Eric menggenggam tangan Bella erat seakan memberi kekuatan. Juga antisipasi takut-takut jika Bella lepas kendali dan menonjok wajah songong saudara tiri mereka nantinya.
Sedangkan Bella hanya menampilkan wajah datar saat salah satu tante nya menghampiri dengan senyuman menyambut.
"Bella, kamu semakin cantik aja. Tante pangling lihat kamu." puji Elena—adik Papa nya. Bella tersenyum kecil merespon pujiannya.
Selain itu, Adiba yang merupakan anak dari Elena berlari kencang menghampiri ke arah mereka. Atau lebih tepatnya ke arah Eric.
Benar saja. Gadis yang lebih muda satu tahun darinya itu langsung menghambur dalam pelukan Eric hingga terdorong ke belakang.
"Adiba, nggak boleh gitu dong." peringat Elena melihat tingkah anak gadisnya itu. Eric sendiri nampaknya risih dengan Adiba yang masih memeluk tubuhnya itu.
Pandangan Bella justru terfokus pada seorang gadis yang berada di balkon lantai atas. Tatapan tajamnya menghunus tepat seseorang yang tak kalah tajam juga menatapnya. Elena yang menyadari hal itu pun mengalihkan perhatian Bella dan membawanya masuk ke dalam.
Di dalam Bella baru bisa melihat semua anggota keluarga yang ternyata sedang berkumpul.
Menyadari kehadiran Bella dan Eric, tak membuat mereka bangkit menghampiri keduanya. Yah, begitulah. Karena bagi mereka, Bella dan Eric adalah orang asing begitupun sebaliknya.
"Bel, kamu sekamar sama Adiba selama di sini, ya? Soalnya kamar kamu yang lama di tempati sama Nada." ujar Elena memberitahu. Bella mengangguk kecil merasa bodo amat.
Saat di ruang tengah tadi Bella tanpa bersalaman dengan tante dan om nya yang lain langsung menuju ke kamarnya. Tapi Elena menyusul dan membawanya ke lain arah dari kamar lamanya. Sedangkan Eric sudah melenggang pergi ke kamarnya sendiri. Tentu saja dengan Adiba di belakangnya.
"Papa kamu hari ini lagi ke kantor karena ada pekerjaan mendadak. Mungkin sebentar lagi pulang." Elena kembali berucap. Seakan masih ingin berbincang dengan Bella yang sudah sibuk menyusun barangnya di lemari Adiba yang sudah diatur.
Pergerakan Bella terhenti saat Elena mulai membicarakan Papa nya. "Tante," Elena terkesiap mendengar panggilan Bella.
"Y-ya?" gugup. Itulah yang dirasakan Elena saat ini. Ia melupakan fakta bahwa keponakannya yang satu ini sangat sensitif jika menyangkut Papa nya. Beda dengan Eric yang terkesan kalem.
Bella menghela napas lelah. "Aku mau istirahat." akhirnya hanya itu yang ia ucapkan untuk terhindar percakapan lebih lama dengan Elena.
Elena mengerti dan akhirnya meninggalkan Bella seorang diri. "Tante keluar dulu."
Elena menutup pintu dengan perlahan dan mulai menjauh dari kamar itu. Ia pergi ke lantai dasar di mana ternyata di sana sudah ramai dengan pembicaraan.
"Liat aja sikapnya. Nggak punya sopan santun sama sekali!" ujar seorang pria di sana.
Wanita di sebelahnya nampak mengangguk membenarkan. "Yerin mengajarkannya dengan buruk!"
Sedangkan beberapa orang lainnya hanya diam mendengar ocehan mereka.
Elena sangat kesal mendengar apa yang mereka bicarakan. Ingin sekali rasanya ia membantah semua itu, namun ia tahu itu hanya akan memperumit suasana.
Akhirnya ibu satu anak itu memilih menuju sebuah kamar di mana ibunya berada di sana.
"Ma?" Elena berjalan masuk dan melihat ibunya sedang menatap jendela di kursi rodanya.
"Bella sama Eric udah sampai. Mereka sekarang lagi istirahat, mungkin nanti baru akan menemui Mama."
"Bella datang?" terdengar nada tak percaya saat ibunya itu mengatakannya. Elena mengangguk seraya tersenyum. Ia ikut senang melihat ibunya yang nampak senang.
"Mama nggak menyangka Bella datang. Mama senang sekali,"
Elena tersenyum seraya memeluk tubuh ibunya yang kian rapuh.
'Tuhan, kembalikanlah.'
🐝🐝🐝
Drrt... Drrtt
Bella bergerak pelan dalam tidurnya. Agak terusik dengan suara yang terus muncul lewat ponselnya.
Sedikit demi sedikit mata cantik nya pun terbuka. Memperlihatkan iris kecoklatan yang enak dipandang.
Tangannya terulur meraih benda persegi yang kebetulan ia simpan di nakas samping ranjang. Tanpa melihat nomor sang penelepon, ia klik saja tombol hijau di layarnya.
"Halo?" sapanya dengan suara agak serak akibat bangun tidur.
"Hei," sahutan rendah di ujung telepon sontak membuat Bella duduk tegak. "Miss me?" kekehan dengan nada berat itu membuatnya merinding hingga ujung kaki.
Dengan jari yang gemetar memegang ponselnya, gadis itu berusaha menyahut.
"S-siapa?"
"Lier."
Deg
Dengan panik Bella memutus panggilan.
Tubuhnya berkeringat. Ruangan ber-ac itu tak lagi menyejukkannya. Pikirannya berputar. Membuatnya pusing dan akhirnya menarik rambutnya sekuat mungkin.
"Nggak mungkin dia kan?" monolognya.
Tok... tok... tok!
Bella tersentak kaget. Ia berdiam menunggu sang pelaku membuka pintu tersebut. Ah, ternyata Adiba.
Gadis mungil itu berjalan membawa nampan yang berisikan makan malam. Tadinya Adiba berniat membangunkan Bella untuk makan malam. Namun mengingat bagaimana hubungan sepupunya dengan anggota keluarga lainnya, ia mengambil jalan lain. Tentu saja Bella juga setuju dengan itu.
"Kak, aku bawa makan malam buat Kakak." gadis itu lalu meletakkannya di atas meja belajar miliknya.
Bella tersenyum kecil saat Adiba menatapnya. "Iya, makasih."
"Eric ikut makan bareng?"
Adiba mengangguk. Entah perasaan Bella saja atau memang benar, mata Adiba selalu berbinar jika itu menyangkut Eric. Padahal Bella hanya menanyakan hal sepele seperti itu. Tak ambil pusing gadis itu pun bangkit dari kasur dan memasuki kamar mandi untuk mandi.
Selesai dengan ritualnya Bella tak menemukan Adiba lagi di dalam kamar. Sembari sesekali melihat ponselnya ia makan dengan tenang.
Drrrt
Drrrt
Drrrt
Bella melirik ponselnya.
Nomor yang sama.
Menelan perlahan sisa makanan di mulutnya hingga habis baru ia menjawab panggilan tersebut.
"Woah!" terdengar decak kagum di seberang sana. "Gue kira nggak akan lo angkat."
Bella terdiam sebentar demi meyakinkan hatinya.
Dengan sedikit ragu ia membuka mulut.
"Hoon?" terdengar kekehan kecil ketika ia mengucapkan satu nama itu. Bella meneguk sulit ludahnya sendiri.
"Ternyata lo masih inget nama gue."
Tak sadar jari-jari tangannya mengepal. Benar, itu memang benar dia.
"Gue cuma mau bilang, beberapa hari lagi kita ketemu. Dan gue berharap lo tetap sehat sampai hari itu, sweetheart."
Tut....
Sambungan berakhir.
Bella mengambil napas serakah. Ia merasa sesak, sungguh.
.
.
.
.
.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
B I T T E R S W E E T || LEE JUYEON X SON NAEUN
ספרות חובביםB I T T E R S W E E T || LEE JUYEON X SON NAEUN Bella pacar Juyeon. Tapi Somi sahabat Juyeon. Akibat status sialan itu, Bella jadi harus luka batin tiap hari. Sebenarnya ia nggak masalah kalau Juyeon bisa bersikap adil. Tapi karena laki-laki itu l...