#13 Pemerkosaan(21+)

6.3K 292 149
                                    

🔞 𝐏𝐄𝐑𝐈𝐍𝐆𝐀𝐓𝐀𝐍🔞
Bab ini berisi konten yang menyebabkan trauma seperti pemaksaan/pemerkosaan. Tidak di perkenankan untuk pembaca dibawah usia 18 tahun.

###

Saat itu, tanpa pikir panjang, Rex menarik rambut Esther ke belakang, bersamaan dengan itu tubuhnya ikut mundur, dan di detik selanjutnya Rex membenturkan kepala Esther ke dinding di sisi tempat tidur.

BUGH!

"Aaaghh--!!

"H-Haa! Ugh--Haa...!"

Nafas Esther tertahan begitu saja setelah kepalanya dibenturkan ke dinding yang keras dan lembab itu, darah segar menetes keluar melalui hidung Esther hingga mengalir ke atas bibir. Tatapan Esther terlihat kosong, ia tak pernah tahu bahwa Rex akan benar-benar melakukan kekerasan terhadap-Nya.

Seharusnya, dari awal Esther sudah tahu bahwa Rex bukanlah pria baik yang tidak akan pernah mengangkat tangannya pada wanita. Semua ini terjadi karena ego Esther yang percaya bahwa pria seperti Rex tidak mungkin mengangkat tangannya pada seorang wanita.

"Tentu saja aku tahu." ucap Rex di tengah-tengah.

Rex melepaskan tangannya dari rambut Esther, Esther segera meringkuk di atas tempat tidur dengan tubuh yang bergetar menahan rasa sakit dari tulang hidung dan tulang pipinya. Isakkan tangis mulai terdengar dengan samar, dan itu tak luput dari perhatian Rex.

Rex kembali melepas kaitan pada celana yang ia pakai, "Kalau begitu, sekarang ingatanmu pasti sudah kembali, kan?" tanya-Nya dengan nada rendah.

Setelah celana yang melekat itu telah lepas, batang kejantanan yang sebelumnya tersembunyi dibalik kain mulai memantul keluar dengan gagahnya. Benda itu menjadi begitu besar dan keras seolah dipenuhi dengan nafsu yang tertahan.

Tangan Rex terulur menyentuh pinggang Esther, dengan mudah ia merobek celana dalam yang Esther kenakan hingga membuat tubuhnya menjadi polos dalam sekejap.

"Hari ini, aku pastikan kau akan mengingatnya..." ucap Rex dengan nada rendah dan penuh akan tekanan.

Wajah Esther membiru merasakan perasaan berbahaya yang menghantam dadanya, seolah-olah degup jantungnya menjadi pertanda akan peringatan bahaya yang ada di sekitarnya. Takut akan hal itu, Esther pun bersiap bangkit tanpa memedulikan rasa sakitnya, Esther mencoba merangkak menjauh dari Rex, namun pergelangan kakinya kembali ditahan oleh Rex sebelum ia dapat melangkah.

"Kau ingin kemana, huh?"

Di detik selanjutnya, senjata keras dengan ujung lancip itu segera di posisikan tepat di lubang kewanitaan Esther. Tubuh Esther tersentak begitu benda keras itu ditancapkan dengan paksa kedalam lubang kecil yang masih kering itu. Suara teriakkan kesakitan yang tertahan terdengar begitu lantang memenuhi ruangan yang kedap suara, teriakan yang begitu mengerikan seolah dialiri rasa sakit yang menyengat dan mematikan. Pada saat itu, Esther akhirnya menyadari betapa mengerikannya teriakannya.

"A-AAARRGGGHHH--!!!"

Gumpalan daging tebal itu segera menerobos masuk dan merobek setiap serat yang ada, gerakannya yang begitu intens seakan menambah rasa sakit yang terasa, seolah-olah tubuhnya kian terbakar oleh rasa sakit sampai bagian yang terdalam.

"Kheuk--Sakit! Sakit! Aaghh--Itu sakit! Hentikan!"

Rex tak mendengarkan.

"Hentikan, itu menyakitkan!" ronta Esther kesakitan.

Wajah Esther membiru dengan nafasnya yang tertahan begitu saja, bahkan air mata begitu deras membanjiri mata cantiknya tanpa disadari.

Momen itu membawa perasaan takut yang begitu berat, Rex bukannya mendengarkan teriakan kesakitan Esther, justru sebaliknya, pria itu menempatkan kedua tangannya diantara pinggang Esther kemudian menariknya ke belakang. Yang terjadi selanjutnya sungguh tak terduga, batang kelamin yang sebelumnya hanya tersisa setengahnya kini telah masuk sepenuhnya ke dalam lubang Esther hanya dengan sekali gerakan.

Blind Spot || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang