08. Merpati dalam Sangkar Emas

512 52 4
                                    

Assalamu'alaikum, mari dilanjut kisah Ayuma dan Jabbaranya ...

Siapkan tempat ternyaman, cemilan, or maybe bantal dan selimut? (kayak authornya, xixixi) Dan selamat membaca!

Baca dengan serius ya, karena bab ini masih mengandung bawang.

🌹🌹🌹

Satu minggu kemudian …

"Waktu Abah belum sakit kemarin, beliau bilang, rumah ini dan seisinya untuk kamu, Ayuma. Termasuk mobil Avanza dan Alphard hitam itu. Jadi kamu bisa mulai menempatinya sekarang dan lakukan apapun yang kamu sukai di rumah ini."

Masih kuingat ucapan Bara sehari setelah ijab qabul kami dilangsungkan. Ia mengajak keluargaku mengunjungi rumah baru ini. Aku tahu ia sangat sedih dengan kenyataan yang ada, tapi ia begitu tulus menyampaikan wasiat Abahnya.

Akupun sama. Sama sedihnya dengan keadaan dan tuntutan keluarga ini. Mas kawin yang berlimpah ini sama sekali tidak bisa membahagiakanku. Kukira aku bisa bebas setelah ijab qabul tersebut, rupanya aku masih diharuskan menempati rumah ini bersama Jabbara sampai Kyai Assidqi sembuh nanti.

Keadaan Kyai Assidqi sendiri, kini perlahan membaik. Beliau sudah sadar dari komanya tiga hari lalu, dan mengetahui kalau aku sudah dinikahi putranya, harapan hidup beliau seakan meningkat. Betapa bahagianya raut wajah beliau ketika menatapku dan Bara secara bergantian saat aku menengok keadaannya di Rumah Sakit.

Dokter bilang ini sebuah keajaiban, dimana sebuah harapan yang kuat dan psikis yang sehat bisa memulihkan penyakit apapun. Semuanya tergantung pikiran. Makanya, agar Kyai Assidqi cepat sembuh, dokter terus meminta aku dan Jabbara untuk bicara yang sejuk-sejuk saja di hadapan beliau, serta terus mempertahankan petnikahan ini.

Meng-handle pekerjaan jarak jauh selama seminggu, aku merasa kebebasanku direnggut paksa. Padahal Yuyun dan Alifa sudah bekerja dengan professional dan semuanya teratasi dengan baik, apalagi review dari customer juga bagus-bagus. Namun, aku tetap merasa terpenjara di rumah megah yang kutempati dengan Bara ini.

Kata Umi dan Abi, (bahkan kata keluarga besar Bara), kami harus fokus ke kesembuhan Kyai Assidqi dulu dan dilarang kerja dulu sampai waktu yang tak ditentukan.

Begitu rumit, bukan? Bahkan, untuk memastikanku kabur atau tidak, rumah ini dijaga dua orang satpam. Aku dan Bara juga tidak boleh kemana-mana dulu selain menjenguk Kyai Assidqi di RS Kasih Ibu. Itupun kami perginya diantar jemput supir pribadi Kyai Assidqi yang amat tegas dan teguh menjalani perintah Kyai Assidqi.

Aku semakin bagai merpati dalam sangkar emas tatkala Abi dan Umi, bahkan semua keluargaku, mendukung aturan Kyai Assidqi yang kata mereka punya tujuan demi kebaikan aku dan Bara itu.

Di rumah mewah pada deretan perumahan Permata Regency di kawasan Laweyan barat inilah, aku mulai memikirkan cara untuk kabur. Lagipula rumah ini tidak ada di kawasan ponpes milik Kyai Assidqi yang setiap lalu lalangnya dilihat para santri. Di sini aku hanya perlu menghadapi dua satpam di pos dekat gerbang depan rumah. Dan kurasa Bara juga memikirkan itu, namun ia tak akan pernah melakukannya karena itu sama saja membunuh Abahnya.

Kupakai cardigan biru lautku untuk membalut kaos lengan panjang yang kukenakan. Jilbab sport hitam menutupi rambutku dengan rapi, dan untuk bawahannya, aku mengenakan celana kulot navy bersanding denga  flatshoes hitam andalanku.

AMIN YANG SAMA √ (Selesai - Epilog)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang