepala dan menariknya pelan seakan menyadarkan diri dari lamunan.

Dengan mata yang memerah, Ahsan menghadap ke papan tulis dengan satu tetes air mata lagi yang turun. "Gue. Gue. Harus jawabin yang mana." Kemudian ia kembali menangis tersedu.

Pintu yang tadinya tertutup kini terbuka lebar, membuat Ahsan menoleh ke arah pintu dengan panik, mengusap air matanya dengan cepat, diam-diam berharap bahwa itu bukan Yong-Dae maupun kak Hendra yang memasuki kelas itu.

Oh tidak, kedip Ahsan, ini jauh lebih buruk.

Mata Ahsan bertemu dengan mata yang memasuki kelas tersebut. "Loh, kamu Mohammad Ahsan, bukan? Kamu kenapa nangis?" Aduh, kenapa harus dosen gue sih yang dateng?

Dosen di Universitas Lima Dasar itu salah satu dosen yang baik walaupun bukan dosen senior atau dosen yang sudah berumur, Alan Budikusuma namanya. Ia memiliki jiwa muda dan selalu mencoba untuk mengerti perasaan mahasiswa-mahasiswinya.

Pak Alan mengusap punggung Ahsan pelan, "Kamu pusing sama tugas?" Ahsan hampir mengernyitkan dahinya secara jelas dan terpampang, tetapi ia memutuskan bahwa itu adalah kesempatan yang baik untuk tidak ditanya lebih lanjut lagi oleh dosennya.

Mengangguk pelan dengan mata yang perlahan berhenti menangis, Ahsan menatap mata dosennya lemah, memberikan efek agar dosennya benar berpikir bahwa Ahsan keteteran karena tugas kuliah.

Terdengar hela nafas yang tenang, "Tenang aja, San. Emang kalo baru mulai kuliah itu begini. Kamu di semester satu dan semester dua pasti syok sama jumlah tugasnya, tapi pas udah mulai semester tiga gitu pasti rasanya melayang aja. Semangat terus ya kerjain tugasnya."

Ahsan seperti ingin menangis lagi. Kenapa dosennya yang satu ini sangat baik? "Terima kasih, Pak. Kalau begitu, saya pamit dulu ya pak." Ujar Ahsan lembut, mencoba untuk tidak mengeluarkan suara sebagaimana ia berbicara dengan temannya.

Selagi Ahsan membereskan bukunya, Pak Alan mengangkat pembicaraan kecil. "Kamu kalau pulang sendiri begini, saya takut kamu nabrak orang. Minta tolong satpam anterin kamu aja." Ahsan menggeleng mendengar yang dikatakan dosennya. "Nggak, Pak, saya mau kerjain tugas di kafe abis ini."

Dosen itu tertawa pelan sembari menepuk pelan punggung Ahsan, berjalan meninggalkan ruangan. "Kamu ke kafe, mata sembab begitu, orang pikir kamu abis diputusin, lho." Kemudian terdengar suara pintu yang tertutup.

Sebuah nafas kasar keluar dari hidung Ahsan, mendengus keras. "Gak ada yang bener. Gak dosen gue, gak sahabat gue, gak kating gue yang gila itu."

Kating gue!

Ahsan baru teringat, melaju ke pintu kelasnya yang tertutup. "Aduh, tadi kan gue nangisin mau ketemu Hendra ato Yong-Dae."

Membuka layar handphonenya yang dikunci, Ahsan menatap kedua message yang ia hanya read, belum tahu siapa yang akan ia jawab. Ia menggenggam handphonenya sedikit lebih keras untuk berpikir, kemudian menjawab ke kedua pihak.

Tungguin aku ya kak, ini baru mau keluar
Sent 15:02

Tungguin *saya, maaf
Sent 15:02

Kating // The Daddies (Hiatus mau UKK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang