30. Mengikuti Rencana-Nya

606 43 9
                                    

Selamat malam, mari dilanjut AYS-nya!

Jangan lupa tap bintangnya ya, Mantemans!

Sudah?

Trims ya ...

Happy reading!

~Ikko

🌹🌹🌹

"

Ayuma Syahira Ruby. Saya ingin berkata jujur dari perasaan terdalam saya. Demi Dzat yang maha membolak-balikkan hati. Dari serangkaian momen kebersamaan kita. Saya telah jatuh hati kepadamu, Ayuma."

"Benarkah, Bara? Hiks!"

"Saya tulus mencintaimu. Saya tidak mungkin bisa mendustakan perasaan saya. Kini, terbalaslah sudah perasaan kamu kepada saya, Ayuma. Namun perkara kita masih panjang, dan kamu belum tentu bisa menerima saya seutuhnya. Saya ingin menguji ketulusanmu ..."

"Katakan dengan cara apa, agar kamu percaya ketulusanku, Bara?"

"Saya ingin kamu ..."

---

"Ayuma, Bangun ..."

Aku membuka mata karena kaget oleh sebuah suara panggilan. Bara memanggilku.

"Kita sudah sampai, Yuma."

Deg!

Astagfirullahaladziiim ...

Hanya mimpi? Aku gelagapan sambil membenarkan duduk dan meraba-raba pintu mobil. Ya Robbi, kenapa ungkapan cinta Bara hanya mimpi?

Aku jadi melongo dengan jantung berdebaran meriuh.

"Kamu baik-baik saja kan, Yuma?" tanya Bara sambil membuka pintu mobil.

"I-iya, ma-aaf."

"Kamu kelelahan kayaknya, sampai ketiduran. Saya yang meminta maaf malah membangunkanmu, soalnya saya tidak tega melihatmu menangis dalam tudurmu."

Astagfirullah!

Aku beristigfar kembali sambil meraba pipiku yang membasah. Akhirnya, puing-puing kesadaranku kembali menyatu. Sadarlah aku kini, aku masih di dalam mobil sepulang melerai pertengkaran Bayu dan Bara di butik tadi. Aku ketiduran dan ini adalah siang hari yang panas, tidak hujan deras seperti di mimpiku tadi.

Duh, kenapa saya bisa mimpi sejauh itu ya Allah! batinku sendu sambil mengedarkan pandangan, rupanya mobil Bara sudah terparkir di garasi rumah, dan setelah fokusku terkumpul lagi, ini adalah rumah Abi di ponpes Hidayatullah!

"Mari turun, Yuma. Saya membelikanmu minuman boba. Memborong dagangan teman saya tadi di Jalan Rajawali, ini ada untuk Abi dan Umi kamu juga."

"Ah, iya."

Aku malah jadi ingin menangis sedih mengingat mimpi itu. Apakah karena aku terlalu berharap?

"Buleeek! Om Bara!" Tiba-tiba suara Zikri terdengar nyaring dari arah pelataran saat aku membuka pintu mobil dan turun.

Bara tiba-tiba mendekatiku dan menggandeng tanganku.

"Eh, Kikiii!" Balasku ceria, kuseka air mataku sebelum melanjutkan langkah. Di teras, aku disambut oleh Umi dan Abi -yang alhamdulillah sudah tidak duduk di kursi roda lagi. Wajah Abi juga tampak semringah karena pen di tangannya sudah dilepas oleh dokter kemarin.

AMIN YANG SAMA √ (Selesai - Epilog)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang