lima

1.6K 175 0
                                    

Aku masih ingat saat itu. Ketika pulang mengajar di sebuah sekolah swasta yang berbeda dengan sekolah sekarang. Pacarku yang saat itu merupakan Danu, mengajakku bertemu ke keluarganya.

Aku yang tak siap, mau tak mau harus mau.

"Mama enggak suka sama dia. Cuma guru sekolah dasar. Gaji enggak seberapa. Enggak selevel sama keluarga kita."

Perkataan mamanya di saat aku bersiap pulang masih kuingat dengan kuat. Mama Danu memang bicara dengan suara pelan dan bahkan mengumpat dariku, tapi aku masih bisa mendengarnya walaupun samar-samar.

"Mama aku udah nyuruh aku nikah."

Memang saat itu umurku dan Danu sudah matang untuk menikah, 25 tahun. Aku dan Danu lahir di tahun yang sama. Tapi saat itu, aku belum siap menikah.

Ditambah omongan mama Danu yang membuat aku begitu takut. Aku takut ketika nanti menikah dengan Danu, mamanya malah bersikap jahat.

"Han, mamaku jodohin aku sama anak temannya."

Kalimat tersebut Danu ucapankan saat kami tengah malam mingguan. Bagai petir yang menyambar. Kalimat itu membuat aku memilih mundur dan mengakhiri hubunganku dengan Danu walaupun aku masih mencintainya.

Malam itu, hubunganku dan Danu benar-benar berakhir.

Selang seminggu, Danu memberiku sebuah undangan. Undangan pernikahannya dengan wanita pilihan mamanya. Ternyata mama Danu telah merencanakan ini sebelum Danu putus denganku.

"Han, datang ya. Maaf kalau ini nyakitin kamu. Aku juga terpaksa menerima ini."

Seminggu kemudian, aku memberanikan diri datang ke pernikahannya. Menyaksikan dirinya menyebut nama wanita lain. Sakit memang. Tapi aku bisa apa? Saat itu di tempat pernikahannya, aku sama sekali tak menangis. Justru bahagia.

Danu tidak perlu mendengar ocehan mamanya lagi tentang diriku.

Sepulang dari acara pernikahan, aku memilih untuk mengelilingi kota menggunakan transportasi umum. Melupakan apa yang baru saja terjadi. Entah berapa lama aku memutari kota. Memang mengeluarkan banyak uang, tapi itu bukan masalah.

Sampai akhirnya tidak sengaja bertemu Mas Candra yang saat itu mengenakan pakaian serba hitam. Wajahnya sama dengan sepertiku. Terlihat semu.

Itu adalah kali pertama aku dan dia bertemu.

Kami mengobrol.

"Saya cuma keliling Jakarta."

"Sendirian?" Sebuah pertanyaan kembali muncul dari mulut Mas Candra.

Aku mengangguk. Kami kemudian turun di halte yang sama dan keluar dari sana berbarengan.

Aku menanyakan balik pada Mas Candra.

"Namamu siapa?"

"Dihana." Aku tidak tahu kenapa aku begitu mudah memberikan namaku pada orang asing. "Kalau kamu siapa?"

Aku tahu, perkenalan kami seperti anak kecil.

"Saya Candra."

Aku tersenyum setelah tahu namanya. Mas Candra kemudian menanyakan kenapa aku mau memutari kota dengan transportasi umum. Akhirnya aku menjawab kalau aku ingin melupakan masalah. Tanpa memberi tahu bahwa aku ditinggal menikah oleh mantan kekasihku.

"Kamu sendiri, ngapain? Pulang kerja?"

Mas Candra tidak menjawab pertanyaanku. Sampai akhirnya ketika aku ingin pergi untuk pulang, ia baru membuka suaranya lagi.

"Pacar saya pergi ninggalin saya."

"Pergi? Kamu ditinggal nikah? Kalau begitu, kita sama."

"Bukan."

"Terus?"

"Dia pergi ke surga."

Sampai AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang