Selamat malam, kaliannn ... Assalamu'alaikum ...
Widih, lumayan banyak juga ya ternyata yang ngintipin lapak ini dari kemarin. Ayo dong, masukin ke readinglist dulu bagi yang belum ...
Jadi seneng nih akunya, meski aku banyak kekurangan dalam bercerita. Namun, kuharap kalian paham sama apa yang aku sampaikan ya! Kuusahakan yang terbaik deh pokoknya untuk menghibur kalian!
Mari menyaksikan bab pertama di novel ini. Selamat membaca dan jangan lupa tap bintangnya dulu, ya, Mantemans!
Enjoy!!
💕💕💕
Malam ini, pada sebuah rumah seorang Kyai kenamaan yang berada di kompleks pondok pesantren di kawasan Kota Solo …
"Umi, plisss. Apaan sih, Umiii. Ini udah bukan masa-nya Siti Nurbaya lagi, Mii."
"Ayuma, dengerin kata Umi. Pria yang bakal Umi kenalkan ke kamu itu adalah pria baik, kriteria keluarga kita."
"Kok patokannya keluarga kita, sih, Mi? Yang mau ngejalanin kan Ayuma! Pokoknya Ayuma nggak mau dijodoh-jodohin."
"Umur kamu sudah 26 tahun lho, Sayang. Dan ini kesempatan bagus buat kamu, kamu harus mulai sadar, di mata keluarga, umur segitu itu udah tua banget. Apalagi di mata masyarakat! Umi aja dulu menikah di usia ke 20 tahun, dan saat itu Umi udah ngerasa tua banget. Memang mau sampai kapan kamu memutuskan buat nikah? Calon aja kamu nggak pernah punya, kan?"
Namaku Ayuma Syahira Ruby, dan ini perdebatan ke sekian ratus antara aku dan keluargaku, terutama Umi. Pembahasannya masih hal-hal sensitif bagi aku sendiri, dan barangkali juga bagi wanita-wanita lajang di luaran sana. Perjodohan dan pembahasan 'kapan nikah?'.
Entah bagaimana mulanya pembahasan itu merasuki kehidupan keluargaku, kalau tidak salah sejak Umi dan Abi sering ikut reuni-reunian dengan teman semasa muda mereka --dan mereka dapat banyak pandangan pria-pria lajang dari putra teman-temannya tersebut. Atau mungkin sejak usiaku menginjak 21 tahun dan tidak pernah ada tanda-tanda bahwa aku punya kedekatan dengan cowok.
Entahlah. Yang pasti, rumah ini makin tidak nyaman sejak ada tuntutan-tuntutan menikah tersebut.
Sebagai putri bungsu di keluarga Abiku yang seorang Kyai ternama, Kyai Syamsudin Hidayatullah, aku dianggap anak yang paling tidak menurut daripada dua orang Kakak perempuan dan satu orang abangku.
Kata-kata 'perjodohan' kadang membuatku jarang pulang ke rumah dan lebih memilih tidur di butik Syahira Fashion, butikku sendiri yang berjarak sekira satu jam perjalanan dari rumah.
Merancang dan mejahit pakaian adalah passionku sejak lama. Barangkali kesibukanku itulah yang membuatku tidak punya banyak kenalan, bahkan hubungan spesial dengan seorang cowok.
Duniaku baik-baik saja sejak lulus Madrasah Aliyah di Ponpes Hidayatullah milik Abi, semakin sibuk menjahit dan mengkonsep busana muslimah, aku semakin bahagia. Namun tidak setelah kata 'pernikahan' dan 'perjodohan' itu muncul lalu mengakar di pikiran orang tuaku, hal yang dari waktu ke waktu menjelma tuntutan yang kurasa amat mengerikan.
"Iya, Ayuma. Sampai kapan kamu mau melajang terus, Nduk?" Suara Abi yang tiba-tiba muncul dari luar kamar membuatku kaget. Aku dan Umi lantas menoleh ke arah beliau yang sudah berdiri tegak sambil berkacak pinggang.
Ini dia Abiku, Kyai Hasyim Hidayatullah. Sosok ayah yang sangat bijak dan selalu jadi penengah jika aku sedang berdebat dengan Umi. Tapi itu dulu. Kalau sekarang dia sama saja seperti Umi, menuntutku segera menikah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMIN YANG SAMA √ (Selesai - Epilog)
RomanceAYUMA SYAHIRA RUBY adalah gadis terpandang, putri seorang kyai ternama. Ia dijodohkan dengan JABBARA ALI ASSIDQI yang dingin dan tak menyentuhnya sama sekali. Seharusnya AYUMA bahagia karena meski ini adalah murni kehendak orang tua masing-masing, n...