tujuh

1.5K 180 0
                                    

Malam hari aku pergi keluar bersama Mas Candra. Mas Candra bilang ia ingin makan nasi goreng langganannya yang berada dekat salah satu sekolah favorit di kotaku. 

Sebenarnya aku sedikit lelah karena seharian tadi aku pergi bersama Citra. Tapi karena Mas Candra yang memaksa, aku mau.

"Kamu mau nasi goreng atau kwetiau?" Mas Candra belum turun dari mobil. Menanyai apa yang aku mau. "Di," panggilnya karena aku diam saja.

Padahal, aku tengah berpikir.

"Kwetiau aja. Pakai kuah."

"Aku mau nasi goreng."

"Ya udah pesan."

"Kita makan di sini."

Aku mengernyit. "Enggak mau di rumah?"

"Lagi pengen di sini."

Tumben sekali. Tapi aku tetap menurut lagi. Istri yang baik 'kan?

Memilih meja yang dekat dengan kipas agar tidak merasa gerah. Aku duduk bersebelahan dengan Mas Candra.

"Aku laper banget, udah enggak sabar." Mas Candra mengeluh, mengecek jamnya. "Masih lama ngga, ya?"

Aku terkekeh pelan melihat kelakuan Mas Candra.

Sampai 15 menit kemudian makanan yang kami pesan sampai, maklum di sini sangat ramai. Aku langsung memakannya, begitupun dengan Mas Candra.

Entah kenapa Mas Candra terlihat lapar. Padahal tadi sore dia mengabariku kalau tengah malam di kantin tempatnya bekerja.

"Laper banget?" tanyaku pelan.

"Udah kenyang, kok."

Aku kembali terkekeh. Nasi goreng yang dipesan mas Candra habis dalam hitungan menit.

"Mas cacingan, ya?" tanyaku iseng

Dia menggeleng.

"Ayo pulang."

Setelah membayar, aku langsung masuk ke dalam mobil. Begitu pun dengan Mas Candra.

"Gimana tadi sama Citra?" tanyanya ketika kami berhenti di lampu merah.

"Ya begitulah," kataku dan mulai bercerita. "Aku juga beliin anaknya mainan."

"Iya kah?"

Aku mengangguk.

"Aku juga beli baju buat mas."

"Beneran?" Dia menoleh ke arahku. "Kok aku enggak tahu?"

"Kan aku belum bilang," sahutku.

"Iya juga sih."

Kemudian aku membiarkan agar Mas Cakra fokus menyetir. Apalagi saat ini adalah malam hari.

"Di."

Mas Candra memanggilku. Jidatku mengernyit.

"Vira bentar lagi ulang tahun kan?"

Aku mengingat tanggal hari ini juga hari ulang tahun keponakanku. Hari ini masih pertengahan November, sedangkan keponakanku berulang tahun yang kedua nanti di akhir Desember.

"Lumayan, kenapa?" tanyaku.

"Aku mau beli hadiah buat dia." Ia tersenyum. "Sekarang kita beli, mau enggak?"

Aku menggeleng.

"Masih lama, Mas. Takut keburu lupa kalau kita beli."

"Ya enggak apa-apa. Kita udah ada persiapan dari jauh-jauh hari."

Aku tetap menggeleng.

"Nanti aja, Mas. Kita lihat juga apa yang belum Vira punya."

Mas Candra menghela napas. Akhirnya ia menuruti kemauanku.

Aku lalu menatap jalanan yang ramai di malam hari ini. Tiba-tiba aku teringat suatu hal. Di mana aku bertemu dengan Danu.

"Mas," panggilku.

Mas Candra langsung menoleh.

"Kenapa?"

"Tadi aku ketemu sama Danu." Aku mulai jujur, tak ada niat untuk membuat mas Candra marah. "Dia tanya kabarku."

Mas Candra menoleh cepat ke arahku.

"Kamu jawab?"

"Iya. Mas marah enggak?"

Dia menggeleng. "Enggak, buat apa marah."

Aku terdiam. Berarti Mas Candra tidak cemburu kan? Aku menghela napas.

"Itu wajar. Bertanya kabar sama masa lalu. Anggap aja dia teman. Aku bakal marah kalau kamu masih cinta dan sayang sama dia."

Sampai AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang