Aloooo semua👋
Selamat malam, apa kabar para readers? Kalo aku baik-baik aja nih alhamdulillah, hehe.
Oh iya ini cakap singkat aja dari aku yang mau minta maaf buat kalian yang lama nunggu up cerita ini.
Maaf banget yaa sobat😔🙏
Jujur aja aku sempet buntu buat kelanjutan ceritanya, yaah masalah yang selalu aku alami.
Tapi beruntung aku punya temen yang selalu support aku untuk terus maju dan berusaha.
Makasih yaa teman❤ hehe...
Ya udah gitu aja deh
Happy membaca!!!
.
.
.
.
.
.•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
••••••••••••••••••••••••••••
•••••••••••••••Bella menatap pintu cokelat di hadapannya. Dengan perlahan ia mendorong knop pintu tersebut dan membukanya. Di sana, di atas ranjang yang tepat berada di tengah ruangan tersebut Bella dapat melihat wanita paruh baya terbaring lemah di sana.
Secara perlahan ia masuk dan menutup kembali pintu tersebut. Ternyata tak hanya neneknya yang ada di sana. Sepertinya Elena baru saja selesai membantu neneknya meminum obat.Menyadari kehadiran Bella, Elena bangkit dan menyuruhnya duduk menggantikan posisinya tadi.
"Bella?"
"Iya, oma."
"Kamu jadi semakin cantik seperti Mama kamu." puji sang nenek seraya membelai rambut bergelombang Bella.
"Makasih, oma." sahut Bella seadanya.
Wanita paruh baya itu tersenyum penuh sayang pada Bella. "Kamu nggak mau tinggal di sini lagi sama oma, sayang?"
Bella diam dengan wajah datar. Bella tak menjawab. Bukan karena bingung atau tak memiliki jawaban. Ia hanya lelah mengatakan hal yang sama.
Elena yang mengerti situasinya mendekat mencoba mengalihkan fokus ibunya.
"Ma, Bella besok harus udah balik ke Jakarta. Dia harus istirahat," ucap Elena.
Bella hanya diam saja. Wanita paruh baya itu tersenyum sedih, namun ia tetap tersenyum meng-iya-kan perkataan anaknya.
"Oma harus istirahat." setelahnya gadis itu keluar.
Dalam perjalanan menuju kamarnya. Ah, kamar Adiba tepatnya. Ia berpapasan dengan adik tirinya.
"Wah, wah, wah. Bella yang dulu gue liat nangis sesegukan sekarang bisa jalan di depan gue dengan pandangan yang datar."
Bella tetap tenang dan membiarkan manusia di depannya terus berbicara.
"Jangan belagu, status lo sekarang di sini cuma tamu." ujar Nada menekankan kata tamu pada kalimatnya.
Melihat Bella yang hanya diam saja membuat Nada kesal. "Lo berani cuekin gue?! Gue itu tuan rumah, mana sopan santun lo?!"
"Berisik." ujar Bella dingin. "Lo ngerasa hebat karena udah berhasil rebut posisi gue di rumah ini?" Bella mendengus. Dengan tatapan meremehkan ia kembali berucap. "Harusnya lo nggak lupa, kalo anggota sah di rumah ini tetap gue dan lo selamanya cuma sebagai pengganti."
Nada emosi. Baru saja ia berniat mengangkat tangannya, suara Bella kembali terdengar.
"Lo nggak berhak marah. Karena apa pun yang gue ucapin adalah fakta." lanjutnya dengan dingin. "Oh, atau lo terlalu terlena sampe akhirnya lupa?"
"BELLA!" teriak seseorang yang merasa geram dengan ucapannya.
Bella tak terkejut. Ia sudah menyadari kehadiran orang tersebut sejak Nada menghadang jalannya.
Gadis itu berbalik menghadap pada Papanya.
"Maksud kamu ngomong begitu ke Nada apa?!"
Bella mengedik. "Nggak ada maksud apa-apa."
Laki-laki itu sepertinya makin geram dengan jawaban yang Bella berikan. "Jawab Papa dengan benar Bella!"
"Apa sih Pa?! Aku emang nggak ada maksud apa-apa ngomong begitu. Itu kan kenyataan yang cuma aku tegaskan aja. Takut-takut si perebut itu lupa!"
"Jaga ucapan kamu!"
Bella mendengus. Sial dia jadi terbawa emosi.
"Bagian mana dari ucapan aku yang harus dijaga? Dia emang perebut! Bukan cuma dia tapi ibunya juga! Ibu sama anak itu perebut milik orang!"
PLAK
PLAK
"BELLA!" Eric berlari tergesa menuruni anak tangga. Menghampiri Bella yang kini memegangi kedua pipinya yang terasa panas.
Pandangan Eric beralih pada laki-laki paruh baya di hadapannya. Terlihat jelas gurat emosi pada tatapan Eric. "Anda apa-apaan?!"
"Atas hak apa anda menampar kakak saya?!"
Tak sadar seluruh keluarga berkumpul mendengar keributan mereka.
"Eric bicara yang sopan!" bentak Jun—Papanya.
"Kurang sopan apa saya bicara dengan anda?"
Bella tak tahan. Ia melirik Elena yang hendak mendekatinya. "Nggak usah, Tante."
Pandangannya kemudian beralih pada Eric yang masih beradu kata dengan sang Papa. Bella mendekat. Memegang bahu Eric guna menenangkannya.
"Jangan bacot lagi. Gue muak. Beresin barang lo, kita keluar sekarang."
Mendengar ucapan Bella, Elena tentu saja tak mengijinkan.
"Ini udah malam, Bella, tante nggak mengijinkan."
Bella tak menghiraukan. Ia tetap melanjutkan langkah menuju kamarnya.
Tak butuh di perintah dua kali. Eric melakukan hal yang sama dan segera merapikan barang-barang miliknya.
Selalu seperti ini. Rencana untuk menginap dua hari pasti selalu gagal dengan berakhir pertengkaran. Bella tak heran. Sejak Nada menghampirinya ia sudah tahu rencana gadis menyebalkan itu.
Yah, setidaknya hal itu juga menguntungkan bagi Bella karena bisa keluar lebih cepat dari rumah itu.
Bella membenci Nada dan ibunya. Tapi ia lebih membenci Papanya yang selalu mengedepankan keluarga barunya. Semenjak cerai dengan Mamanya, Papanya itu tak pernah sekalipun mengunjungi atau menemui dirinya dan Eric. Karena itu, Bella kadang merasa tak seharusnya memanggil laki-laki tersebut dengan sebutan 'Papa'. Biar saja jika ia dibilang anak durhaka.
Ia membenci semua hal yang menyangkut tentang Papanya.
.
.
.
.
.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
B I T T E R S W E E T || LEE JUYEON X SON NAEUN
FanfictionB I T T E R S W E E T || LEE JUYEON X SON NAEUN Bella pacar Juyeon. Tapi Somi sahabat Juyeon. Akibat status sialan itu, Bella jadi harus luka batin tiap hari. Sebenarnya ia nggak masalah kalau Juyeon bisa bersikap adil. Tapi karena laki-laki itu l...