XV. Kebenarannya

439 25 6
                                    

Jumat, 8 September 2017

Nafas berhembus dari hidung Ahsan secara perlahan, menunggu di kantin kampus untuk seseorang yang telah mengajaknya untuk minum kopi dan berbicara. Entah mengapa, tetapi perasaan Ahsan sedikit gelisah, seakan-akan ada sesuatu yang akan dikatakan dan membuat dirinya terkejut.

Sebuah tangan melambai di depannya dan membuat Ahsan menoleh ke arah pelambai tangan itu. Ketika ia menengok ke pundak kirinya, ia mendapatkan dirinya tepat di depan muka Yong-Dae yang tengah tersenyum polos. Hidung keduanya hanya setengah senti dari bersentuhan.

Paru-paru Ahsan tiba-tiba terasa seperti paru-paru seorang perokok, ia tidak dapat bernafas dengan tenang, ditambah lagi jantungnya berdegup kencang. "Hi." Ujar Yong-Dae lembut, sangat lembut Ahsan berpikir bahwa ia hanya berbisik. Berbisik tepat di depan bibirnya, di mana sebentar lagi dapat saja bersentuhan.

Wajah Yong-Dae maju secara perlahan dan Ahsan mendapatkan dirinya tidak dapat bergerak walaupun di dalam pikirannya ia berteriak, 'tidak! Habis ini mau ketemu kak Hendra!'. Ahsan merasa bahwa dunia sekarang sedang berhenti, memperhatikan apa yang akan dilakukan dirinya.

Sebuah ciuman mendarat di pipi kiri Ahsan dengan suara keras. Kantin yang tadinya berisik langsung terdiam dan memperhatikan Ahsan dan Yong-Dae, kemudian terdapat sebuah suara yang berteriak kencang. "Cie!" Ahsan merasa bahwa satu wajahnya terbakar hebat, seakan-akan sedang dinyalakan dan dibakar pada saat itu juga.

Entah mengapa, di saat itu juga, Ahsan merasakan bahwa ia harus jujur kepada Yong-Dae, bahwa ia tidak hanya memikirkan Yong-Dae, tetapi ia sangat sering memikirkan-

"Ahsan? Maaf, seharusnya aku bertanya dulu." Suara Yong-Dae menghadap Ahsan lembut sembari mengusap kepala Ahsan dengan tangan kanannya. Senyuman tipis muncul di muka Ahsan, senyuman tipis yang hambar, palsu dan tidak mencapai matanya, tetapi Yong-Dae tidak dapat membaca senyuman palsu Ahsan.

Tiba-tiba tangan Yong-Dae berhenti mengelus kepala Ahsan, mengingat bahwa mereka masih menjadi perhatian di kantin. "Kamu mau pergi dari sini? Kelas kamu udah selesai, kan?"

Ia tidak ingin mengangguk dan ia tidak ingin pergi, ia ada rencana lain. "Aku telepon kamu nanti, aku mau pergi dulu sebentar." Raut wajah Yong-Dae yang jatuh membuat Ahsan hampir merasa bersalah, tetapi setidaknya ia berkata dengan jujur. "Aku udah bikin rencana tadi, Yong-Dae, nanti aku kabarin lagi ya?" Ucap Ahsan setengah memelas, ingin kabur dari perhatian yang diberikan kepada mereka di kantin.

Yong-Dae mengangguk tersenyum, "Baiklah, hati-hati ya." Ia kembali memajukan wajahnya, namun berhenti di tengah, seakan meminta izin dari Ahsan secara fisik, Ahsan tidak ingin Yong-Dae merasa malu di depan walaupun dirinya sebenarnya merasa terbakar, sehingga ia hanya mengangguk kecil dan membiarkan Yong-Dae mengecup pipi kirinya kecil dengan godaan seluruh mahasiswa di kampus.

Ia pun berbalik arah dan berjalan keluar kantin menuju kelas pak Alan, merogoh kantong celananya dan bersiap untuk mengirimkan pesan kepada Hendra. "Ahsan, kamu disini toh," terdengar suara yang familiar dari belakangnya. "Kak Hendra, abis dari mana?" Ujarnya cepat.

'Berasa pacar posesif gue.'

Menoleh sedikit ke belakang, Hendra menunjuk kepada Taufik yang sedang berlari kecil ke arah mereka. "Abis ngejar kamu abis di kantin di cie-ciein. Oh, sama lagi nungguin Op- Taufik."

Dengan kata itu, Ahsan merasakan gerumuh petir di dalam otaknya. "Oh, iya, iya. Kalo gitu, ngomong di sini aja kak, emang mau bilang apa?" Hendra hendak membuka mulutnya untuk menolak berbicara di sini ketika Taufik memotong.

"Gini, Ahsan, bener kan ya nama lo Ahsan? Nama gue Taufik, by the way, hai. Hendra itu suka sama lo tapi dia gak berani bilang sama lo karena lo pacaran sama Yong-Dae yang- jujur aja sih- ganteng buat ukuran maba, jadi dia setengah minder setengah jealous gitu.

Nah terus dia minta gue pura-pura jadi pacar dia karena waktu itu lo nanya dia punya pacar ato kagak dia panik jawabnya cuman inget nama gue, bego sih emang, tapi gue temen deket dia sih- iya gue konfiden- jadi wajar aja dia ngingetnya tiba-tiba ke gue kalo ada masalah. Yang di gramedia itu pas dia megang tangan gue sambil ngusep, jujur aja, udah bakal gue tabok tuh muka kalo gue gak jaga image.

Pokoknya gitu lah, kalo gue gak ngomong sekarang, dia gak akan pernah bilang apapun ke lo. Sekarang terlepas lo punya pacar ato gak, lo berhak tau dia suka sama lo. Dah, capek gue ngomong, bagi Pocari Sweat lo ya, Dra, yang di tas lo itu. Dadah."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 20, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kating // The Daddies (Hiatus mau UKK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang