enam

1.6K 180 0
                                    

Aku kira, pertemuan kami di dalam bus adalah kali pertama dan terakhir. Ternyata salah.

Sekitar 1 bulan setelah pertemuan tersebut. Candra datang ke rumah kakakku, Andri. Saat itu, aku memang masih tinggal dengan kak Andri dan istrinya. Kedua orang tuaku berada di Riau.

Saat itu aku baru tahu kalau Mas Candra adalah teman satu kampus Kak Andri. Mereka masih akrab walaupun sudah lulus.

"Kamu adiknya Andri?"

"Iya."

Sesingkat itu.

Sampai akhirnya 2 Minggu kemudian kak Andri mengabariku kalau akan ada yang melamarku. Oh, ya, kak Andri juga tahu bagaimana hubunganku dengan Danu yang sudah putus.

"Siapa?"

"Dia nanti datang ke sini. Kamu bisa tolak kalau emang enggak mau."

Esok paginya dia datang.

Ternyata yang berniat melamarku adalah mas Candra. Datang bersama om, tante juga sepupunya. Orang tua Mas Candra sudah tiada sejak dia masuk sekolah dasar. Mas Candra juga adalah anak tunggal.

Aku saat itu menolak lamarannya. Untung saja, acara itu bukan acara resmi. Sekalian keluarga Mas Candra bersilaturahmi kepada keluarga Kak Andri.

Ketika keluarga Mas Candra bersiap pulang, aku bicara sebentar dengan Mas Candra. Walaupun kutolak, dia tetap bersikap baik.

"Maaf kalau saya buat risih kamu."

Aku saat itu bingung bersikap bagaimana. Karena aku pikir, aku masih terjebak dengan masa laluku. Dan aku yakin, begitupun dengan Mas Candra.

Ketika aku bilang kalau itu alasanku menolaknya, dia bilang, "Bukannya nasib kita sama?"

Di waktu yang sama aku berpikir. Ada benarnya.

Lalu aku telepon orang tuaku yang ada di Riau. Bercerita kalau aku menolak lamaran seorang laki-laki. Sempat aku dimarahi karena katanya itu bukan hal yang baik. Lalu, ibu bilang aku harus meminta maaf.

Pikiranku berkecamuk. Mungkin aku dan Mas Candra saat itu, hanyalah orang asing. Tapi, entah kenapa aku bisa melihat ketulusan dari matanya.

Selang seminggu. Aku bertemu lagi dengan Mas Candra.

"Kalau kamu masih berniat soal kemarin. Kamu boleh ulang lagi, dan aku bakal terima. Tapi aku enggak mau ada lamaran atau apapun."

"Terus?"

"Datang ke orang tuaku, dan rencanain pernikahan."

Aku tidak tahu keberanian darimana yang saat itu aku katakan.

Sampai akhirnya, Mas Candra benar-benar melakukan apa yang aku minta. Datang ke Riau bersama omnya tanpa sepengetahuanku, berbekal alamat pemberian Kak Andri.

Orang tuaku di Riau, bingung. Orang tuaku tahu kalau aku kemarin menolaknya. Tapi paham setelah dijelaskan oleh Kak Andri lewat telepon juga Mas Candra yang langsung berada di sana.

Sampai terhitung dua bulan kemudian, aku melakukan pernikahan dengan Mas Candra. Di rumah Kak Andri.

Ayah dan ibuku datang jauh-jauh dari Riau ke rumah Kak Andri di Jakarta.

Entah kenapa, saat itu aku sangat yakin kalau pernikahanku dan Mas Candra akan berhasil. Sampai akhirnya setelah acara pernikahanku, di malam hari.

"Di, walaupun kita menikah bukan karena cinta. Tapi aku janji untuk setia sama kamu sampai akhir hidup aku."

Aku saat itu hanya diam. Bingung harus bagaimana. Lagi, aku melihat ketulusan dalam matanya. Kami memang menikah bukan karena cinta, tapi karena nasib yang sama.

"Apa kamu juga bakal begitu?" tanyanya.

"Iya."

Aku saat itu dengan yakin menjawab.

Aku akan melakukan apa yang Mas Candra lakukan. Berjanji untuk setia sampai akhir hidupku.

Sampai AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang